Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Syahrul Aidi Minta Pemerintah Membuat Peraturan Jelas dan Tak Bingungkan Masyarakat

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Pekanbaru (03/05) — Anggota DPR RI Fraksi PKS, Syahrul Aidi Mazaat, menanggapi pelarangan mudik yang beberapa pekan terakhir terus disampaikan Pemerintah untuk mengurangi penyebaran wabah Covid-19.

Menurut Syahrul, akar permasalahan yang utama adalah ketidakjelasan, ketidakcermatan, ketidaksiapan, ketidaksigapan dan kelalaian presiden, dalam menetapkan seperti apa dan bagaimana penanganan Covid-19 ini sejak awal.

“Opsi PSBB dipakai dan dipilih presiden tanpa analisa mendalam dan riset holistik. Padahal PSBB bukan poin yang dianjurkan dalam UU No. 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan karena akan membingungkan bagi Negara sebesar Indonesia yang terdampak di keseluruhan provinsi,” ungkapnya.

Syahrul menambahkan, dari penetapan PSBB yang disampaikan, Pemerintah terlihat kebingungan dan selalu salah dalam implementasi kebijakan, karena lemah persiapan dari segala hal apalagi data yang akurat tentang perhubungan yang jalur perlintasannya jelimet dan menghubungkan kepentingan semua pihak.

“Permenhub 25 Tahun 2020 yang ditandatangani PLT Luhut B. Panjaitan ini memang cacat dari awal, baik dari legal drafting ketatanegaraan, jalur koordinasi dengan mitra di Komisi V DPR RI. Dari segi ketatanegaraan Permenhub ini seharusnya batal demi hukum karena inkonstitusional dan melanggar HAM. Dalam pasal 28J UUD 1945 pembatasan HAK harus menurut UU bukan permenhub yang sifatnya turunan dan beleid. Kemudian pasal 27 ayat (2) UU 39 tahun 1999 Tentang HAM memberikan kebebasan warga negara untuk bergerak keluar masuk wilayah Indonesia,” papar Sahrul.

Kemudian, lanjut Anggota Komisi V ini, Permenhub ini tidak sinkron dengan peraturan yang lain sprti permenkumham No 11 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia.

“Di sisi lain permenhub berjuang dalam repatriasi untuk menjemput wni dan wna namun disisi lain permenkumham mempermudah akses orang asing untuk masuk dengan alasan bisnis seperti masuknya 500 TKA dari China. Hal ini membuat miris karena seluruh Infrastruktur di hold dan banyak TKD yang mengganggur tapi TKA boleh masuk,” tegas Syahrul.

Publik, kata Syahrul, terganggu dengan pernyataan Menhub Budi Karya Sumadi, terkait protokol pengaturan penerbangan untuk bisnis.

“Tidak ada kata pebisnis di Permenhub, yang ada hanya utk kebutuhan logistik dan keperluan kenegaraan termasuk presiden, pejabat, stakeholder, alat medis dan tenaga medis. jadi terkesan kata bisnis itu untuk siapa? Apa wong cilik cari makan yang di larang itu bukan pebisnis? Jadi ada narasi diskriminasi dan lalai dalam protokol pencegahan dan penanganan. Kalau dilarang ya dilarang, semuanya sama rata,” jelas Syahrul.

Syahrul melanjutkan BNPB sebenarnya tidak diberikan mandat yang kuat tapi hanya di berikan masalah untuk diatasi tanpa dikasih amunisi.

“contohnya pak menteri gampang saja bilang kalau soal aturan nanti diserahkan ke pak Doni namun pe-legalan penerbangan khusus lion air dia yang buka. Ini namanya cuci tangan dan nanti semua kesalahan dalam mengatur protokol akan dilimpahkan ke BNPB. Sementara dalam mengatur protokol kemenhub lebih kompeten karena kerjaan sehari harinya terkait itu,” tutur Anggota Komisi yang bermitra dengan Kementrian Perhubungan ini.

Seharusnya, Syahrul melanjutkan, anggaran covid-19 ini harus diposisikan satu pintu ke BNPB agar dana dana yang disalurkan kompatible dan tepat sasaran karena seluruh mandat ada di BNPB

“Dari amburadulnya PSBB yang melahirkan Permenhub setengah hati ini, maka imbasnya wajar saja pemberlakuan PSBB menjadi longgar dan bisa negosiasi dengan diskresi petugas di lapangan. Seperti yang terjadi di lintas darat semua pertimbangan bisa di 3 instansi terkait mudik.padahal presiden dalam kebijakannya melarang mudik. Hal ini menimbulkan preseden bahwa ada ketidak adilan disini, bahwasanya wong cilik yang sebenarnya sangat butuh mobilisasi untuk cari makan dan tidak mungkin WFH di larang untuk bepergian karena persepsi bisnis dan izin khusus hanya untuk orang-orang kaya,” terangnya.

Syahrul menegaskan, kalau berbicara ketentuan hukum maka tidak ada abu-abu semua hanya hitam atau putih.

“Kalau dianalogikan kepada Permenhub ini maka inkonsistensinya berawal dari isinya yang tidak seharusnya di buat pada beleid di dalamnya. Sehingga implementasinya akan selalu salah dan tidak menemukan solusi di masyarakat,” tandas Syahrul.

Oleh sebab itu, Syahrul menyatakan, pihaknya menghimbau kepada presiden jangan hanya duduk di tahta kerajaan atau mondar mandir di sekitar istana memberi bantuan yang tidak tepat sasaran.

“Ayo turun ke bawah dengarkan segala keluhan dan liat implementasi kebijakan setengah hati ini. Jangan hanya mendengarkan bisikan para pembantunya yang juga salah membuat aturan. Jangan membuat rakyat sengsara lagi dari tekanan mental kebijakan yang gagu ini. Cukup Covid-19 ini yang membuat mereka takut dan bingung,” harap Syahrul mengakhiri.