Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

HNW: Pemuda Harus Waspadai Pengaburan Sejarah, Bangun Soliditas Jaga NKRI dan Pancasila

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (10/10) — Anggota DPR yang juga Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mengingatkan para Pemuda, apalagi Pemuda Muslim, akan pentingnya memahami sejarah bangsa secara utuh dan membangun soliditas dan solidaritas bersama komponen bangsa lainnya dalam mengimplementasikan dan menjaga NKRI dan Pancasila.

Apalagi, kata Hidayat, dengan adanya upaya pengaburan sejarah, dan tantangan-tantangan lokal dan global seperti separatisme, neo kolonialisme dan pandemi covid-19.

Hal tersebut disampaikan oleh Hidayat Nur Wahid saat menjadi narasumber dalam seminar nasional bertema ‘Peran Pemuda dalam Mengokohkan Simpul Kebangsaan di Tengah Kemajemukan dan Pandemi’.

Seminar ini diselenggarakan atas kerja sama MPR RI dan Gema Keadilan DKI Jakarta di Jakarta Selatan, Sabtu (19/10).

Acara yang juga dihadiri oleh Gubernur DKI, Anies Baswedan, Ketua Umum KNPI dan Presiden Gema Keadilan.

HNW sapaan akrabnya mengatakan bahwa pemahaman sejarah bangsa yang utuh dan benar perlu dimiliki oleh pemuda di Indonesia.

“Agar Pemuda Indonesia termasuk generasi Muda Muslim, bangga dengan perjuangan hebat Pemuda/Bapak/Ibu Bangsa agar bisa dilanjutkan, supaya mereka juga tidak mudah terpengaruh oleh upaya-upaya pengaburan sejarah Bangsa dan peran tokoh-tokoh Umat Islam,” ungkapnya.

Oleh karenanya, lanjut HNW, pemuda dan generasi milenial yang bisa memiliki akses-akses informasi dan berita dari berbagai media harus melek informasi dan jangan menyia-nyiakan potensi dan momentum yang mereka miliki.

HNW mencontohkan adanya upaya pengaburan sejarah terkait dengan pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebanyak dua kali, pada 1948 dan 1965.

“Ada upaya yang menarasikan bahwa PKI bukan sebagai pelaku, melainkan sebagai korban. Padahal korban kejahatan PKI sudah banyak berjatuhan dari Para Kiyai, Santri, Gubernur Jawa Timur, dan beberapa Jendral TNI AD. Karena pemberontakan PKI bahkan tidak hanya dilakukan sekali saja,” ujarnya.

Lebih lanjut, HNW menuturkan bahwa untuk peristiwa G30S PKI pada tahun 1965, ada yang mengalihkan issu dengan menimpakan kesalahan justru kepada Orde Baru yang berhasil menumpas PKI dan gerakan komunisme. Namun, HNW menegaskan bahwa penolakan terhadap komunisme tidak hanya berkaitan dengan hal tersebut, melainkan sifat ideologinya yang radikal, intoleran dan tak sesuai dengan Pancasila sehingga karenanya mereka ingin mengubah Pancasila, sebagaimana juga sangat nampak pada peristiwa Madiun Affair, pemberontakan PKI tahun 1948.

“Kudeta PKI pada 18/9/1948 itu jelas tidak ada hubungan dengan Orba, CIA atau Amerika Serikat. Tetapi terkait dengan dukungan dari Partai Komunis Uni Soviet. Mereka bukan hanya melakukan pemberontakan, tapi tragedi kemanusiaan, dan kudeta terhadap Pemerintah RI yang sah. PKI bahkan sudah berhasil menetapkan Ibukota dan mendeklarasikan negara mereka di teritorial RI, yaitu Negara Republik Soviet Indonesia. Mereka juga umumkan Musso sebagai Presiden dan Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri mereka,” tuturnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan bahwa narasi menyesatkan tersebut diperparah dengan kemunculan Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Ditjen Kebudayaan Kemendikbud.

“Walau Kamus Sejarah Indonesia yang kontroversial itu telah ditarik karena memperoleh banyak protes keras dari masyarakat luas, termasuk oleh PKS, tetapi itu menunjukkan bukti nyata adanya usaha penulisan sejarah yang baru dengan pengaburan sejarah, atau penampilan pemahaman sejarah yang tidak utuh, sayangnya itu justru ada pada institusi pemerintahan,” pungkasnya.

Dalam jilid 1 Kamus tersebut yang membahas periode Indonesia dipersiapkan dari tahun 1900-1950, lanjutnya, malah tidak disebutkan peran-peran besar pemuda Moslem, Jong Islamieten Bond, Organisasi Pemuda beragama Islam yang aktif ikut hadirkan Sumpah Pemuda 28/10/1928, juga peran banyak Ulama pejuang yang ikut memperjuangkan dan memperkuat/ menyelamatkan NKRI, malah tidak disebutkan, tetapi justru yang

banyak disebutkan adalah PKI dan tokoh Komunis.

“Jong Islamietn Bond, KH Hasyim Asyari(dengan Resolusi Jihad), KH Mas Mansoer dan KH Wahid Hasyim(BPUPKI), Mr Syafrudin P. (dengan PDRI-nya) dan M Natsir (dengan Mosi Integral untuk kembali ke NKRI) tidak disebut. Sejarah gilang gemilang mereka untuk Indonesia Merdeka dan NKRI, justru diputarbalikkan dan tidak disebutkan secara benar,” papar HNW.

Lebih lanjut, HNW menambahkan padahal dengan pemahaman sejarah yang baik dan utuh tersebut, pemuda termasuk Pemuda Muslim mendapatkan keteladanan dan kebanggaan atas perjuangan para tokoh Bangsa termasuk yang dari kalangan Pemuda, bisa belajar dan meneruskan peran para tokoh-tokoh bangsa, agar Indonesia dan cita-cita kemerdekaan dan reformasinya dapat terus diwujudkan dan diwariskan kepada generasi berikut, mensukseskan Indonesia Emas tahun 2045.

“Sangat penting bagi anak muda untuk mempelajari dan mendapatkan sejarah secara benar, agar mempunyai kebanggaan dan bisa tahu bagaimana pemuda termasuk Pemuda Muslim bisa eksis dan terus berkontribusi, mengokohkan soliditas, solidaritas dan kemajuan bangsa, dangan menjaga Negara dan Pancasila dari berbagai ancaman, seperti wabah Covid-19 saat ini, serangan luar negeri, neo kolonialisme, separatisme, serta ideologi-ideologi menyimpang yang tak sesuai dengan Pancasila seperti Komunisme,” tambahnya.

“Selain itu, dengan pemahaman sejarah yang baik dan benar, maka konteks peran Pemuda kuatkan simpul kebangsaan pada saat ini, juga bisa dilakukan secara lebih aktif dan konstruktif, karena sistem hukum dan prinsip demokrasi yang berlaku di Indonesia telah memberi ruang yang luas bagi pemuda untuk berkiprah di mana saja, membangun soliditas guna menghadirkan solidaritas kepada masyarakat. Pemuda, dan Rakyat pada umumnya, diberikan jaminan hak untuk berkumpul dan berserikat dalam Pasal 28 UUD NRI 1945 yang kemudian diperkuat dengan pasal-pasal tentang HAM lainnya dari Pasal 28A hingga 28J. Itu semua bisa dilakukan untuk menghadirkan kemaslahatan, dan kontribusi maksimal bagi Pemuda Indonesia, karena memang tidak bertentangan dengan Pancasila, aturan hukum dan norma yang hidup di masyarakat (agama). Dan itulah teladan yang telah diwariskan oleh Bapak dan Ibu Bangsa untuk kaum Muda di zaman milenial sekarang. Maka maksimalkan-lah, dan jangan di-mubadzirkan,” pungkasnya.