Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pemerintah Resmi Bubarkan FPI, Bukhori: Sebuah Kemunduran dan Mencederai Amanat Reformasi

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (30/12) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf menanggapi langkah pemerintah membubarkan FPI.

Bukhori menganggap tindakan tersebut sebagai sebuah kemunduran dan mencederai amanat reformasi yang menjamin kebebasan berserikat.

Baca juga : Pelarangan FPI, Mardani Ali Sera: Sampaikan Sejumlah Catatan Untuk Pemerintah

“Kemerdekaan berserikat adalah amanah konstitusi. Dalam Pasal 28 UUD 1945 disebutkan bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang,” terang Bukhori.

“Tidak hanya itu, kebebasan berserikat juga tertuang dalam BAB XA tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 28E UUD 1945 yang menyebutkan; setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,” ungkapnya di Jakarta, Rabu (30/12).

Selain itu, Anggota Komisi VIII ini juga mengkritik model pendekatan pemerintah dalam menangani permasalahan FPI sejauh ini. Bukhori menilai pendekataan pemerintah cenderung agresif sejak awal polemik. Hal tersebut berkaca pada model komunikasi publik beberapa pejabat yang kerapkali menggunakan nada ancaman hingga keputusan menolak upaya dialog rekonsiliasi.

Baca juga : Peringati Hari HAM Se-Dunia, HNW: Jangan Hanya Seremonial, Usut Tuntas Penembakan 6 Laskar FPI

Menurutnya, jika sejak awal pemerintah bersikap bijaksana dan persuasif, maka ketegangan antara pemerintah dan FPI bisa dimitigasi. Sehingga, tidak harus ada nyawa yang melayang, pemenjaraan Habib Rizieq, bahkan polarisasi di tengah masyarakat yang kian menajam akhir-akhir ini.

Lebih lanjut, Ketua DPP PKS ini khawatir eskalasi terbaru, yakni dengan pembubaran FPI, justru hanya akan memperuncing ketegangan di tengah masyarakat sehingga menciptakan api dalam sekam. Pasalnya, terlepas dari segala catatan kelamnya, perlu diakui bahwa FPI turut memiliki sumbangsih besar terhadap isu sosial kemanusiaan, khususnya ketika terjadi bencana di sejumlah wilayah di Indonesia.

FPI, demikian Bukhori menerangkan, acapkali menjadi yang paling pertama dan terdepan dalam membantu korban bencana alam, misalnya saat bencana Tsunami di Aceh, gempa di Palu, dan pelbagai bencana di sejumlah wilayah lain di Indonesia. Artinya, kehadiran FPI, dalam satu dua hal, telah memberikan makna bagi sebagian masyarakat yang merasakan manfaat atas kontribusinya sejauh ini.

Baca juga : Enam Laskar FPI Ditembak Mati, Netty: Apa Penjelasan Negara pada Keluarga Korban ?

“Di sisi lain, FPI sesungguhnya telah menunjukan eksistensi dirinya sebagai aset bangsa yang kontributif jika kita bersedia jujur dalam melihat kiprahnya secara adil dan jernih. Artinya, semua persoalan yang timbul belakangan ini seharusnya bisa dibicarakan dengan baik-baik untuk mengantisipasi dendam di kemudian hari. Namun sayangnya pemerintah kadung terjebak dalam watak arogansinya,” imbuhnya.

Bukhori mencatat sedikitnya ada dua kelemahan terkait tindakan pemerintah membubarkan FPI. Pertama, kegagalan pemerintah membangun mindset bernegara. Kedua, kecacatan landasan hukum yang digunakan.

“Pertama, terkait mindset bernegara. Dalam konteks persoalan FPI selama ini, seharusnya pemerintah bisa memposisikan dirinya sebagai ‘Bapak’ dalam bangunan keluarga Indonesia. Sementara, FPI adalah salah satu ‘Anak’ yang berada di bawah pengayomannya. Dalam kaitannya bila sang anak menunjukan kenakalan, sepatutnya sikap yang ditunjukan seorang Bapak yang arif adalah mengayominya, bukan melakukan kekerasan terhadapnya apalagi sampai menghapus namanya dari KK,” jelasnya.

“Kedua, terkait landasan hukum. UU UU No.16 Tahun 2017 tentang Ormas sesungguhnya sampai saat ini masih kontroversial karena menyimpan banyak kelemahan. Salah satunya, UU ini menghilangkan mekanisme due process of law. Artinya, pemerintah bisa secara sepihak membubarkan ormas yang dalam pandangan subjektifnya bersalah karena melanggar ketentuan yang berlaku tanpa melalui mekanisme pengadilan,” paparnya.

Baca juga : Pesan Ke Moeldoko, Nasir Djamil Minta Jokowi Bentuk Tim Pencari Fakta Kematian 6 Jemaah FPI

“Padahal, hanya dengan mekanisme pengadilan sebuah ormas bisa dibuktikan bersalah atau tidak serta diberikan ruang untuk melakukan pembelaan. Dengan demikian, hal ini jelas melanggar asas praduga tak bersalah,” sambungnya.

Politisi PKS ini mendesak pemerintah untuk tidak sewenang-wenang menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan untuk menjinakan kelompok yang berseberangan secara pandangan politik.

Bukhori memperingatkan bahwa hukum bukan alat untuk melayani kepentingan kekuasaan, tetapi semestinya menjadi sarana untuk menghasilkan keadilan secara lahir dan batin di tengah masyarakat.

“Hukum semestinya dioperasionalkan untuk menciptakan keadilan sosial dan menjamin terpeliharanya kehidupan demokrasi yang sehat. Hanya negara dengan kepemimpinan otoriter yang mengeksploitasi hukum sebagai ‘alat gebuk’ apalagi hingga memberangus kekuatan yang tidak sejalan dengan kekuasaan,” tegasnya.