Jakarta (17/2)- Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, ancaman defisit guru SLB di Jabar bukan isapan jempol belaka, namun nyata di depan mata. Menurutnya, ketersediaan guru kini menjadi persoalan utama yang dihadapi SLB di Jabar. Hal ini karena banyaknya guru SLB yang bakal memasuki masa pensiun dan tidak diimbangi oleh rekrutmen guru SLB.
Ledia mengatakan, belum adanya pengangkatan guru memang tidak hanya terjadi pada SLB. Namun bagi siswa berkebutuhan khusus, kehadiran guru menjadi sangat penting mengingat mereka memerlukan pendampingan yang ekstra.
“Kebanyakan SLB di Jabar dan juga di Indonesia adalah swasta. Swasta itu sebenarnya bantuan terbesar dari pemerintah adalah guru-guru PNS yang ditugaskan di SLB (swasta) itu tadi. Ini menjadi bagian yang harus diperhatikan betul,” papar Ledia di Bandung, Senin (10/2/2020).
Menurut Ledia, selama ini, guru SLB pun tidak mendapatkan upah yang sesuai dengan beban kerjanya dalam mengurus siswa berkebutuhan khusus. Bahkan, tidak sedikit guru SLB berstatus pegawai honorer menerima upah di bawah upah pegawai honorer lainnya.
“Banyak guru SLB yang gajinya di bawah honorer. Padahal, ada beberapa kondisi anak penyandang disabilitas harusnya didampingi betul, harus ada yang nemenin atau asisten. Kalau kemudian guru yang secara sukarelawan ini juga tidak diperhatikan, akan jadi fatal akibatnya,” ujarnya.
Lebih lanjut Ledia memaparkan, tidak hanya soal ketersediaan guru, SLB juga menghadapi sejumlah persoalan lain akibat minimnya perhatian dari pemerintah, seperti minimnya bantuan anggaran pendidikan, hingga dan sarana dan prasarana yang sangat terbatas.
Legislator dari daerah pemilihan (dapil) Kota Bandung dan Kota Cimahi ini menyoroti minimnya anggaran bantuan pendidikan bagi SLB. Dia menjelaskan, kebanyakan SLB di Jabar didominasi oleh SLB swasta. Sehingga, anggaran bantuan pendidikannya pun sangat terbatas.
“Karenanya, perlu pembangunan-pembangunan SLB negeri, sehingga akses anggaran yang lebih besar pun bisa didapat,” ujar Ledia yang juga menjabat Sekretaris Fraksi PKD DPR RI itu.
Tidak hanya itu, lanjut Ledia, sarana dan prasarana yang dimiliki SLB di Jabar juga sangat terbatas. Akibatnya, layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus menjadi tidak optimal.
“Jadi, PR (pekerjaan rumah) kita masih banyak terkait dengan SLB. Soal ketersediaan guru, memanusiakan yang tadi disebut sukarelawan, dan sarana pra sarana,” tegasnya.
Padahal, kata Ledia, Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dengan tegas menyatakan, setiap anak penyandang disabilitas berhak mendapatkan bantuan beasiswa.
Bahkan, Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para disabilitas pun sudah di-launching pada 2019 lalu. Namun, hingga saat ini, pelaksanaannya belum optimal.
“Ini menjadi PR besar karena kita sudah punya undang-undang tapi belum optimal,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Ledia menekankan, SLB yang berada di bawah naungan pemerintah provinsi harus mendapatkan perhatian lebih. Oleh karenanya, Ledia meminta Pemprov Jabar memberikan perhatian khusus bagi SLB di Jabar.
Terlebih, tambah Ledia, berdasarkan informasi yang diperolehnya dari para guru SLB di Kota Bandung, prevelensi jumlah anak-anak penyandang disabilitas kini meningkat akibat kekurangan gizi hingga kehamilan yang tidak diinginkan.
“Karenanya, harus ada perhatian khusus yang lebih besar karena ini tanggung jawabnya provinsi, bukan kota/kabupaten, maka harus sangat serius,” tandasnya. (sindonews.com)