Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Anggota DPR Ingatkan Risma, Kalau Marah-marah Jangan ke Rakyat Kecil

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (06/10) — Aksi Menteri Sosial Tri Rismaharini (Risma) memarahi sambil mengancam menembak pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), Fajar Sidik Napu, di Gorontalo, masih menuai sorotan.

Apalagi telah diklarifikasi oleh Fajar bahwa Risma ternyata mendapat informasi yang salah terkait data yang kemudian memicu amarah Mensos itu.

Anggota Komisi VIII –mitra Kemensos–, Iskan Qolba Lubis, mengaku sudah pernah mengingatkan Risma untuk mengubah perilakunya tersebut. Bukan sekali dua kali Risma melontarkan amarahnya di tengah publik saat kunjungan kerja.

Tetapi kepada Iskan, Risma menjawab bahwa perilaku tersebut adalah bagian dari karakternya.

“Saya dulu pernah kritik Bu Risma, perilaku dia harus diubah. [Tapi] dia bilang, ‘ya ini masalah karakter saya’. Ya enggak bisa dong, harus disisihkan dengan jabatan. Atau kalau enggak dikonsultasikan dulu ke dokter spesialis yang berhubungan dengan itu [karakter mudah marah],” kata Iskan, Senin (4/10).

“Kalau dibilang karakter, kan bisa diubah. Kalau seperti itu [terus] nanti bisa [berujung] kekerasan juga. Apalagi di negara ini kan orang bisa aja nuntut, kalau dia merasa dipermalukan di publik, boleh mereka minta ganti rugi,” imbuh politikus PKS itu.

Lebih lanjut, Iskan meminta Risma lebih bijak melihat duduk persoalan sebelum marah-marah. Ia pun berharap Risma dapat melemparkan amarahnya ke sosok yang lebih tepat.

“Apa kesalahannya, sebesar apa? Lagian kan bukan hanya kesalahan orang itu, pasti ada di atasnya dia. Dengan rakyat kecil jangan gitu. Kalau mau marah, marah aja di DPR,” ujarnya.

“Tapi enggak berani juga dia berantem di DPR kan yang setingkat? Kalau orang di bawah itu orang merasa tertekan. Memang data Kemensos juga kacau, kan, bukan kesalahan mereka di bawah,” imbuh dia.

Selain itu, Iskan menilai Risma seharusnya bisa berbicara lebih lembut karena berasal dari Jawa. Apalagi kepada sosok bawahan yang belum tentu mendapat imbalan kerja yang ideal.

“Dia kan dari Jawa, yah, Mataram itu kan halus. Kalau kita lihat Suharto persaingannya dengan Sukarno saja gitu kan masih dianggap Bapak,” terang dia.

“[Lagipula] justru ke bawah itu kan perlu dia dekati, ‘apa kabar dek, apa ada masalah?’, biar mereka juga semangat. Apalagi misal gajinya [mereka] di bawah UMR, terus [tunjangan[ transport-nya enggak ada. Jadi jangan mengharapkan [hasil] terlalu ideal juga,” tambahnya.

Iskan meminta Kemensos menyampaikan maaf terbuka terkait kesalahan informasi data yang menyebabkan pendamping PKH tersebut ‘disemprot’ Risma di depan umum. Di sisi lain, ia berharap Risma dapat introspeksi diri, sementara Presiden Jokowi menegur Mensos itu soal perilakunya yang kerap emosional.

“Kemensos jelaskan. Sebagai institusi ya harus minta maaf sebagai pertanggungjawaban publik. Kalau personal, Ibu perlu ubah perilakunya yang emosional ke depannya,” ucap dia.

“Dan Pak Jokowi juga perlu analisa, pembantu Presiden kan punya dampak juga ke pemerintahan. Kalau Presiden yang ingatkan kan lebih didengar, harus lah Pak Jokowi ingatkan [Bu Risma],” tandasnya.