Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pendapat Mini Fraksi PKS DPR RI Terhadap RUU Tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Disampaikan Oleh : H. M. Nasir Djamil, M.Si.
Nomor Anggota : A-410

 

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang Kami Hormati,
Pimpinan dan Anggota Badan Anggaran DPR RI,
Saudara Menteri Keuangan beserta jajaran,
serta Hadirin yang kami berbahagia.
Puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menghadiri rapat kerja dalam rangka Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi terhadap Hasil Pembicaraan Tingkat I Rancangan Undang-Undang tentang Pertangungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020. Seraya kita memohon kiranya diberikan kemampuan dalam memberikan kontribusi terbaik bagi NKRI dan mewujudkan Kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat sebagaimana Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Secara umum, Fraksi PKS menilai bahwa kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan APBN Tahun 2020 masih kurang memuaskan, sehingga berdampak tidak optimalnya penanganan pandemi dan peningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23 Ayat 1. Fraksi PKS berpendapat bahwa APBN menjadi wujud nyata hadirnya Negara dalam perekonomian, sehingga APBN harus menjadi instrumen strategis dan jangkar kebijakan ekonomi utama untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi. Pelaksanaan APBN juga perlu terus memperhatikan aspek kesinambungan fiskal dan keadilan antar generasi.

 

Selanjutnya, dalam menyikapi hasil pembicaraan terkait Rancangan Undang-undang Tentang Pertanggung-jawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020, Fraksi PKS memberikan beberapa catatan sebagai berikut:

1. Fraksi PKS berpendapat buruknya kinerja Pemerintah dalam pengelolaan utang dan diperparah pada masa pandemi Covid-19. Tercatat total utang Pemerintah pada tahun 2020 mencapai Rp6.080,08 triliun atau 39,4 persen terhadap PDB. Kenaikan utang sepanjang tahun 2020 sebesar Rp1.293,5 triliun atau 27,02 persen dari tahun sebelumnya. Tingginya utang juga diiringi dengan melonjaknya beban bunga yang dibayarkan pada tahun 2020 sebesar Rp317,89 triliun, meningkat Rp14,67 persen dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp277,23 triliun. Nilai tersebut menjadi sejarah baru bahwa akumulasi utang, persentase peningkatan dalam satu tahun anggaran, dan rasio utang terhadap PDB tahun 2020 menjadi yang tertinggi.

 

Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan Penerimaan Negara yang memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang. Sebagai catatan bahwa jumlah tersebut belum memperhitungkan utang BUMN yang juga merupakan entitas yang dimiliki Pemerintah dan terdapat andil kewajiban Pemerintah di dalamnya. Indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR), yaitu: (i) Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25 – 35%; (ii) Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06% melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6 – 6,8% dan rekomendasi IMF sebesar 7 – 10%; dan (iii) Rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369% melampaui rekomendasi IDR sebesar 92 – 167% dan rekomendasi IMF sebesar 90 – 150%.

 

2. Fraksi PKS berpendapat pemerintah menghadapi persoalan serius terkait dengan kesinambungan fiskal. Realisasi keseimbangan primer pada 2020 tercatat sebesar negatif Rp633,61 triliun. Angka defisit keseimbangan primer tersebut mengalami lonjakan sebesar 766,42 persen dari tahun 2019 sebesar Rp73,1 triliun. Rasio keseimbangan primer terhadap PDB mengalami tekanan sampai minus 4,21 persen. Artinya bahwa pada 2020 indikator kesinambungan fiskal telah melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 – Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen. Keseimbangan primer yang negatif akan mereduksi ruang fiskal pada APBN dalam melaksanakan fungsi distribusi, alokasi dan stabilisasi.

 

3. Fraksi PKS berpendapat adanya pengendalian intern yang lemah dalam pengelolaan pembiayaan investasi Pemerintah. Dalam realisasi APBN terdapat pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar 28,75 triliun dalam rangka Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi. Realisasi pembiayaan dan pemindahbukuan dari rekening BUN berupa dana abadi penelitian, kebudayaan, dan perguruan tinggi sebesar Rp8,99 triliun dititipkan pada rekening badan layanan umum lembaga pengelola dana pendidikan karena pengaturan terkait pengelolaan dana tersebut belum ditetapkan.

 

4. Fraksi PKS berpendapat realisasi defisit anggaran sebesar sebesar Rp947,70 triliun atau 91,19 persen dari estimasi APBN sebesar Rp1.039,21 triliun. Lebih rendahnya realisasi dinilai bukan sebuah prestasi, justru sebaliknya. Faktanya bahwa defisit di bawah angka 6,34 persen terhadap PDB lebih karena rendahnya kinerja belanja Pemerintah yang hanya mencapai 94,6 persen dari pagu anggaran serta meningkatnya jumlah SiLPA yang signifikan. Adanya lag defisit tersebut, membawa dampak kebijakan pembiayaan khususnya melalui penerbitan utang, jumlahnya menjadi tidak proporsional.

 

5. Fraksi PKS berpendapat Pemerintah wajib melakukan perbaikan dalam proses perencanaan dan realisasi program. Pada 2020 tercatat adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp245,59 triliun atau mencapai 9,46 persen dari total realisasi anggaran belanja. Jumlah ini menambah Saldo Anggaran Lebih TA 2020 menjadi Rp388,12 triliun. SiLPA yang tinggi artinya kinerja perencanaan pemerintah masih rendah. Program-program yang telah dicanangkan pada penyusunan APBN tidak dapat direalisasikan, sehingga muncul sisa anggaran yang tidak termanfaatkan. Di sisi lain Pemerintah menggali utang berjumlah fantastis dengan membayar harga yang tidak murah. Pada SiLPA memberi gambaran bahwa Pemerintah yang kurang optimal dalam merealisasikan program dan tidak mampu secara produktif mengelola utang, yang berakibat timbulnya beban bunga utang atas aset yang idle.

 

6. Fraksi PKS mendorong Pemerintah untuk melaksanakan rekomendasi BPK guna memperkuat realisasi pendapatan negara. Berdasarkan laporan audit BPK, masih terjadi permasalahan mengenai kelemahan pengendalian dalam penatausahaan piutang perpajakan pada Ditjen Pajak, serta adanya kekurangan pembayaran pajak dan sanksinya. Fraksi PKS menilai realisasi pendapatan negara masih perlu dioptimalkan, walaupun di tengah Pandemi yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi memang mengalami kontraksi sebesar minus 2,07 persen, dan realisasi pendapatan negara bahkan mengalami kontraksi yang jauh lebih besar. Secara nominal, pada dasarnya realisasi mengalami penurunan sebesar 15,9% dibandingkan realisasi 2019. Hal ini diperburuk dengan realisasi penerimaan perpajakan yang hanya mencapai 91%, dimana secara nominal mengalami penurunan sebesar 16,8%. Rendahnya realisasi penerimaan perpajakan menyebabkan defisit semakin melebar, sehingga mendorong Pemerintah menerbitkan utang publik baru, yang pada akhirnya menambah beban bunga pada APBN ke depannya. Hal ini tentu perlu diwaspadai untuk menjaga kesinambungan fiskal Indonesia ke depannya.

 

7. Fraksi PKS mendorong Pemerintah untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang menunjukkan adanya beberapa pelaporan transaksi pajak yang belum lengkap menyajikan hak negara minimal sebesar Rp 21,57 Triliun dan USD 8,26 juta. Tindak lanjut tersebut penting untuk memperkuat aspek administrasi perpajakan, yang pada akhirnya dapat mendorong kinerja perpajakan Indonesia. Fraksi PKS menekankan bahwa kinerja perpajakan, yang diukur melalui tax ratio dan tax buoyancy telah bermasalah jauh sebelum krisis Covid-19 melanda. Rasio perpajakan yang pada awalnya di atas 11%, pada tahun 2019 mencapai 9,76%, dan tahun 2020 hanya mencapai 8,30%. Fraksi PKS bependapat bahwa problematika utama adalah masih banyaknya sektor yang under-tax dan didorong dengan pemberian insentif (belanja perpajakan) dalam jumlah yang sangat besar. Contohnya sektor konstruksi dan real estate yang kontribusi perpajakannya (2016-2020) hanya sebesar 5,8% persen, padahal kontribusi perekonomiannya (kepada PDB) mencapai 14 persen, atau sektor manufaktur yang kontribusi GDP mencapai 19%, tetapi kontribusi perpajakannya hanya mencapai 11%. Lebih lanjut, tax buoyancy Indonesia pada berada dikisaran 0,5, menunjukkan Indonesia memiliki potensi memperluas basis perpajakan.

 

8. Fraksi PKS juga mengingatkan pentingnya peran serta otoritas pajak seperti tindakan pengawasan, penyidikan maupun penagihan sebagai kontribusi untuk meningkatkan penerimaan pajak. Selain itu, pemeriksaan intensif harus terus dilakukan melalui tambahan data dari program pengampunan pajak maupun yang disampaikan pihak ketiga untuk kepentingan pengawasan perpajakan. Fraksi PKS juga mendesak pemerintah serius melakukan assessment data, sehingga kemampuan mendeteksi ketidakpatuhan bisa lebih optimal. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah membangun kepercayaan Wajib Pajak yaitu masyarakat dan dunia usaha. Fraksi PKS mendorong pemerintah untuk serius memperbaiki pelayanan dan sistem pembayaran pajak untuk meningkatkan kesadaran dan kemudahan dalam membayar pajak. Fraksi PKS juga menekankan kembali bahwa kredibilitas, kompetensi dan kapasitas Direktorat Jenderal Pajak pada akhirnya menjadi poin krusial sebagai syarat untuk membangun kepercayaan publik.

 

9. Fraksi PKS berpendapat bahwa turunnya nominal realisasi PNBP tidak hanya disebabkan oleh pandemi, tetapi juga disebabkan faktor ketidakmampuan Pemerintah mengoptimalkan potensi pendapatan selama ini. Ketika kondisi perekonomian masih relatif normal PNBP terhadap PDB nasional terus mengalami penurunan setiap tahunnya, dari 3,8 persen (2014) menjadi hanya 2,2 persen (2020). Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah belum optimal dalam mengelola PNBP. Realisasi PNBP tahun 2020 mengalami kontraksi sebesar 15,9 persen apabila dibandingkan tahun 2019.

 

10. Fraksi PKS berpendapat Pemerintah perlu untuk terus mendorong potensi PNBP yang belum banyak tergali dan mendorong tingkat kepatuhan pembayaran. Pasca disahkan UU No. 9 Tahun 2018 tentang PNBP, Pemerintah seharusnya dapat melakukan langkah-langkah strategis, terutama dalam perbaikan administrasi dan birokrasi, sehingga dapat mendorong tingkat kepatuhan. Saat ini diperkirakan nilai aset negara dalam bentuk barang milik negara mencapai Rp 10.400 triliun, Pemerintah harus mendorong pengelolaan aset nasional agar lebih produktif, sehingga dapat menjadi potensi PNBP ke depannya. Pemerintah tidak boleh bergantung pada PNBP SDA yang sangat rentan dengan volatilitas global. Pemerintah perlu mengoptimalkan pengelolaan BMN, BUMN, serta BLU sehingga dapat mendorong penerimaan PNBP nasional.

 

11. Fraksi PKS mencatat bahwa Realisasi Belanja Negara tahun 2020 mencapai angka Rp 2.595,48 triliun atau sebesar 94,75 persen dari pagu APBN dalam Perpres 72/2020. Realisasi ini meningkat sebesar 12,39 dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Meski demikian, sesuai komitmen yang disampaikan Pemerintah perlu menjaga agar setiap rupiah yang dikeluarkan memenuhi kriteria value of money, memperkuat spending better, memperhatikan output dan outcome. Fraksi PKS berpendapat bahwa pemerintah masih perlu terus untuk meningkatkan kinerja keuangan publiknya. Fraksi PKS juga mencatat bahwa terbitnya Perpres 54/2020 dan Perpres 72/2020 tidak melalui rapat konsultasi pada awal tahapan dengan DPR. Konsultasi hanya dilaksanakan setelah terbitnya Perpres.

 

12. Fraksi PKS mencatat kebijakan pelaporan biaya penanganan Covid-19 belum mencakup mekanisme pelaporan secara utuh dalam LKPP 2020, sebagaimana catatan BPK hal-hal yang perlu ditindak-lanjuti terkait dengan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) secara langsung seperti: belum memiliki pengendalian terhadap data kegiatan atau pekerjaan pada PC-PEN secara utuh termasuk sumber pendanaannya; Pengendalian atas pengalokasian dan Pen-DIPA-an PC-PEN belum memadai, terdapat nilai DIPA yang lebih tinggi melebihi nilai alokasi anggaran; Penggunaan akun khusus covid19 belum tertib; Pemerintah belum menyusun mekansime pelaporan dan pertanggungjawaban atas pemberian insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka PC-PEN 2020; Penentuan Program dalam cluster perlindungan sosial belum sepenuhnya mempertimbangkan buletin teknis SAP nomor 19 tentang akuntansi bantuan sosial; Mekanisme pelaporan kontribusi BI dalam skema burden sharing pada LKPP berisiko tidak diterapkan secara konsisten; Pengendalian atas Pelaporan realisasi PC-PEN BLT dana desa belum sepenuhnya memadai.

 

13. Dalam laporan BPK menyatakan bahwa alokasi biaya dan program-program PC-PEN sebesar Rp695,20 triliun hanya tercantum dalam pelbagai paparan dan publikasi Pemerintah kepada masyarakat dan DPR dan tidak ditetapkan secara definitif dalam dokumen anggaran secara formal. Fraksi PKS juga mencatat bahwa Asumsi Ekonomi Makro juga tidak dimutakhirkan dengan kondisi terkini dalam tahun berjalan. Pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional lebih banyak terkait dengan pemulihan BUMN dan dan investasi Pemerintah. Dalam realisasi PEN 2020, dana yang digunakan untuk BUMN dan investasi Pemerintah lebih besar, sebesar Rp128 triliun, dibandingkan dana yang digunakan untuk membantu UMKM, sebesar Rp112,44 triliun, walau terjadi pengurangan karena pengembalian dari BLU dan pinjaman daerah Rp23,2 triliun sehingga realisasi PEN untuk UMKM nett Rp104,8 triliun. Fraksi PKS berpendapat bahwa pemulihan UMKM seharusnya menjadi prioritas utama dalam pemulihan ekonomi nasional. UMKM adalah sektor yang paling besar terdampak pandemi Covid-19. Fraksi PKS juga mencatat bahwa Belanja Subsidi dalam pagu anggaran 2020 sebesar Rp192,03 triliun, sedangkan realisasinya meningkat menjadi 102% atau Rp196,23 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan LKPP tahun 2019 belanja subsidi Rp201,02 triliun maka realisasi belanja subsidi mengalami penurunan.

 

14. Fraksi PKS mencatat bahwa sampai dengan Desember tahun 2020, Pemerintah telah merealisasikan anggaran sektor kesehatan sebesar Rp62,67 triliun antara lain untuk 1,07 juta orang penerima insentif tenaga kesehatan pusat dan daerah (akumulasi pembayaran), santunan kematian bagi 194 tenaga kesehatan, penyaluran bantuan iuran JKN bagi 41,59 juta peserta, pembayaran klaim perawatan pasien Covid-19, pengadaan awal vaksin Covid-19, serta pemberian insentif perpajakan di bidang Kesehatan sebesar Rp4,05 triliun. Hal ini memberikan capaian penyerapan sektor kesehatan hanya mencapai 63 persen. Fraksi PKS memandang bahwa alokasi yang rendah dan juga penyerapan yang rendah ini diakibatkan oleh kelemahan pemerintah dalam melakukan perencanaan dan juga pelaksanaan anggaran sehingga penanganan pandemi tidak optimal. Fraksi PKS juga mencermati dalam LHP BPK bahwa Pemerintah belum memiliki mekanisme pengendalian untuk memperoleh data seluruh kegiatan pelaksanaan program PC-PEN selama tahun 2020 yang akan didanai dan diselesaikan pada tahun 2021 yang diilakukan melalui 21 K/L dan BUN serta transaksi non anggaran.

 

15. Fraksi PKS berpendapat penurunan anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) melalui kebijakan refocusing dan realokasi untuk mendukung upaya penanganan pandemi Covid-19 secara nasional masih perlu evaluasi secara
8
menyeluruh dan transparan. Fraksi PKS terus meminta Pemerintah memastikan dana TKDD berdampak pada meningkatnya kesejahteraan dan perbaikan kualitas hidup rakyat di daerah. Desa sebagai unit terkecil dalam sistem pemerintahan memiliki fungsi yang sangat besar untuk menyangga perekonomian masyarakat.
16. Fraksi PKS berpendapat bahwa laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa kesenjangan kemandirian fiskal antar daerah masih cukup tinggi, harus menjadi perhatian serius. Karena hal ini menunjukkan tingkat kemampuan daerah membiayai kebutuhannya sendiri yang ternyata masih belum merata. Catatan BPK menunjukkan 443 pemerintah daerah (PEMDA) atau 80,7% dari 503 pemda belum masuk kategori mandiri dari sisi fiskal. Sedangkan sebanyak 468 pemda atau 93,04% pemda tidak mengalami perubahan kategori kemandirian fiskalnya sejak 2013.

 

17. Fraksi PKS berpendapat meskipun Pemerintah telah mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) oleh BPK atas LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) 2020, tetapi 26 catatan BPK berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Sistem Pengendalian Internal dan Kepatuhan terhadap Undang-Undang harus segera diperbaiki dan ditindaklanjuti dengan serius. Salah satu catatan BPK yakni terkait realisasi transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) nonfisik atas program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tambahan sebesar Rp1,04 triliun yang harus dilakukan perbaikan sesuai dengan tahapan. Selain itu permasalahan kesiapan program/kegiatan dan data penerima manfaat harus menjadi evaluasi untuk perbaikan ke depan.

 

18. Fraksi PKS berpendapat bahwa TKDD ke depannya harus sejalan dengan prinsip desentralisasi yang mengedepankan keadilan guna percepatan pemerataan pembangunan daerah di seluruh Indonesia. Sehingga TKDD benar-benar dapat mendukung pemulihan ekonomi daerah, menjaga kesehatan, memberikan perlindungan sosial, dan mengoptimalkan pemanfaatan dana desa untuk program prioritas desa yang produktif. Permasalahan grand design desentralisasi fiskal, pemutakhiran data, transparansi dan akuntabilitas publik harus diselesaikan dan disempurnakan. Pengawasan yang berlapis juga menjadi keharusan termasuk ketegasan hukum atau law enforcement yang harus ditegakkan tanpa tebang pilih.

 

19. Fraksi PKS berpendapat bawah pemerintah masih belum mampu mencapai target-target yang ditetapkan pada APBN Tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi tahun 2020 ditargetkan 5,3% dan terealisasi minus 2,07%. Konsekuensi dari kegagalan tersebut adalah memburuknya kesejahteraan masyarakat. Terdapat beberapa indikator yang dapat menunjukkan penurunan kesejahteraan rakyat, antara lain: (i) lonjakan tingkat pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan; (ii) penurunan posisi Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah. Indonesia semakin sulit keluar dari jebakan middle income yang menyebabkan ekonomi tidak bertransformasi ke negara maju; (iii) pendapatan per kapita Indonesia turun dari Rp59,1 juta per penduduk (US$4.174,5 per penduduk) pada 2019 menjadi Rp56,9 juta per penduduk (US$3.911,7 per penduduk) pada 2020.

 

20. Fraksi PKS berpendapat bahwa kegagalan pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif karena kegagalannya dalam menjaga komponen-komponen utama yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan output Indonesia. Dari sisi pengeluaran, lebih dari 50% dari pertumbuhan ekonomi dikontribusikan oleh konsumsi rumah tangga. Selama 2020 pertumbuhan konsumsi rumah tangga turun 2,63% sedangkan konsumsi pemerintah tumbuh rendah 1,94%; pembentukan modal tetap bruto tumbuh negatif 4,95% ekspor barang dan jasa tumbuh minus 7,7% dan impor barang dan jasa tumbuh negatif 14,7%. Meskipun pemerintah sudah mengeluarkan anggaran PEN namun kontribusinya sangat rendah dalam menjaga agar ekonomi tetap tumbuh.

 

21. Fraksi PKS berpendapat resesi ekonomi tahun 2020 telah menyebabkan indikator-indikator sosial memburuk. Tingkat kemiskinan yang tadinya 9,78 % menjadi double digit, yaitu 10,19 % dari total penduduk. Padahal target RPJMN 2020-2024 target kemiskinan ditargetkan menjadi 7 % hingga 6,5 %. Penduduk miskin di tahun 2020 naik menjadi 27,55 juta jiwa, dengan mayoritasnya sebanyak 15,5 juta terdapat di pedesaan dan 12 juta di perkotaan. Rakyat yang rentan miskin dan hampir miskin yang semakin menunjukan peningkatan. Menurut sejumlah lembaga penelitian, selama masa pandemi 75% rumah tangga mengalami penurunan pendapatan dan 66% rumah tangga yang memiliki usaha kecil juga mengalami penurunan jumlah pembeli dan omzet usaha.

 

22. Jumlah pengangguran tahun 2020 juga memecahkan rekor dengan jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) meningkat 2,67 juta orang, sehingga total TPT menjadi sebanyak 9,77 juta jiwa atau 7,07% dari angka angkatan kerja. Melenceng jauh dari target APBN 2020 sebesar 5% sampai 4,8%. Tidak hanya itu, masih ada jumlah pengganguran terselubung yang jumlahnya dua kali lipat dari persentase TPT. Pada 2020 pengangguran usia muda Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Pengangguran usia muda di Indonesia meroket di angka 20,5%, padahal rata-rata pengangguran angkatan kerja muda di Dunia sebesar 13,7%. Sementara negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam angkanya dibawah 15%. Dari data TPT juga tergambar bahwa persentase penganggur muda didominasi lulusan pendidikan sekolah menengah ke atas. TPT usia muda sendiri mendominasi TPT nasional mencapai angka 43,7%.

 

23. Fraksi PKS berpendapat pemerintah gagal menurunkan ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia, sehingga rasio gini memburuk menjadi 0,385 dari 0,380. Sementara target APBN 2020 terkait rasio gini yaitu sebesar 0,380 hingga 0,375. Hal ini semakin menunjukkan buruknya dampak pandemi covid-19 bagi rakyat terbawah dalam piramida pendapatan. Gini ratio di perdesaan pada September 2020 meningkat menjadi 0,319 sedangkan di perkotaan mencapai 0,399. Selain itu, Pemerintah juga tidak berhasil memenuhi target IPM yang ditargetkan sebesar 72,51. IPM 2020 tercatat hanya sebesar 71,94.

 

24. Fraksi PKS berpendapat bahwa penurunan inflasi selama tahun 2020 bukan merupakan suatu prestasi yang membanggakan karena selama periode tersebut ekonomi sedang tidak stabil. Covid-19 berdampak pada penurunan ekonomi baik dari sisi permintaan dan penawaran. Situasi tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi melemah dan daya beli pun melemah dengan demikian inflasi pun cenderung melambat karena jumlah uang beredar juga menurun. Hal ini juga terkonfirmasi dari lonjakan dana pihak ketiga yang tumbuh cukup tinggi di atas 10% selama tahun 2020, sedangkan kredit hanya tumbuh negatif.

 

25. Fraksi PKS berpendapat lonjakan yield SBN sepanjang 2020 sangat mengkhawatirkan yang disebabkan defisit fiskal. Yield SBN pada Maret 2020 mencapai 7,5% untuk SBN 5 tahun sedangkan untuk durasi 10% mencapai 7,87% dan yang berdurasi 15 tahun dan 20 tahun masing-masing 8,18% dan 8,30%. Persoalan mendasar dari lonjakan yield SBN karena situasi pasar yang tidak kondusif (risiko tinggi) sehingga investor menaikkan risk premium. Selain itu, fiskal yang memburuk memaksa pemerintah melelang SBN dengan yield tinggi. Tingginya yield SBN karena tinggi inflasi dari sisi supply sehingga harus dikompensasi dengan level yang lebih tinggi.

 

 

26. Fraksi PKS berpendapat bahwa secara umum kondisi sektor keuangan Indonesia relatif terjaga. Memang, gejolak di pasar saham sempat terjadi di awal-awal pandemi khususnya pada Maret 2020. Situasi yang sama juga terlihat di pasar obligasi. Pandemi covid-19 menyebabkan porsi asing dalam SBN tradable turun menjadi 22 persen pada Agustus 2021; dari posisi sekitar 38 persen pada masa sebelum pandemi covid-19. Berkurangnya porsi asing dalam SBN tradable digantikan oleh lonjakan kepemilikan SBN oleh perbankan dan Bank Indonesia. Bank Indonesia mengantisipasi munculnya krisis di sektor perbankan dengan beberapa relaksasi regulasi seperti penurunan GWM. Hal ini menyebabkan likuiditas sektor perbankan relatif ample. Otoritas Jasa Keuangan melakukan program restrukturisasi kredit untuk mengurangi potensi lonjakan kredit macet. Kondisi perbankan yang relatif stabil berdampak positif terhadap kepercayaan masyarakat. Implikasinya, rush (sebagaimana yang terjadi pada krisis 1997/98) tidak terjadi. Kekhawatiran munculnya blanket guarantee pun dapat diminimalisir.

 

27. Fraksi PKS menilai bahwa kekhawatiran dampak negatif zero coupon bond tidak terjadi karena skema burden sharing menetapkan bahwa SBN harus tradable sehingga dapat digunakan dalam mekanisme kebijakan moneter Bank Indonesia. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi 1997/98 dimana SUN yang diterbitkan merupakan nontradable sehingga menjadi toxic aset di dalam neraca Bank Indonesia. Hingga saat ini, pemerintah masih menyicil sisa-sisa obligasi BLBI. Skema burden sharing juga menetapkan suku bunga kebijakan sebagai acuan. Pada bagian lain, diskusi publik tahun 2020 berfokus pada keterlibatan Bank Indonesia dalam pembiayaan seluruh sektor baik yang public goods maupun nonpublic goods. Kekhawatiran tersebut berkurang sejalan dengan skema burden sharing yang disepakati antara Bank Indonesia dan Pemerintah.

 

28. Fraksi PKS mencermati bahwa secara umum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), telah memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPP Tahun 2020. Fraksi PKS juga mendesak Pemerintah untuk meningkatkan penyajian dua Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) yang belum memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan memberikan perhatian serius terhadap 26 hasil temuan BPK terkait dengan Sistem Pengendalian Internal dan Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang perlu ditindaklanjuti pemerintah.

 

Demikian pandangan Fraksi PKS DPR-RI, dengan mengucapkan Bismillahhir-rahmannirrahiim, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera memberikan minderheid nota (menerima dengan catatan) hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggung-jawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020 dalam rangka Pembicaraan Tingkat I, untuk dilanjutkan dalam tahapan pembahasan selanjutnya.. Atas perhatian dan kesabaran Bapak/Ibu dalam mendengarkan pendapat Fraksi PKS, kami ucapkan terima kasih.

 

Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq, billahi taufiq wal hidayah,
Wassalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 29 Muharram 1443 H
06 September 2021 M
PIMPINAN
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Ketua,                                                                                               Sekretaris,

 

 

DR. H. Jazuli Juwaini, MA.                                                                Hj. Ledia Hanifa, A. S.Si. M.Psi. T.
A-449                                                                                               A-427