Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pandangan Fraksi PKS DPR RI Terhadap Keterangan Pemerintah Mengenai RUU Tentang PertanggungjawabaN APBN Tahun Anggaran 2020

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Disampaikan Oleh : Dr. Hermanto, S.E., M.M.
Nomor Anggota : A- 415

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pimpinan dan Anggota DPR RI, Saudara Menteri beserta jajaran, serta hadirin yang kami hormati.
Pertama-tama, perkenankan kami mengajak hadirin sekalian untuk senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita semua dapat menghadiri Rapat Paripurna Pandangan Fraksi-Fraksi terhadap Keterangan Pemerintah Mengenai Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

Hampir dua tahun sudah Pandemi Covid-19 melanda dunia termasuk di negara kita tercinta. Indikator perekonomian global mulai terlihat tanda perbaikan, meski masih belum ada tanda-tanda signifikan yang memberikan kepastian bahwa pandemi Covid-19 ini dapat segera berakhir. Dalam laporan WHO kita masih melihat naik turunnya angka penularan Covid-19 di berbagai belahan dunia. Dengan menyerap semangat Hari UlangTahun Kemerdekaan dan memasuki Tahun Baru Hijriah, Fraksi PKS kembali mengajak seluruh komponen bangsa untuk terus bergotong royong, tolong menolong dan bahu membahu dalam menghadapi krisis dan pandemi Covid-19 ini.

Selanjutnya, dalam menyikapi Keterangan Pemerintah Mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pertangungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020, yang telah disampaikan Pemerintah kepada DPR pada Rapat Paripurna DPR-RI, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memandang perlu memberikan beberapa catatan penting.

Secara umum, Fraksi PKS menilai bahwa kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan APBN Tahun 2020 masih kurang memuaskan, sehingga berdampak tidak optimalnya upaya penanganan pandemi dan menjaga kesejahteraan rakyat.

Selain itu terkait dengan kualitas akuntabilitas keuangan Negara, Fraksi PKS juga mendesak Pemerintah untuk meningkatkan penyajian laporan dua (2) Kementerian yaitu Kementerian Kelautan Perikanan dan Kementerian Sosial yang sebelumnya mendapatkan Opini WTP menjadi WDP atas Laporan Keuangan tahun 2020. Kemudian, BPK RI juga menemukan 26 permasalahan terkait kelemahan pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan Perundang-undangan yang perlu untuk ditindaklanjuti oleh Pemerintah.

Hadirin yang Kami Hormati,
Selanjutnya, Fraksi PKS memberikan catatan secara lebih khusus sebagai berikut:

1. Fraksi PKS menilai pemerintah masih belum dapat mencapai target-target yang ditetapkan pada APBN Tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi tahun 2020 ditargetkan 5,3% dan terealisasi minus 2,07%. Hal ini menjadi catatan kegagalan untuk kesekian kalinya. Konsekuensi dari kegagalan tersebut adalah memburuknya kesejahteraan masyarakat. Terdapat beberapa indikator yang dapat menunjukkan penurunan kesejahteraan rakyat, antara lain: (i) lonjakan tingkat pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan; (ii) penurunan posisi Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah. Indonesia semakin sulit keluar dari jebakan middle income yang menyebabkan ekonomi tidak bertransformasi ke negara maju; (iii) pendapatan per kapita Indonesia turun dari Rp59,1 juta per penduduk (US$4.174,5 per penduduk) pada 2019 menjadi Rp56,9 juta per penduduk (US$3.911,7 per penduduk) pada 2020.

2. Fraksi PKS menilai bahwa kegagalan pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif karena kegagalannya dalam menjaga komponen-komponen utama yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan output Indonesia. Dari sisi pengeluaran, lebih dari 50% dari pertumbuhan ekonomi dikontribusikan oleh konsumsi rumah tangga. Selama 2020 pertumbuhan konsumsi rumah tangga turun 2,63% sedangkan konsumsi pemerintah tumbuh rendah 1,94%; pembentukan modal tetap bruto tumbuh negatif 4,95% ekspor barang dan jasa tumbuh minus 7,7% dan impor barang dan jasa tumbuh negatif 14,7%. Walaupun pemerintah sudah mengeluarkan anggaran PEN namun kontribusinya sangat rendah dalam menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Beberapa persoalan yang muncul adalah: Pertama, anggaran PEN dan pelaksanaanya tidak optimal untuk menjaga agar konsumsi rumah tangga tetap tinggi selama pandemi. Hal itu didasarkan pada nilai total dari anggaran PEN serta nilai yang disalurkan kepada masyarakat yang masih kurang memadai. Kedua, akurasi data menyebabkan penyaluran tidak tepat sasaran. Realisasi bansos sempat menyeruak terkait data ganda hingga 21 juta penerima, sehingga tidak tepat sasaran.

3. Fraksi PKS menilai resesi ekonomi tahun 2020 telah menyebabkan indikator-indikator sosial memburuk. Tingkat kemiskinan yang tadinya 9,78 % menjadi double digit, yaitu 10,19 % dari total penduduk. Padahal target RPJMN 2020-2024 target kemiskinan ditargetkan menjadi 7 % hingga 6,5 %. Penduduk miskin di tahun 2020 naik menjadi 27,55 juta jiwa, dengan mayoritasnya sebanyak 15,5 juta terdapat di pedesaan dan 12 juta di perkotaan. Pemerintah juga harus memberikan perhatian terhadap rakyat yang rentan miskin dan hampir miskin yang semakin menunjukan peningkatan. Menurut sejumlah lembaga penelitian, selama pandemi 75 % rumah tangga mengalami penurunan pendapatan dan 66% rumah tangga yang memiliki usaha kecil juga mengalami penurunan jumlah pembeli dan omzet usaha.

4. Jumlah pengangguran tahun 2020 juga memecahkan rekor dengan jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) meningkat 2,67 juta orang, sehingga total TPT menjadi sebanyak 9,77 juta jiwa atau 7,07% dari angka angkatan kerja. Melenceng jauh dari target APBN 2020 sebesar 5% sampai 4,8%. Tidak hanya itu, masih ada jumlah pengganguran terselubung yang jumlahnya dua kali lipat dari persentase TPT. Pada 2020 pengangguran usia muda Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Pengangguran usia muda di Indonesia meroket di angka 20,5%, padahal rata-rata pengangguran angkatan kerja muda di Dunia sebesar 13,7%. Sementara negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam angkanya dibawah 15%. Dari data TPT juga tergambar bahwa persentase penganggur muda didominasi lulusan pendidikan sekolah menengah ke atas. TPT usia muda sendiri mendominasi TPT nasional mencapai angka 43,7%.

5. Fraksi PKS berpandangan pemerintah gagal menurunkan ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia, sehingga rasio gini memburuk menjadi 0,385 dari 0,380. Sementara target APBN 2020 terkait rasio gini yaitu sebesar 0,380 hingga 0,375. Hal ini semakin menunjukkan buruknya dampak pandemi covid-19 bagi rakyat terbawah dalam piramida pendapatan. Gini ratio di perdesaan pada September 2020 meningkat menjadi 0,319 sedangkan di perkotaan mencapai 0,399. Selain itu, Pemerintah juga tidak berhasil memenuhi target IPM yang ditargetkan sebesar 72,51. IPM 2020 tercatat hanya sebesar 71,94.

6. Fraksi PKS berpandangan bahwa pendapatan negara telah bermasalah jauh sebelum adanya pandemi Covid-19. Pemerintah selalu gagal dalam mencapai target tax ratio sebagaiama yang dicanangkan pada RPJMN 2015-2019.
Pemerintah selalu gagal mencapai target setiap tahunnya, dimana terdapat selisih lebih dari 5% antara target RPJMN dan realisasi tax ratio. Hal ini tentu menjadi catatan buruk selama lima periode APBN terakhir yang perlu dievaluasi secara tuntas. Fraksi PKS mendesak Pemerintah untuk dapat mendorong kinerja, terutama pada RPMJN 2020-2024 Pemerintah sudah menerapkan target tax ratio yang dapat mencapai 12,7%.

7. Fraksi PKS menilai realisasi pendapatan negara masih perlu dioptimalkan, walaupun di tengah Pandemi yang terjadi. Memang angka realisasi tercatat 96%, akan tetapi secara nominal pada dasarnya mengalami penurunan sebesar 15,9% dibandingkan realisasi 2019. Hal ini diperburuk dengan realisasi penerimaan perpajakan yang hanya mencapai 91%, dimana secara nominal mengalami penurunan sebesar 16,8%. Rendahnya realisasi penerimaan perpajakan menyebabkan defisit semakin melebar, sehingga mendorong Pemerintah menerbitkan utang publik baru, yang pada akhirnya menambah beban bunga pada APBN ke depannya. Hal ini tentu perlu diwaspadai untuk menjaga kesinambungan fiskal Indonesia ke depannya.

 

8. Fraksi PKS berpandangan bahwa turunnya nominal realisasi PNBP tidak hanya disebabkan oleh pandemi, tetapi juga disebabkan faktor ketidakmampuan Pemerintah mengoptimalkan potensi pendapatan selama ini. Ketika kondisi perekonomian masih relatif normal PNBP terhadap PDB nasional terus mengalami penurunan setiap tahunnya, dari 3,8 persen (2014) menjadi hanya 2,2 persen (2020). Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah belum optimal dalam mengelola PNBP. Realisasi PNBP 2020 mengalami kontraksi sebesar 15,9 persen apabila dibandingkan 2019.

9. Secara umum terdapat sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan APBN 2020 sebagaimana temuan BPK. Dalam laporan BPK menyatakan bahwa alokasi biaya dan program-program PC-PEN (Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional) sebesar Rp695,20 triliun hanya tercantum dalam pelbagai paparan dan publikasi Pemerintah dan tidak ditetapkan secara definitif dalam dokumen anggaran secara formal. Hal ini menjadi catatan serius terkait kredibilitas dan integritas Pemerintah dalam melakukan pengelolaan keuangan negara. Fraksi PKS berpandangan bahwa temuan BPK terkait identifikasi yang belum selesai mengenai Pengembalian Belanja/Pembiayaan PC-PEN sebagai sisa dana SBN PC-PEN tahun 2020 dan kegiatan PC-PEN Tahun 2020 yang dilanjutkan di Tahun 2021 memberikan indikasi bahwa lemahnya perencanaan dan tidak optimalnya pembiayaan atau belanja oleh Pemerintah.

10. Fraksi PKS berpandangan bahwa penggunaan dana PC-PEN perlu dilaporkan lebih akuntabel. Fraksi PKS mendesak agar pemerintah dapat memberikan perancanaan dan realisasi anggaran pemulihan ekonomi lebih detail dan memastikan pelaporan tata kelola penggunaan dana tersebut. Sebagaimana temuan BPK bahwa pengendalian dalam pelaksanaan Belanja Program PC-PEN sebesar Rp9 Triliun di 10 K/L tidak memadai. Kemudian, temuan bahwa Penyaluran Belanja Subsidi Bunga KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan Non KUR serta Belanja Lain-Lain Kartu Prakerja dalam rangka PC-PEN belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program sehingga terdapat sisa dana kegiatan atau program yang masih belum disalurkan sebesar Rp6,77 triliun. Fraksi PKS juga mencermati temuan BPK RI terkait dengan belanja seperti Penganggaran, Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Belanja di Luar Program PC-PEN pada 80 K/L minimal sebesar Rp15,58 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

 

11. Fraksi PKS juga mencermati hasil Pemeriksaan BPK bahwa level capaian kriteria pilar transparansi fiskal oleh Pemerintah masih belum memuaskan. Sebanyak 2,13 persen dan 21,28 persen level kinerja kriteria transparansi fiskal Pemerintah berada di level Not Met dan Basic. Pilar transparansi Manajemen dan Pendapatan Sumber Daya juga perlu mendapatkan perhatian oleh Pemerintah untuk ditingkatkan secara sungguh-sungguh.

12. Fraksi PKS memandang pentingnya tindak lanjut atas laporan BPK yang menyatakan bahwa kesenjangan kemandirian fiskal antar daerah masih cukup tinggi, sehingga menunjukkan kemampuan daerah membiayai kebutuhannya sendiri masih belum merata. BPK mencatat 443 pemerintah daerah (pemda) atau 80,7% dari 503 pemda belum masuk kategori mandiri dari sisi fiskal. Dari laporan BPK tersebut sebanyak 468 pemda atau 93,04% pemda tidak mengalami perubahan kategori kemandirian fiskalnya sejak 2013. Harus diperhatikan juga penilaian atas kualitas desentralisasi fiskal agar berbanding lurus dengan Indikator Kemandirian Fiskal (IKF) pada masing-masing daerah.

13. Fraksi PKS menilai ketidakmampuan Pemerintah dalam memproyeksi data defisit, sehingga mengakibatkan inkonsistensi dalam penyusunan aturan dan pengambilan kebijakan pada 2020, masa tahun pertama penanganan pandemi Covid-19. Sebagai catatan, pada 2020 defisit anggaran menurut postur APBN 2020 sebesar 1,76 persen dari PDB. Kemudian memasuki masa awal pandemi, dengan disahkannya UU Nomor 2 tahun 2020, Pemerintah melalui Perpres Nomor 54 tahun 2020 mengubah defisit menjadi 5,07 persen terhadap PDB. Tidak berselang lama, pada 25 Juni 2020 dikeluarkan Perpres Nomor 72 tahun 2020 yang menaikkan kembali defisit anggaran menjadi 6,34 persen. Fleksibilitas relaksasi fiskal yang diusung pada UU Nomor 2 tahun 2020 langsung memberikan dampak pada inkonsistensi Pemerintah dalam penentuan angka defisit anggaran.

14. Fraksi PKS berpendapat bahwa lemahnya Pemerintah dalam mengalkulasi defisit sehingga berefek negatif pada penentuan nilai pembiayaan yang tidak proporsional. Pertama, Fraksi PKS menyoroti angka defisit yang disampaikan Pemerintah sebesar 6,09 persen terhadap PDB. Di mana angka tersebut kemudian dikoreksi oleh BPK setelah melakukan pemeriksaan menjadi lebih tinggi, yaitu sebesar 6,14 persen terhadap PDB. Kedua, Fraksi PKS menggarisbawahi besaran realisasi defisit sebesar Rp947,69 triliun atau 92,19% dari estimasi APBN sebesar Rp1.039,22 triliun. Lebih rendahnya realisasi dinilai bukan sebuah prestasi, justru sebaliknya. Faktanya bahwa defisit di bawah angka 6,34% terhadap PDB lebih karena rendahnya kinerja belanja Pemerintah yang hanya mencapai 94,6% dari pagu anggaran. Adanya lag defisit tersebut, membawa dampak kebijakan pembiayaan khususnya melalui penerbitan utang, jumlahnya menjadi tidak proporsional.

15. Fraksi PKS memandang bahwa terjadi pemburukan kinerja Pemerintah secara signifikan dalam pengelolaan utang pada masa pandemi Covid-19. Pemerintah menyebutkan bahwa untuk menutupi defisit anggaran, dilakukan pembiayaan sebesar Rp1.193,29 triliun atau mencapai 114,83 persen dari APBN 2020 (Perpres 72/2020). Angka tersebut diartikan juga bahwa terjadi penambahan utang lebih tinggi, yaitu sebesar Rp1.229,63 triliun. Berdasarkan data statistik, sejak tahun 2014 rasio utang Pemerintah terhadap PDB secara kontinu mengalami kenaikan serta puncaknya terjadi lonjakan tajam pada tahun 2020. Pada era sebelumnya, rasio utang berada di angka 24,74 persen dari PDB. Kemudian dari 2015 sampai dengan 2019 sebagai berikut, 27,43 persen, 28,33 persen, 29,4 persen, 29,98 persen dan 29,8 persen terhadap PDB. Pada 2020 rasio utang mencapai 39,39 persen PDB atau Rp6.079,17 triliun. Perhitungan utang tersebut belum memperhitungkan utang BUMN yang juga merupakan entitas yang dimiliki Pemerintah dan terdapat andil kewajiban Pemerintah di dalamnya.

16. Fraksi PKS menekankan bahwa nilai utang Pemerintah sudah mencapai level mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2020 terjadi penambahan utang sebesar Rp1.301,17 triliun atau melonjak drastis 27,23 persen dari jumlah akumulasi utang pada akhir Desember 2019. Tidak hanya terjadi kenaikan akumulasi utang Pemerintah, angka rasio pembayaran utang terhadap pendapatan atau debt to service ratio (DSR) juga tercatat meningkat manjadi sebesar 23,8 persen pada 2020, dibanding rasio pada akhir tahun 2019 sebesar 18,4 persen. Kenaikan ini artinya bahwa jumlah beban cicilan dan bunga utang yang ditanggung semakin besar. Data menyebutkan bahwa pembayaran beban bunga utang selama periode 2020 sebesar Rp317,89 triliun, meningkat 14,67 persen dibanding 2019 sebesar Rp277,23 triliun. Sedangkan pembayaran pokok utang pada 2020 mencapai Rp444,14 triliun. Jumlah tersebut dapat berarti penambahan pembiayaan utang pemerintah pada tahun berjalan sebagian besar alokasinya digunakan untuk
pembayaran pokok dan beban bunga utang atau istilah lainnya “gali lubang, tutup lubang’’.

17. Fraksi PKS mencermati buruknya proses perencanaan dan realisasi program dalam pelaksanaan APBN 2020. Hal ini terutama terlihat dari adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun 2020 yang sangat besar Rp245,59 triliun. Jumlah ini menambah Saldo Anggaran Lebih (SAL) Tahun 2020 menjadi Rp388,12 triliun. Pada SiLPA yang tinggi memberi gambaran bahwa Pemerintah yang kurang optimal dalam merealisasikan program dan tidak mampu secara produktif mengelola utang, yang berakibat timbulnya beban bunga utang atas aset yang idle.

Hadirin yang Kami Muliakan,
Fraksi PKS juga memberikan beberapa catatan lebih lengkap yang tidak dibacakan dan menjadi dokumen yang tidak terpisahkan dan akan langsung diserahkan kepada Pemerintah.

Demikian pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI agar dapat menjadi perhatian dan dapat ditindaklanjuti dalam pembahasan selanjutnya. Atas perhatian dan kesabaran Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thoriq, Billahi Taufiq wal Hidayah,
Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 10 Muharram 1443 H

19 Agustus 2021 M
PIMPINAN FRAKSI
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

 

Ketua                                                                                                    Sekretaris

 

 

 

DR. H. Jazuli Juwaini, Lc., M.A.                                                                Hj. Ledia Hanifa A, S.Si., M.PSi.T.
No. Anggota: A-449                                                                               No. Anggota: A-427