Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Anak Indonesia, Asa Pasca Pandemi Yang Harus Diselamatkan

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

 

Oleh Dr. Hj. Kurniasih Mufidayati, M. Si.
(Anggota Komisi IX Fraksi PKS DPR RI dan Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) DPP PKS)

Ada hal yang cukup mengejutkan dari data yang disampaikan oleh UNICEF, badan PBB yang menangani anak-anak dalam laporan level malnutrisi tahun 2021. Dalam laporannya UNICEF menyebutkan bahwa jumlah anak stunting di Indonesia masih dianggap sangat tinggi dimana diperkirakan ada sekitar 31,8% anak stunting di Indonesia sehungga masuk predikat very high. Angka ini bahkan lebih tinggi datu Philipina (28,7%), Malaysia (2-,9%) bahkan juga Kenya (19,4%). Indonesia hanya sedikit unggul dari negara Afrika seperti Rwanda (32,6%) dan Ethiopia (35,3%).

Selain masalah stunting, disisi lain Indonesia juga menghadapi masalah anak yang mengalami kegemukan sebesar 11,1% dengan predikat progres yang semakin buruk dan masuk kategori tinggi dalam penilaian UNICEF. 10,2% anak Indonesia juga mengalami wasting atau kekurangan nutrisi dan masuk kategori tinggi dengan progress program yang tergolong lambat. Padahal dalam laporan Tahunan UNICEF tahun 2020 juga disebutkan bahwa Indonesia berhadapan dengan tiga beban masalah gizi yaitu meningkatnya tingkat obesitas di satu sisi, dan di sisi lain, masalah gizi kronis dan akutyang mempengaruhi lebih dari sembilan juta anak balita . Pandemi covid -19 meningkatkan kerawanan pangan dan memperburuk kerentanan yang ada di antara anak-anak Indonesia terutama dalam hal kecukupan gizi.

Anak Indonesia dalam Bayang-Bayang Pandemi Covid-19

Pandemi covid-10 yang sudah hampir 1,5 tahun melanda Indonesia belum juga menunjukkan tanda-tanda mereda, bahkan saat ini berada dalm puncak-puncaknya. Penambahan kasus harian baru yang menembus 50 ribu orang dan kematian yang mendekati 1500 orang dalam sehari menjadikan Indonesia menjadi episentrum baru penularan covid. Angka penambahan kasus harian dan kemartian harian Indonesia pernah menjadi yang tertinggi di dunia di bulan Juli ini.

Anak-anak di Indonesia pun tidak terlepas dari ancaman terinfeksi covid-19. Mengutip data Satgas covid-19 KPC-PEN, sampai 22 Juli 2021 tercatat 87,967 balita dan 300,301 anak dan remaja yang sudah terpapar covid-19 di Indonesia. Pandemi covid-19 juga telah menyebabkan 395 balita dan 435 anak dan remaja juga meninggal dunia akibat covid-19. Sementara data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga menyebutkan kasus covid-19 pada anak di Indonesia yang mencapai 12%-13% termasuk yang tertinggi di dunia. Kondisi ini diperburuk dengan kematian anak balita yang juga meningkat hampir 50% akibat pandemi.

Pandemi covid-19 memang memberikan ancman memburuk kondisi kesehatan anak-anak remaja, bahkan juga kesehatan jiwa/psikis anak. Hal ini disebabkan karena menurunnya pelayanan kesehatan dasar serta pemantauan kondisi gizi dan tumbuh kembang anak. Layanan posyandu yang sempat tutup dalam waktu lama, banyaknya kasus pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit yang tutup akibat tenaga kesehatannya yang terpapar covid mememberi dampak negatif bagi kesehatan balita dan ibu hamil. Padahal Puskesmas dan Posyandu merupakan lini utama yang paling dekat dan mudah dijangkau masyarakat. Selama pandemi Covid-19, menurut data dari Kementerian Kesehatan tahun 2020, sebanyak 83,9 persen pelayanan kesehatan dasar tidak bisa berjalan dengan optimal, terutama Posyandu. Akibatnya banyak ibu hamil yang tidak mendapatkan pelayanan antenatal yang memadai dan balita kurang terpantau perkembangan kesehatan dan pertumbuhannya. Situasi ini juga terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. (Suryadarmawan, 2021).

Salah satu dampak dari menurun drastisnya pelayanan di Puskesmas dan Posyandu terhadap anak-ananl adalah pada pemenuhan kebutuhan imunisasi anak. Padahal imunisasi ini sangat penting untuk menjaga imunitas anak dari berbagai penyakit akibat mikroorganisme, tidak hanya covid-19.

Pelayanan Posyandu dan Puskesmas yang terbatas untuk balita juga mengancam keberlangsungan 25 juta balita di Indonesia untuk memperoleh imunisasi, suplemen vitamin A, pemantauan tumbuh kembang, dan pelayanan rutin lainnya yang sangat diperlukan oleh balita. Dampak dari ini semua adalah pada kualitas sumberdaya manusia Indonesia di masa datang, ketika para balita tersebut memasuki usia produktif.

Padahal sebelum pandemi covid-19 pun, Indonesia sudah menghadapi tantangan dalam permasalahan pertumbuhan balita. Dalam lima tahun terakhir, lrbih dari 15 ribu anak Indonesia terdampak dalam kejadian luar biasa antara polio, campak, difteri, gizi buruk dan wabah lainnya (Kompas.com). Sementar kejadian luar biasa, jika dialami pada anak, dapat mengakibatkan menurunnya kualitas hidup anak sampai di masa depan, disamping juga mengancam jika karena rentannya kesehatan anak. Dalam jangka panjangm tentu saja hal iniu akan merugikan secara ekonomi bagi suatu bangsa.

Belum lagi persoalan kesehatan jiwa/non fisik yang dialami anak-anak Indonesia akibat pandemi ini. Dari mulai kejenuhan akibat harus selalu berada di rumah dan tidak bisa bermain dengan teman-teman di luar, pembelajaran yang harus dilakukan secara daring yang menimbulkan persoalan tersendiri, maupun ikut terdampak dari tekanan ekonomi yang dialami orang tuanya akibat pandemi ini. Pandemi telah menyebabkan meningkatnya kekerasan terhadap anak. Kementerian PPA mencatat dalam 4 bulan pertama pandemi covid-19 di Indonesia, terjadi 4,116 kasus kekerasan pada anak baik dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual, ekploitasi, trafficking dan penelantaran. Kita juga masih menghadapi persoalan pekerja anak yang terus meningkat. Dalam kurun waktu 3 tahun sejak 2017 jumlah pekerja anak meningkat hingga 0,4 juta.

Harapan Negeri Yang Harus Diselamatkan

Sepertiga penduduk Indonesia adalah anak-anak dan remaja. Jumlah ini setara dengan 85 juta anak dan remaja dan menjadi jumlah terbesar keempat di dunia. Dalam10-15 tahun ke depan, anak-anak dan remaja tersebut akan masuk dalam usia produktif. Maka kemudian dalam konteks demograsi, Indonesia akan memasuki periode Bonus Demografi mulai tahun 2030, dimana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar daripada usia non produktif. Namun tentu saja bonus demografi ini tidak akan bermakna banyak bagi suatu negara ketika kualitas hidup dari penduduk usia produktif tersebut mengalami masalah dan menurun.

Pandemi covid-19 yang berkepanjangan dan cukup parah di Indonesia memberi dampak yang besar terhadap kualitas masa depan anak-anak Indonesia. Imunisasi dasar yang terhambat, pemantauan pertumbuhan balita yang tidak berjalan baik, kualitas gizi yang menurun akibat ekonomi yang merosot akan memberi dampak di masa datang dalam pertumbuhan anak di masa datang. Demikian pula dengan permasalahan psikis seperti stress pada anak akibat terlalu lama di rumah saja maupun dampak dari tekanan ekonomi keluarga, minim interaksi dan aktivitas outdoor karena terlalu banyak aktivitas daring juga menimbulkan damapk dalam jangka panjang. Pekerjaan rumah (PR) lama persoalan anak juga menambah tantangan dalam mempersiapkan anak Indonesia memasuki era bonus demografi.

Anak Indonesia adalah masa depan negeri ini untuk meraih kejayaan. Cita-cita menjadikan Indonesia menjadi negara ke-4 terbesar di dunia sangat ditentukan oleh kualitas dan lingkungan pertumbuhan anak Indonesia saat ini. Oleh karena itu melindungi anak-anak Indonesia dari berbagai dampak langsung dan tidak langsung dari pandemi covid-19. Hal yang pertama tentu saja memastikan bahwa berusaha semaksimal mungkin melindungi anak terpapar dari covid-19. Tingginya angka covid-19 harus jadi peringatan bagi pemerintah dan pihak terkait untuk memperkuat perlindungan bagi anak.

Selanjutnya adalah secara bertahap menyelesaikan PR lama permasalahan anak khususnya terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan anak serta lingkungan pembentuk psikomotorik anak. Kebijakan dan program penanganan stunting harus jelas dan dipimpin langsung oleh instansi yang menangani (BKKBN).

Jangan lagi ada dualisme kelembagaan dalam penanganan stunting. Demikian pula dengan persoalan gizi buruk dan kekurangan nutrisi pada anak. Pemantauan pertumbuhan balita dan ibu hamil juga harus kembali diperkuat. Perlu dicari terobosan layanan posyandu di masa pandemi agar pemantauan tumbuh kembang dan kualitas gizi balita terap terpantau. Anak Indonesia harus dilindungi, untuk masa depan negeri.

Selamat Hari Anak Nasional 2021