PENDAPAT AKHIR MINI
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN
TAHUN ANGGARAN 2016
Disampaikan Oleh : Dr Andi Akmal Pasluddin
No. Anggota : A-122
Dibacakan Pada Rapat Badan Anggaran DPR RI
Jakarta, 27 Juni 2016
PENDAPAT AKHIR MINI
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN
TAHUN ANGGARAN 2016
Disampaikan Oleh : Dr Andi Akmal Pasluddin
Nomor Anggota : A-
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Badan Anggaran DPR RI,
Yang terhormat Menteri Keuangan RI beserta jajarannya,
Rekan-rekan Wartawan, serta
Hadirin yang kami muliakan,
Pertama-tama, perkenankan kami mengajak hadirin sekalian untuk senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita semua dapat menghadiri Rapat Kerja hari ini. Kita juga memohon kepada Allah SWT agar diberikan kemampuan dalam memberikan kontribusi terbaik untuk merealisasikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23 Ayat 1.
Pimpinan dan Anggota Badan Anggaran DPR RI, Saudara Menteri Keuangan beserta jajaran, dan hadirin yang kami hormati,
Terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RUU APBN-P) Tahun 2016, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (Fraksi PKS) memberikan apresiasi kepada semua pihak yang telah melakukan pembahasan secara intensif, dinamis, dan konstruktif. Dalam menyikapi hasil pembicaraan atas RUU tentang APBN-P Tahun 2016, Fraksi PKS memandang perlu untuk memberikan beberapa catatan, sebagai berikut:
- Fraksi PKS berpandangan bahwa APBN menjadi wujud nyata hadirnya Negara dalam perekonomian, sehingga APBN harus menjadi instrumen strategis dan jangkar kebijakan ekonomi utama untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu APBN harus dijaga kredibilitasnya. Penyesuaian secara signifikan dan tidak terealisasinya beberapa target dalam APBN selama ini telah menunjukkan kelemahan analisis forecasting dan perencanaan oleh Pemerintah, serta belum adanya kebijakan fiskal yang kokoh. Fraksi PKS mendesak Pemerintah untuk menjaga kredibilitas APBN dengan menjaga akurasinya, pencapiannya serta realisasinya ke depan.
- Fraksi PKS berpandangan bahwa hasil pembahasan RAPBN-P 2016 belum kredibel terutama, terkait dengan kemungkinan terjadinya shortfall penerimaan perpajakan yang masih akan besar. Hal ini terutama karena Pemerintah memasukkan penerimaan perpajakan dari program Pengampunan Pajak yang memiliki ketidakpastian yang sangat tinggi. Fraksi PKS menilai kebijakan memasukkan pendapatan dari Pengampunan Pajak sebesar Rp165 triliun sebagai langkah yang tidak tepat dan berdampak pada rendahnya kredibilitas APBN-P. Dalam perhitungan berrbagai lembaga, target tersebut sulit dicapai. Menurut hitungan Bank Indonesia, potensi penerimaan dari Pengampunan Pajak hanya Rp45,7 triliun, dengan sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi. Dengan demikian, harapan pendapatan dari kebijakan Pengampunan Pajak tidak akan mampu menutupi shortfall penerimaan perpajakan. Selain itu, berdasarkan fakta banyak studi telah menunjukkan bahwa kebijakan Pengampunan Pajak bukanlah kebijakan yang baik dan tepat.
- Fraksi PKS memandang Keseimbangan Primer yang defisit semakin besar, di mana dalam hasil pembahasan RAPBNP 2016 mencapai Rp105,5 triliun, meningkat Rp37 triliun dari APBN-P 2015, mencerminkan ketidak-mandirian fiskal dan mengancam keberlanjutan fikal (fiscal sustainability). Hal ini disebabkan defisit anggaran yang semakin besar. Hasil pembahasan RAPBN-P 2016 menetapkan defisit masih cukup besar sebesar Rp296,7 triliun atau 2,35 persen dari PDB. Defisit yang bersifat struktural, selain menyebabkan utang meningkat, juga mewariskan beban bagi APBN ke depan. Hal ini menyebabkan alokasi untuk pembayaran bunga utang telah mencapai 10 persen dari APBN. Selain itu karena perencanaan Pemerintah yang kurang kredibel, utang yang ditarik seringkali tidak terserap dengan baik sehingga menjadi Silpa.
- Fraksi PKS memandang bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdampak pada kesejahteraan harus menjadi sasaran penting ke depan. Untuk itu seluruh Indikator Kesejahteraan yang telah ditetapkan dalam APBN 2016 mencakup target penurunan kemiskinan menjadi 9-10 persen, pengangguran menjadi 5,2-5,5 persen, kesenjangan (gini rasio) menjadi 0,39, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 70,1 perlu dipertahankan untuk masuk dalam APBNP 2016 dan harus dipastikan pencapaiannya oleh Pemerintah.
- Fraksi PKS menilai target pertumbuhan ekonomi tahun 2016 yang ditetapkan sebesar 5,2 persen cukup ideal, tetapi Pemerintah harus bekerja lebih keras. Hal ini mengingat kecenderungan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa triwulan terakhir yang masih rendah, rata-rata di bawah 5 persen. Target pertumbuhan 5,2 persen ke depan diharapkan juga lebih berkualitas, sehingga dapat meningkatkan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan serta mengurangi kesenjangan. Fraksi PKS mengingatkan publik kembali, bahwa target tersebut sesungguhnya masih jauh dari janji Pemerintah yang akan mencapai pertumbuhan di atas 7 persen dan telah ditetapkan dalam RPJMN 2016-2019. Sampai saat ini belum terlihat kinerja yang memadai dari pemerintah dalam mendorong laju perekonomian.
- Fraksi PKS mendesak, dalam upaya mencapai pertumbuhan tersebut Pemerintah harus: (1) menjaga daya beli rakyat, sebagai upaya untuk mempertahankan peranan belanja rumah tangga terhadap PDB; (ii) belanja pemerintah harus terlaksana dengan baik, terutama pada belanja-belanja produktif seperti belanja modal; (iii) pemerintah harus mendorong realisasi investasi terutama pada sektor-sektor padat karya dengan meningkatkan efektivitas paket kebijakan pemerintah, baik di pusat maupun daerah; (iv) pemerintah harus berupaya memperluas pasar-pasar ekspor Indonesia untuk mengkompensasi penurunan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor utama. Selain itu, Pemerintah juga harus menjalankan kebijakan mitigasi terhadap kondisi ekonomi global yang masih lemah dan penuh ketidakpastian.
- Fraksi PKS menilai bahwa target inflasi masih memungkinkan untuk ditetapkan di bawah 3,5 persen (lebih rendah dari angka kesepakatan 4 persen) agar daya beli rakyat terjaga secara lebih baik. Selain itu, Pemerintah harus memastikan bahwa komponen inflasi pangan bergejolak (volatile food) dapat ditekan lebih rendah. Saat ini inflasi pangan bergejolak masih sangat tinggi sebesar 8,15 persen meskipun inflasi umum tahunan hanya 3,3 persen (Mei 2016). Inflasi pangan yang masih tinggi telah menyebabkan rakyat miskin semakin miskin, karena 65 persen penghasilan mereka habis untuk membeli kebutuhan pangan sehari-hari, dan rakyat yang mendekati miskin berpotensi jatuh dalam kubangan kemiskinan. Selain itu, Pemerintah harus menjaga inflasi administered price dalam angka yang rendah, sehingga berkontribusi terhadap penurunan inflasi umum. Untuk itu Fraksi PKS mendesak Pemerintah untuk menunda rencana penaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Pencapaian inflasi rendah pada gilirannya menjadi stimulus bagi sektor keuangan untuk memotong suku bunga kredit hingga mencapai single digit, yang diharapkan dapat menggairahkan sektor riil.
- Fraksi PKS menilai penetapan suku bunga SPN 5,5 persen seharusnya dapat lebih rendah pada kisaran 5 persen. Terdapat beberapa alasan terkait perlunya SPN di bawah 5 persen: (i) tingkat suku bunga tinggi menunjukkan risiko negara (country risk) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain dan pada gilirannya memengaruhi persepsi investor; (ii) suku bunga tinggi akan memengaruhi biaya fiskal ke depan; dan (iii) Suku bunga SPN seharusnya sejalan dengan kebijakan Bank Sentral untuk mencapai single digit policy.
- Fraksi PKS turut mendukung pemotongan Cost Recovery dalam APBN-P 2016 sehingga menjadi 8 miliar dollar dari sebesar 11,4 miliar dollar. Hal ini didasari oleh: (i) masih rendahnya harga minyak Indonesia, di mana ditetapkan 40 dollar per barel, (ii) lifting minyak dan gas yang hanya ditargetkan 820 ribu barel per hari dan 1.150 ribu barel per hari. Fraksi PKS juga mendesak Pemerintah untuk memastikan bahwa penghitungan cost recovery tidak mengkalkulasi biaya-biaya yang tidak semestinya dibebankan, sebagaimana temuan BPK pada 7 (tujuh) wilayah kerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) senilai Rp4 triliun.
- Fraksi PKS melihat bahwa kebijakan pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan perpajakan selama ini pada dasarnya masih jauh dari optimal. Tax ratio yang stagnan, dan bahkan menurun beberapa tahun terakhir, perlu menjadi perhatian serius untuk ditingkatkan. Fraksi PKS memandang Pemerintah harus melaksanakan reformasi perpajakan secara sungguh-sungguh terhadap sistem perpajakan baik terkait perundang-undangan, administrasi, kelembagaan dan pengawasan perpajakan. Selain itu Pemerintah perlu secara serius dan tegas dalam menggali sektor-sektor yang masih under-tax. Pemerintah perlu meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta menurunkan tingkat tax evasion. Selain itu, target penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir yang selalu tidak tercapai dan pencapaian yang masih rendah sampai kuartal pertama 2016 harus menjadi perhatian serius Pemerintah.
- Terkait dengan penetapan penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp245,1 triliun, Fraksi PKS berpendapat bahwa target PNBP masih memungkinkan ditingkatkan, mengingat pada dasarnya potensi PNBP yang begitu besar. Beberapa hal yang harus dilakukan Pemerintah adalah: (i) menyasar PNBP potensial di luar sektor pertambangan yang mengalami penurunan kinerja seperti sektor kelauatan dan perikanan; (ii) penyempurnaan proses bisnis pengelolaan PNBP, mulai dari mekanisme pemungutan, perhitungan, penyetoran, hingga sanksi; (iii) pengkinian tarif PNBP; (iv) memberantas kegiatan illegal secara konsisten terutama pada sektor pertambangan dan perikanan; dan (v) segera menyelesaikan perubahan RUU PNBP.
- Secara lebih khusus, Fraksi FPKS melihat pemotongan target penerimaan PNBP dari sektor mineral dan batubara hingga sebesar Rp 24 Triliun menjadi early warning bagi Pemerintah untuk memperbaiki kinerja sektor Minerba. Fraksi PKS mendesak Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis guna mendongkrak PNBP dari sektor tersebut, mengingat besarnya potensi yang ada. Pemerintah harus mendorong penuntasan penataan izin usaha pertambangan (IUP) yang masih mengalami tumpang tindih lahan dengan kawasan perkebunan dan kehutanan. Berdasarkan audit yang dilakukan terdapat 4.296 ijin yang masih mengalami tumpang tindih. Selain itu, Pemerintah bisa memaksimalkan PNBP baik dari royalti maupun land rent.
- Fraksi PKS juga mengingatkan Pemerintah terkait dengan Ihtisar Hasil Pemeriksaan Semester II-2015 tentang penerimaan PNBP. Beberapa hal yang dimaksud adalah: (i) Pemerintah perlu menetapkan penyusanan anggaran penerimaan PNBP berdasarkan pada lifting migas yang disepakati SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam rencana kerja dan anggaran; dan (ii) persoalan penyetoran PNBP oleh beberapa Perwakilan RI di luar negeri yang terlambat dilakukan.
- Fraksi PKS mendesak Pemerintah terkait kejelasan program penghematan belanja, karena salah satu anggaran yang paling banyak mengalami pengurangan adalah pada fungsi belanja perlindungan sosial. Dalam kondisi perlambatan pertumbuhan sekarang, dan angka kemiskinan yang mengalami trend kenaikan, maka porsi belanja yang bersentuhan langsung dengan rakyat seharusnya perlu mendapat alokasi lebih baik. Pengurangan belanja sebaiknya difokuskan pada pemotongan anggaran operasional kementerian seperti anggaran dinas luar PNS, bukan pada anggaran program.
- Terkait dengan subsidi BBM, Fraksi PKS menilai pengurangan subsidi tetap untuk Solar dari sebesar Rp1.000 menjadi Rp500 yang akan dimulai 1 Juli adalah kebijakan yang kurang tepat karena daya beli masyarakat belum membaik. Subsidi Solar sangat penting mengingat Solar sebagai salah satu sumber energi utama bagi masyarakat, terutama untuk sektor transportasi sebagi salah satu penggerak utama perekonomian. Pengurangan subsidi akan memicu dan berdampak luas pada peningkatan beban dunia usaha, dan pada akhirnya akan dibebankan pada kenaikan harga-harga kepada rakyat secara luas. Disisi lain Pemerintah dituntut bekerja eksta untuk penghematan konsumsi Solar tersebut, dengan merealisasikan program diversifikasi energi untuk rakyat nelayan maupun pembangkit listrik yang selama ini bergantung pada bahan bakar Solar.
- Terkait dengan subsidi LPG 3 kg, Fraksi PKS menilai volume LPG 3 kg yang ditetapkan sebanyak 6.602 juta ton, secara umum sudah cukup sesuai karena jangkauannya yang sudah mencakup daerah Indonesia bagian timur. Fraksi PKS menilai pasokan LPG dalam negeri yang sebagian besar berasal dari impor, menjadikan kita sangat tergantung pada harga pasar dunia. Oleh karena itu, Pemerintah harus melakukan upaya khusus untuk mengurangi ketergantungan tersebut, misalnya dengan pembangunan jaringan gas kota maupun pengoptimalan teknologi pemanfaatan biomasa sebagai sumber energi alternatif bagi rumah tangga rakyat.
- Terkait penetapan subsidi listrik sebesar Rp 50,6 triliun, Fraksi PKS berpendapat bahwa keputusan bersama untuk menunda kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) harus dijalankan sepenuhnya oleh Pemerintah, mengingat hal ini dapat mengurangi beban rakyat. Kenaikan TTL dapat mempengaruhi dua hal: pertama, kemampuan konsumsi terutama rakyat miskin; dan kedua dapat mempercepat laju kenaikan harga-harga. Berdasarkan data BPS, komoditi listrik menyumbang 2,87 persen kemiskinan untuk wilayah perkotaan. Sedangkan, setiap kenaikan harga listrik dapat mendorong laju inflasi sebesar 0,2 persen. Penundaan kenaikan TTL dapat memberikan kelonggaran anggaran bagi rakyat secara luas.
- Fraksi PKS mendorong Pemerintah untuk terus meningkatkan kedaulatan dan ketahanan pangan. Data menunjukkan bahwa walaupun inflasi secara umum relatif rendah, akan tetapi inflasi harga pangan relatif tinggi, hingga mendekati 10 persen. Oleh sebab itu, kedaulatan dan ketahanan pangan menjadi kunci untuk mencegah kenaikan harga pangan yang membumbung tinggi dan menggerus daya beli rakyat. Oleh sebab itu, pos belanja yang bersinggungan langsung dengan peningkatan produksi pangan, seperti pos subsidi pupuk dan benih harus terus ditingkatkan. Demikian juga untuk program-program peningkatan produksi dan kesejahteraan nelayan.
- Menyikapi perkembangan geopolitik kawasan dan lingkungan yang berubah serta kebutuhan untuk terpenuhinya Minimum Essential Forces (MEF) sesuai dengan tahapan dan Renstra Pertahanan, Fraksi PKS memandang anggaran pertahanan seharusnya masih dapat ditingkatkan secara lebih memadai.
- Fraksi PKS memandang pengajuan kembali Penyertaan Modal Negara (PMN) pada APBNP 2016 meningkat Rp16,8 triliun menjadi Rp65 triliun masih perlu pembahasan lebih lanjut, sehingga targetnya lebih jelas. Fraksi PKS berpendapat, anggaran yang sangat besar tersebut seharusnya lebih penting dan mendesak dialokasikan langsung untuk program-program kesejahteraan yang mampu meningkatkan daya beli dan kesejahteraan rakyat ditengah tekanan ekonomi yang masih berat. Meski demikian, Fraksi PKS secara umum setuju untuk beberapa PMN yang diberikan terkait dengan program kesejahteraan, seperti PMN untuk BPJS Kesehatan dan untuk PLN, serta harus dibahas lebih lanjut dalam Komisi terkait.
- Pada hakikatnya Fraksi PKS mengapresiasi peningkatan Dana Transfer Ke Daerah yang ditetapkan mencapai Rp773,3 triliun sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi regional ke depan. Namun demikian, buruknya belanja pemerintah daerah pada Triwulan I-2016 menunjukkan upaya mendongkrak kontribusi belanja pemerintah terhadap PDB masih menghadapi berbagai kendala. Besarnya dana pemerintah daerah yang mengendap di perbankan bukan hanya berpengaruh terhadap terhambatnya pembangunan daerah, tetapi juga menjadi beban Pemerintah Pusat atau Bank Indonesia ketika dana tersebut ditempatkan oleh bank pada SUN atau instrumen Bank Indonesia. Hingga Mei 2016, diperkirakan terdapat Rp242 triliun dana APBD yang mengendap di perbankan nasional. Hal ini sangat disayangkan karena pada dasarnya dana tersebut dibutuhkan untuk menggerakan perekonomian Indonesia dan memiliki potensi untuk menciptakan multiplier effect yang besar.
- Fraksi PKS memandang perlunya peningkatan Dana Desa pada APBN-P 2016, mengingat besarnya ruang fiskal dari hasil pembahasan. Alokasi Dana Desa dalam pembahasan APBN-P 2016 tidak berubah dari APBN 2016 sebesar Rp46,9 triliun. Dana Desa dibutuhkan untuk menyokong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat desa. Realisasi dana desa juga perlu diperhatikan pencapaian hasil dan dampaknya, seperti kualitas pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan produktifitas di Desa.
Sesungguhnya, Fraksi PKS memandang Postur APBN-P Tahun 2016 belum kredibel dan banyak kelemahan sehingga masih membutuhkan pembahasan lebih lanjut. Tetapi untuk kemaslahatan negara dan rakyat secara luas, dengan mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menerima dengan beberapa catatan (minderheid nota) tersebut di atas, Hasil Pembahasan RUU APBN-P Tahun 2016 untuk dibawa ke Sidang Paripurna DPR RI.
Demikian pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, atas perhatian dan kesabaran Bapak/Ibu mendengarkan, kami ucapkan terima kasih.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 22 Ramadhan 1437 H
27 Juni 2016
PIMPINAN FRAKSI
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DPR-RI
Ketua, Sekretaris,
Jazuli Juwaini, Lc., MA DR. H. Sukamta
No. Anggota: A-117 No. Anggota : A-113