Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pendapat Mini Fraksi PKS DPR RI Terhadap RUU RI tentang Penetapan Perpu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

PENDAPAT MINI FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2022 TENTANG CIPTA KERJA MENJADI UNDANG-UNDANG

==============================================================

Disampaikan oleh :

Nomor Anggota :

 

Bismillahirrahmanirrahiim;

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Salam Sejahtera untuk kita semua

 

Yang kami hormati:

  • Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR-RI;
  • Panitia Perancang Undang-undang (PPUU) DPD-RI;
  • Menteri Koordinator Bidang Perekonomian beserta jajarannya;
  • Rekan-rekan wartawan; serta
  • Hadirin yang kami muliakan;

 

Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu WaTa’ala atas limpahan kasih sayang dan rahmat-Nya, kita bisa menghadiri Rapat Pleno sebagai bentuk tugas mulia kita dalam menjalankan amanah sebagai wakil rakyat. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘AlaihiWassallam, insan pilihan yang mengkhidmat kebijaksanaan dan kesalehan sosial sebagai tuntunan untuk memanusiakan manusia dalam bermasyarakat dengan berkeadilan dan kesejahteraan.

Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR-RI, Perwakilan DPD-RI, Perwakilan Pemerintah, rekan-rekan wartawan serta hadirin yang kami hormati;

 

Menyikapi Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang; Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) setelah melakukan pembahasan, kajian, dan pendalaman dengan memperhatikan aspirasi dan pandangan kritis dari para ahli, organisasi masyarakat sipil, stakeholder yang terdampak, serta masyarakat luas, izinkan kami Fraksi PKS menyampaikan catatan-catatan sebagai berikut:

 

PERTAMA; Fraksi PKS menilai bahwa penerbitan Perpu tentang Cipta Kerja BERTENTANGAN dengan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Pengujian Formil UU tentang Cipta Kerja karena TIDAK MENGAKOMODASI poin-poin perbaikan yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dalam perkara Pengujian Formil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUDNRI Tahun 1945, UU Cipta Kerja dinyatakan Cacat Formil/Inkonstitusional Bersyarat dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) Karena tata cara pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar; (2) Terjadinya perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden; (3) Bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, terutama asas keterbukaan karena pembentuk undang-undang tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal dan bermakna. Putusan Mahkamah Konstitusi ini sejalan dengan sikap penolakan Fraksi PKS yang disampaikan pada Rapat Paripurna DPR-RI pengesahan Omnibus Law UU tentang Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 lalu.

 

Dalam Putusan Pengujian Formil UU Cipta Kerja tersebut, Mahkamah Konstitusi memerintahkan hal-hal sebagai berikut: (1) Mahkamah Konstitusi memberikan kesempatan kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaiki UU tentang Cipta Kerja; (2) Mahkamah Konstitusi memerintahkan agar segera dibentuk landasan hukum yang baku tentang metode omnibus law. Hal ini sudah dilaksanakan dengan memasukan “Metode Omnibus” sebagai salah satu metode pembentukan peraturan perundangan-undangan dalam UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; (3) Mahkamah Konstitusi memberi batas waktu bagi pembentuk UU memperbaiki dan mengkaji kembali UU Cipta Kerja selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan (Putusan diucapkan pada 25 November 2021). Dengan demikian, Fraksi PKS menilai bahwa Perpu tentang Cipta Kerja sama sekali tidak menjawab amanat putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah menetapkan koridor perbaikan secara prosedural dan materiil terhadap UU tentang Cipta Kerja sehingga penerbitan Perpu ini TIDAK MENGGUGURKAN status “inkonstitusional bersyarat” terhadap UU tentang Cipta Kerja.

KEDUA; Fraksi PKS menyatakan dengan tegas bahwa Penerbitan Perpu tentang Cipta Kerja TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN adanya “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”. Fraksi PKS menilai alasan Pemerintah untuk menerbitkan Perpu tidak terukur dan kurang tepat, dibandingkan dengan melakukan revisi terhadap UU tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislasi di DPR sesuai dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Pengujian Formil UU tentang Cipta Kerja. Pemerintah menyatakan bahwa penerbitan Perpu tentang Cipta Kerja ini untuk merespon kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun geoplitik, serta untuk mengambil langkah cepat dan strategis untuk menghadapi kondisi tak menentu yang diakibatkan oleh Perang Rusia-Ukraina yang secara global mempengaruhi negara-negara di dunia yang mengalami ancaman inflasi, stagflasi, dan krisis multi sektor, sehingga Pemerintah beranggapan tidak bisa menunggu sampai berakhirnya tenggat waktu yang ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Pengujian Formil UU tentang Cipta Kerja yang berakhir pada 25 November 2023 mendatang.

 

Fraksi PKS menilai bahwa meskipun ekonomi global melambat, seperti sudah terjadi sejak pertengahan 2022, namun pemulihan ekonomi nasional relatif stabil. Kondisi saat ini justru menunjukkan tidak adanya potensi resesi, krisis, maupun ancaman inflasi tinggi. Ekonomi Indonesia tumbuh 5,72 persen pada triwulan III-2022 yang menunjukan tren pertumbuhan di atas 5 persen selama empat triwulan berturut-turut. Bahkan Indonesia dilihat sebagai salah satu negara yang relatif aman dari ancaman resesi. Terbaru, pertumbuhan ekonomi bahkan tumbuh mencapai 5,31 persen secara tahunan. Angka tersebut merupakan angka yang tertinggi sejak Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Seiring membaiknya pandemi, konsumsi rumah tangga sebagai penggerak utama perekonomian juga menguat, dari 4,3 persen di triwulan I-2022 menjadi 5,4 persen di triwulan IV-2022. Indonesia relatif tidak terdampak terhadap resesi sebab kita less connected dengan perekonomian global. Fraksi PKS menilai bahwa berdasarkan kondisi ekonomi tersebut, maka tidak ada urgensi yang genting dan mendesak yang bisa dijadikan dasar untuk Pemerintah menebitkan Perpu.

 

Berdasarkan Pasal 22 UUDNRI Tahun 1945, dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang (Perpu). Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, Mahkamah Konstitusi menetapkan 3 (tiga) syarat adanya kegentingan yang memaksa sehingga Perpu diperlukan yaitu: (1) Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang; (2) Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai; (3) Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Fraksi PKS beranggapan bahwa meskipun Presiden memiliki hak subjektif untuk menilai perihal kegentingan yang memaksa ini, namun penilaian tersebut haruslah sejalan dengan prinsip negara demokrasi konstitusional yang menjunjung tinggi hukum dan kepentingan masyarakat sebagai dasar pertimbangan utama. Alih-alih untuk menyelamatkan kondisi negara yang dianggap genting, penerbitan Perpu oleh Presiden tanpa batasan yang jelas dapat menimbulkan kesewenang-wenangan karena Perpu sejatinya bisa menjadi instrumen kekuasaan absolut yang dibenarkan oleh Konstitusi (constitutional dictatorship).

 

KETIGA; Fraksi PKS beranggapan bahwa keputusan Pemerintah untuk menerbitkan Perpu tentang Cipta Kerja dengan mengesampingkan pilihan untuk melakukan revisi UU tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislasi dengan melibatkan DPR yang merupakan representasi kekuasaan rakyat, merupakan manifestasi kekuasaan yang jauh dari penghormatan terhadap semangat demokrasi yang mengedepankan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya. Padahal pilihan penerbitan Perpu ini jelas mengandung konsekuensi bahwa DPR tidak dilibatkan dalam penyusunan normanya, tetapi hanya memiliki kewenangan untuk menyetujui atau tidak menyetujui setelah Perpu ditetapkan dan berlaku secara umum. Berbeda apabila perubahan UU tentang Cipta Kerja dilakukan bersama-sama dengan DPR, baik Pemerintah maupun DPR memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan masukan terhadap materi muatan/pasal dalam aturan tersebut. Bahkan, jika dilakukan perubahan UU tentang Cipta Kerja di DPR maka bisa dibuka partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya untuk memberikan kritik, masukan, maupun tanggapan terhadap substansi yang akan diatur/diubah.

 

Fraksi PKS menegaskan bahwa dalam melakukan perbaikan terhadap UU tentang Cipta Kerja harus melibatkan pihak yang pro dan kontra secara seimbang serta partisipasi masyarakat secara maksimal dan bermakna dari stakeholder dan semua kalangan masyarakat. Selain itu, untuk mengoptimalkan partisipasi publik, Fraksi PKS mendorong draft perbaikan UU tentang Cipta Kerja dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat luas sehingga memberikan kesempatan kepada publik untuk turut mengkritisi dan memberikan masukan. Sejatinya sebagai pemilik kedaulatan tertinggi, masyarakat memiliki hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained) dalam proses penyusunan kebijakan publik yang akan berdampak kepada masyarakat.

 

KEEMPAT; Fraksi PKS menyatakan secara tegas bahwa seharusnya Pemerintah bersama-sama dengan DPR melakukan perbaikan terhadap UU tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislasi biasa di DPR dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara maksimal dan bermakna sejalan dengan Asas Keterbukaan. Mengingat revisi ini merupakan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi, maka revisi UU tentang Cipta Kerja merupakan bagian dari penyusunan RUU Kumulatif Terbuka yang dapat dibahas kapan saja tanpa ditetapkan terlebih dahulu dalam Daftar Prolegnas Prioritas Tahunan maupun Prolegnas Jangka Menengah. Apalagi tenggat waktu 2 (dua) tahun yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi masih berlangsung sampai dengan 25 November 2023 mendatang.

 

Perbaikan terhadap UU tentang Cipta Kerja ini melalui mekanisme legislasi di DPR harus memenuhi syarat asas-asas pembentukan undang-undang yang baik serta memberikan kemudahan dan keleluasaan bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara maksimal dan bermakna karena penyusunan UU tentang Cipta Kerja sebelumnya dinyatakan cacat formil karena tidak memenuhi asas keterbukaan. Fraksi PKS menilai bahwa yang harus diperbaiki oleh Pembentuk UU adalah berkaitan dengan prosedur pembentukan UU tentang Cipta Kerja karena jelas bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Pengujian UU tentang Cipta Kerja adalah pengujian formil yaitu pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan UU. Meskipun demikian, tidak dapat dinafikan bahwa dalam proses perbaikan UU tentang Cipa Kerja tersebut juga pembentuk UU harus mengkaji kembali substansi yang menjadi keberatan dan polemik di tengah masyarakat.

 

KELIMA; Fraksi PKS memberikan catatan berkaitan dengan perubahan mekanisme penetapan kehalalan produk yang diatur dalam Perpu tentang Cipta Kerja, yang mengurangi jangka waktu dan mengakomodasi kelembagaan baru. Berdasarkan Pasal 33, penetapan kehalalan produk dilakukan oleh MUI, MUI Provinsi, MUI Kabupaten/Kota, atau Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh melalui Sidang Fatwa Halal yang memutuskan kehalalan produk paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak menerima hasil pengujian produk dari LPH. Sedangkan dalam Pasal 33 UU tentang Jaminan Produk Halal, ditentukan bahwa batas waktu untuk memutus kehalalan produk adalah 30 (tiga puluh) hari kerja. Selanjutnya, dalam Perpu tentang Cipta Kerja juga diatur bahwa apabila batas waktu 3 (tiga) hari kerja tersebut terlampaui, maka penetapan kehalalan produk dilakukan oleh Komite Fatwa Produk Halal. Dalam Pasal 33A Perpu tentang Cipta Kerja juga disebutkan bahwa dalam hal permohonan sertifikasi halal dilakulan oleh Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, penetapan kehalalan produk dilakukan oleh Komite Fatwa Produk Halal. Fraksi PKS menilai bahwa ketentuan penetapan kehalalan produk yang diatur dalam Perpu tentang Cipta Kerja bisa berpotensi mereduksi kewenangan MUI yang selama ini berwenang penuh menetapkan kehalalan produk, dengan dibentuknya Komite Fatwa Produk Halal yang terdiri atas unsur Ulama dan Akademisi yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Menteri (Pasal 33B) yang memiliki kewenangan penetapan kehalalan produk dalam kondisi yang diatur dalam Perpu tentang Cipta Kerja. Selain itu, berkurangnya jangka waktu untuk memutuskan kehalalan produk yang semula paling lama 30 (tiga puluh) hari menjadi hanya 3 (tiga) hari saja berdasarkan UU tentang Cipta Kerja, Fraksi PKS menilai diperlukan kajian yang mendalam karena semangat efektivitas tidak boleh mengorbankan kualitas pengujian produk agar tetap sesuai dengan standar kehalalan yang telah ditetapkan.

 

Fraksi PKS juga memberikan pendalaman terkait ketentuan tentang berlakunya Sertifikat Halal yang tidak diberikan jangka waktu yang jelas. Dalam Pasal 42 Perpu tentang Cipta Kerja, diatur bahwa Sertifikat Halal berlaku sejak diterbitkan oleh BPJPH dan tetap berlaku sepanjang tidak terdapat perubahan komposisi bahan dan/atau PPH. Pengaturan ini sangat berbeda dengan Pasal 42 UU tentang Jaminan Produk Halal dan Pasal 42 UU tentang Cipta Kerja yang mengatur secara jelas bahwa Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali apabila terdapat perubahan komposisi bahan. Fraksi PKS berpendapat bahwa pengaturan Sertifikat Halal yang berlaku tanpa batas waktu ini bisa berpotensi menimbulkan ketidakjelasan dalam praktik pembaruan Sertifikat Halal dan mengakibatkan minimnya pengawasan dari instansi terkait terhadap kualitas produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal karena berlaku tanpa batas waktu yang jelas.

 

KEENAM; Fraksi PKS juga memberikan catatan terhadap sejumlah pasal-pasal yang mengatur ketenagakerjaan dalam Perpu tentang Cipta Kerja yang menimbulkan ketidakpastian serta berpotensi merugikan kepentingan pekerja. Dalam Pasal 58 Ayat (1) dan Pasal 59 Ayat (1), ditegaskan bahwa Pekerjaan Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak dapat mensyaratkan masa percobaan kerja karena PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu menurut jenis dan sifatnya ataupun kegiatan pekerjaan yang akan selesai dalam waktu tertentu. Fraksi PKS menilai bahwa ketentuan ini bisa merugikan pekerja/buruh karena pekerja/buruh berpotensi dikontrak berkali-kali tanpa kejelasan karena tidak adanya Batasan periode kontrak kerja.

 

Dalam Pasal 64 Ayat (1) Perpu tentang Cipta Kerja, diatur bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis yang kemudian Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan tersebut. Fraksi PKS menilai bahwa ketentuan ini berpotensi merugikan buruh/pekerja karena tidak ada batasan jenis pekerjaan outsourcing padahal idealnya jenis pekerjaan outsourcing ini harus ditentukan agar pihak perusahaan tidak sewenang-wenang menentukan jenis pekerjaan outsourcing, misalnya untuk jenis-jenis pekerjaan pada kegiatan penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

 

Fraksi PKS juga memberikan perhatian terhadap ketentuan tentang pengupahan dalam Perpu tentang Cipta Kerja. Berdasarkan Pasal 88D Ayat (1) dan (2) Perpu tentang Cipta Kerja, diatur bahwa penentuan Upah Minimum Provinsi dan Kabupaten/Kota dihitung dengan menggunakan formula pengupahan Upah Minimum dengan mempertimbangkan variable pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan “indeks tertentu”. Selanjutnya, dalam Pasal 88F Perpu tentang Cipta Kerja, dinyatakan bahwa dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah Minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D Ayat (2). Fraksi PKS menilai bahwa adanya ketidakjelasan atas variabel “indeks tertentu” dalam formula pengupahan Upah Minimum yang diatur dalam Perpu tentang Cipta Kerja yang berpotensi merugikan pekerja/buruh karena penetapan formula Upah Minimum Provinsi dan Kabupaten/Kota bisa berubah kapan saja sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Apalagi ketentuan ini diperburuk dengan pemberian kewenangan yang besar kepada Pemerintah yang dalam keadaan tertentu bisa menetapkan formula penghitungan Upah Minimum tanpa mengacu pada formula pengupahan yang sudah ditetapkan. Fraksi PKS menilai ketentuan ini sangat tidak berpihak kepada kepentingan pekerja/buruh yang selama ini memperjuangkan sistem pengupahan yang layak, adil, dan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan pekerja/buruh.

 

Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR-RI, Perwakilan DPD-RI, Perwakilan Pemerintah, rekan-rekan wartawan serta hadirin yang kami hormati;

Berdasarkan catatan kami tersebut, dengan memohon taufik Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan MENOLAK Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk ditetapkan menjadi Undang-undang. Oleh karena itu, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) juga meminta agar Perpu tentang Cipta Kerja dicabut dengan mengatur segala akibat hukum dari pecabutan tersebut. Selain itu, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) juga mendorong agar dilakukan perbaikan terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melalui mekanisme perubahan undang-undang di DPR dengan melibatkan partisipasi publik secara bermakna dan maksimal sejalan dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian Formil UU Cipta Kerja.

 

Demikian Pendapat Fraksi PKS ini kami sampaikan. Semoga Rapat Pleno hari ini memperoleh kesimpulan yang terbaik, sebagai ikhtiar kita untuk menyusun undang-undang yang dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala meridhoi dan mencatat ikhtiar kita bersama dalam Rapat Pleno ini sebagai bagian dari amal terbaik kita untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia tercinta.

 

Atas perhatian Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR-RI, Perwakilan DPD-RI, Perwakilan Pemerintah, rekan-rekan wartawan serta hadirin sekalian kami ucapkan terima kasih.

 

Billahi taufiq wal hidayah

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

 

Simak Selengkapnya:

RUU tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja menjadi UU