Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Impor Pangan !, Anggota FPKS: Kado Pahit Jokowi Akhir Tahun 2022

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (30/12) — Disela-sela aktivitas reses, Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet memberikan catatannya terkait dengan ketahanan pangan nasional, Jumat (30/12).

Menurut Slamet, catatan ini merupakan pengingat pencapaian Pemerintah pada tahun ini yang masih perlu untuk ditingkatkan.

Food Estate

Pertama, kata Slamet, terkait dengan food estate yang merupakan salah satu program strategis nasional Presiden Joko Widodo yang termaktub dalam Perpres no 109 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Menurut Slamet, proyek Food estate ini lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Hal ini terlihat dari besarnya tanggapan masyarakat, bahwa proyek ini hanya buang-buang anggaran karena sudah terbukti merusak lingkungan.

“Proyek food estate ini lebih banyak masalahnya ketimbang manfaatnya, kondisi hutan sudah dibabat habis namun tanaman untuk food estate justru tak kunjung mendapatkan hasil yang memuaskan,” ungkap Slamet di Jakarta, Jumat (30/12).

Proyek food estate di beberapa daerah, lanjut Slamet, mendapat banyak kritikan dari elemen masyarakat misalnya Walhi, Greenpeace, litbang kompas yang menyebutkan bahwa proyek tersebut telah mendorong kerusakan lingkungan yang cukup luas khususnya di Kalimantan.

“Selain itu ancaman perubahan sosial, dan pangan tradisional akan semakin terancam dengan adanya proyek food estate ini,” ungkap Slamet.

Tata Kelola Beras

Kedua, Slamet menambahkan, terkait dengan tata kelola beras nasional. “Presiden Jokowi mengklaim bahwa selama 3 tahun terakhir tidak ada impor beras yang berbuntut pada penghargan International Rice Research Institute atas kinerja pemerintah menjaga kecukupan pangan beras nasional,” pungkasnya.

Namun menurut Slamet sebenarnya Indonesia tidak pernah setop impor beras, tercatat tahun 2019 bulog mengimpor 444508,8 ribu ton, 2020 356286,2 ton, dan tahun 2021 407741,4 dan tahun ini 500 ribu ton sudah di impor secara bertahap oleh perum bulog impor beras ini lebih kepada kesalahan tata kelola beras.

“Mulai dari persolan data beras yang tidak sama antara bulog dengan kementerian pertanian begitupula dengan rendahnya serapan Perum bulog saat terjadi panen raya hal ini menyebabkan bulog kewalahan mengatur stok Cadangan Beras pemerintah atau CBP,” jelas Slamet.

Impor Pangan

Ketiga, kata Slamet, terkait masih tingginya impor bahan pangan strategis seperti gula, garam dan beberapa komoditas lain.

“Impor gula Indonesia tahun 2021 mecapai 5,46 juta ton dan tahun 2022 pada bulan oktober saja sudah mencapai 4,6 juta ton,” sebut Slamet.

Dengan melihat fenomena impor pangan saat ini, imbuhnya, sebenarnya Indonesia ini sangat rentan dijajah pada sector pangan, gandum Indonesia adalah net importir dengan total 10 juta ton pertahun begitupun juga kedelai 70% merupakan kedelai impor, garam, gula dan masih banyak lagi sector pangan strategies yang sangat tergantung pada impor.

“Sebagai kado akhir tahun bisa saya katakana cita-cita pemerintah akan ketahanan pangan masih jauh dari harapan,” tegas slamet.

Mengutip dari CNBC dan BPS, Indonesia juga mengimpor beberapa komoditas rempah-rempah seperti cengkeh sebesar 21.604 Ton senilai US$ 189 juta atau Rp 2,9 triliun termasuk juga Lada yang didatangkan dari Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Australia yang nilai impornya mencapai US$ 2,5 juta atau setara Rp 39,5 miliar dengan volume impor 401,971 Ton.