Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat : Sektor Kesehatan dan Ketenagakerjaan sebagai Pondasi

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Oleh : Dr Kurniasih Mufidayati, M.Si
(Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi PKS)

Pandemi covid 19 yang telah memasuki tahun ketiga melanda Indonesia telah cukup mengguncang sistem kesehatan nasional. Wabah yang terlambat diantisipasi dengan baik telah menyebabkan Indonesia mengalami 3 kali puncak gelombang pandemi.

Puncak gelombang kedua akibat varian delta bahkan telah membuat sistem kesehatan nyaris kolaps dan menimbulkan korban jiwa yang cukup besar. Sampai 15 Agustus 2022 jumlah yang terkonfirmasi mencapai 6.286.362 orang dan korban meninggal dunia mencapai 157,252 orang dan masih terdapat 52.181 kasus aktif covid-19 di Indonesia

Pandemi covid-19 tidak hanya menimbulkan korban jiwa maupun pasien yang harus menjalani perawatan medis maupun isolasi mandiri, tapi juga menimbulkan dampak yang besar terhadap tatan sosial ekonomi maupun ketahanan sistem kesehatan kita.

Riset yang dilakukan UNICEF, UNDP, Prospera dan SMERU menunjukkan bahwa keluarga Indonesia menghadapi berbagai tantangan akibat pandemi covid-19, mulai dari guncangan ekonomi, kerawanan pangan, terhambatnya akses ke layanan kesehatan sampai munculnya tekanan psikologis. Sekitar 75% rumah tangga yang memiliki anak mengalami penurunan pendapatan dan menjadi rawan miskin.

Tantangan Pemulihan Sistem Kesehatan

Sistem kesehatan mengalami pukulan yang paling besar akibat pandemi covid-19. Pengendalian pandemi covid 19 sendiri setidaknya melibatkan tujuh komponen yaitu koordinasi, surveilansi, deteksi, pelayanan kesehatan, logistik, sumberdaya manusia (SDM), infomasi dan komunikasi. Peningkatan kasus yang cepat dan munculnya gelombang pandemi membuat daya tahan beberapa komponen mengalami penurunan seperti logistik (APD, obat, perlengkapan pendukung) yang tidak mencukupi kebutuhan, surveilans (tracing) yang tidak maksimal, SDM yang semakin dirasakan kurang, apalagi tidak sedikit tenaga medis yang berguguran dalam tugas penanganan pandemi.

Pelayanan kesehatan juga mengalami hambatan ketika beberapa fasilitas kesehatan harus tutup sementara akibat tenaga medis yang terpapar covid. Posyandu mulai terhenti kegiatannya saat kasus covid mulai meningkat, yang menyebabkan pemantauan kesehatan ibu dan anak menjadi berkurang.

Ketahanan sistem kesehatan sendiri merupakan suatu kondisi yang menunjukkan kapasitas pelaku kesehatan, institusi dan masyarakat untuk mempersiapkan dan merespon krisi secara efektif dan mempertahankan fungsi inti kesehatan saat krisis terjadi. Sistem kesehatan kita yang tidak siap plus kegamangan dalam mengambil kebijakan menghadapi pandemi covid 19 lalu menyebabkan penyebaran SARS-Cov2 menjadi begitu cepat di Indonesia.

Akibatnya saat gelombang pandemi mencapai puncaknya beberapa layanan kesehatan mengalami kolaps. Posyandu dan Posbindu yang melayani pemantauan kesehatan bayi, balita dan ibu hamil sempat terhenti. Demikian juga pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas dan Rumah Sakit.

WHO memang telah membuat alat evaluasi eksternal bersama (Joint External Evaluation/JEE) sejak 2016 untuk menilai kemampuan untuk mencegah, mendeteksi dan menanggapi keadaan darurat kesehatan masyarakat. Meskipun demikian, fasilitas kesehatan tetap rentan terhadap keadaan darurat kesehatan masyarakat.

Kondisi yang terjadi saat pandemi covid-19 menunjukkan masih lemahnya kita dalam melakukan pencegahan, deteksi dan tanggap darurat menghadapi wabah yang berakibat tingginya angka kasus maupun korban meninggal dunia.

Oleh karena itu penting bagi Indonesia untuk kembali melakukan penilaian kemampuan menghadapi kondisi darurat kesehatan masyarakat. Perlu dipertanyakan juga apakah Indonesia sudah mengembangkan rencana aksi untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi dalam indikator JEE.

Upaya untuk mempercepat pengendalian pandemi dan dampaknya yang masih berlangsung hingga saat ini memerlukan penguatan/reformasi sistem kesehatan masyarakat. Penanganan pandemi tidak cukup hanya dengan memperbesar cakupan vaksinasi dan angka positive rate maupun fatality rate yang bisa dikendalikan, namun hal yang lebih besar adalah bagaimana sistem kesehatan kita sudah dipulihkan dan memiliki ketahanan yang lebih kuat.

Sejauh ini belum terlihat kebijakan maupun langkah yang jelas dalam memulihkan ketahanan sistem kesehatan kita. Pandemi seperti dianggap sudah selesai namun ketahanan sistem kesehatan tidak dipulihkan.

Penguatan sistem kesehatan nasional dalam Health Sector Review (HSR) dilakukan dengan fokus pada penguatan pelayanan kesehatan dalam menghadapi penduduk yang semakin menua dan bonus demografi, penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan dan Angka Kematian Bayi (AKB), perbaikan gizi, pengendalian penyakit menular dan penyakit infeksi baru serta pengendalian penyakit tidak menular dan faktor resiko.

Ruang lingkup penguatan sistem kesehatan, penguatan pengawasan obat dan makanan, pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata, peningkatan efektivitas pembiayaan kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta penguatan tata kelola dan sistem informasi kesehatan.

Reformasi sistem kesehatan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai dampak dari pandemi tidak boleh mengabaikan komponen sistem kesehatan nasional ini. Penguatan sistem kesehatan nasional menjadi salah satu kunci dalam pemulihan negeri.

Membangkitkan Lagi Pasar Tenaga Kerja Lokal

Pandemi covid 19 juga telah memberikan dampak yang besar terhadap angkatan kerja dan pengangguran. Enam bulan pertama pandemi, Kementerian Tenaga Kerja melansir data 29 juta penduduk usia kerja yang terdampak covid 19 dan menambah pengangguran sebanyak 9,77 juta orang.

Kontribusi peningkatan pengangguran terbesar di kawasan Asia dan Pasifik terutama berasal dari kelompok pekerja informal yang terdiri dari jutaan pekerja berketerampilan rendah dengan upah rendah. BPS juga melansir data empat komponen kelompok penduduk usia kerja yang terdampak covid 19, yaitu (1) Pengangguran akibat covid-19, ( 2) Pengangguran bukan angkatan kerja akibat Covid-19, (3) tidak bekerja sementara karena Covid-19 dan (4) pekerja yang mengalami pemotongan jam kerjanya akibat Covid-19.

Hal yang cukup mengkhawatirkan adalah pandemi covid 19 telah meningkatkan jumlah pengangguran usia muda.

Katadata melansir data yang menunjukkan bahwa 960 ribu orang yang masih menganggur akibat covid-19 sampai pertengahan 2022, 40% nya berusia 15-24 tahun.

Jumlah ini sebetulnya sudah menurun dibanding saat enam bulan pertama covid-19 dimana jumlah yang menganggur akibat covid mencapai 2,56 juta orang. Alih-alih menikmati bonus demografi, kita justru dihadapkan pada ancaman peningkatan pengangguran di usia produktif. Tentu hal ini tidak boleh disepelekan, karena angkatan kerja akan terus bertambah

Pemerintah sendiri melakukan serangkaian upaya untuk pemulihan ekonomi khususnya untuk mengatasi peningkatan pengangguran akibat covid-19. Upaya tersebut diantaranya melalui paket stimulus ekonomi untuk dunia usaha, insentif pajak penghasilan bagi pekerja, jaring pengaman sosial melalui program bantuan sosial bagi pekerja formal dan informal, program Kartu Prakerja, perluasan program industri padat karya, dan perlindungan bagi para Pekerja Migran Indonesia.

Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah juga ingin melakukan reformasi di sektor ketenagakerjaan dengan mempermudah masuknya investasi, tetapi juga memberikan kepastian perlindungan dan peningkatan kesejahteraan bagi para pekerja. Namun sejauh mana upaya-upaya ini cukup efektif dalam mengatasi persoalan ketenagakerjaan yang terdampak akibat pandemi ? Sejauh mana UU Cipta kerja telah meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal ? Sejauh mana program Kartu Prakerja telah memberikan bekal yang baik untuk menyiapkan tenaga kerja di bursa lapangan kerja yang tersedia ?

Dalam setahun lebih pelaksanaanya, Kartu Prakerja justru menimbulkan banyak permasalahan dibanding keberhasilan dan efektivitas program dalam menyiapkan tenaga kerja berkualitas. Program ini bahkan lebih mendekati bantuan sosial daripada penyiapan tenaga kerja secara efektif, terutama sejak pandemi covid-19 berlangsung.

Banyak pelatihan kerja yang tidak sesuai dengan yang diharapkan maupun tidak tepat sasaran. Padahal jika program ini dikembalikan seperti tujuan awalnya yaitu meningkatkan jumlah sumber daya manusia yang unggul sesuai dengan kebutuhan dunia kerja serta meningkatkan keterampilan, agar bisa mendapatkan pekerjaan atau menjadi wirausahawan, tentu akan lebih baik. Pemerintah sendiri mengakui bahwa telah terjadi pergeseran fokus dari program ini karena tidak lagi sampai pada penyaluran tenaga kerja.

Pemerintah perlu mengembalikan lagi tujuan utama dari program Kartu Prakerja ini agar anggaran besar yang digelontorkan tidak sia-sia. Penyiapan tenaga kerja terampil maupun calon-calon wirausaha perlu diutamakan agar sejalan dengan kebijakan di level makroekonomi dan penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif di berbagai skala dan sektor.

Kemudahan investasi dan usaha juga harus diprioritaskan pada kegiatan usaha yang menyerap tenaga kerja lokal termasuk dengan mendorong tumbuhnya banyak wirausaha

Perlu Kebijakan yang Komprehensif dan Terintegrasi

Upaya pemulihan dari pandemi memerlukan kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi agar betul-betul bisa pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat.

Pemulihan sektor kesehatan harus menjadi salah satu pilar penting pemulihan melalui penguatan kembali sistem kesehatan nasional sehingga kita lebih tangguh dalam menghadapi situasi darurat kesehatan.

Pemulihan dan penguatan kembali kesehatan ibu dan anak termasuk mengejar ketertinggalan dalam penanganan stunting juga harus menjadi menjadi bagian penting dalam penguatan sistem kesehatan nasional karena menyangkut penyiapan generasi mendatang.

Pemulihan sektor kesehatan juga harus diarahkan pada penguatan kemandirian di sektor kesehatan dari sisi penyiapan SDM kesehatan berkualitas, pelayanan rumah sakit yang sakit baik, penguatan industri farmasi dan alat kesehatan di dalam negeri.

Momentum pemulihan ini juga harus menyentuh penelitian dan pengembangan vaksin di dalam negeri agar ketergantungan pada vaksin impor yang menguras anggaran yang besar, tidak terjadi lagi.

Belajar dari pandemi lalu, sektor kesehatan harus menjadi pondasi penting dalam pemulihan pada sektor-sektor lainnya dan kebangkitan ekonomi Indonesia.

Pengurangan anggaran kesehatan dari Rp. 256 Trilun dalam APBN 2022 menjadi diperkirakan sekitar Rp. 156 Triliun dalam RAPBN 2023 dengan meredanya pandemi diharapkan tidak membuat penguatan sistem ketahanan nasional diabaikan.

Selanjutnya, pemulihan juga dilakukan pada sektor ketenagakerjaan, dengan prioritas pada penanganan pengangguran akibat pandemi, membangkitkan lagi UMKM dan sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja lokal yang tinggi dengan dukungan insentif dan iklim usaha yang lebih baik.

Demikian pula dengan pekerja migran yang perlu dipulihkan lagi melalui diplomasi ekonomi dan memperbanyak Memorandum of Understanding (MoU) dengan negara-negara yang menjadi tujuan pengiriman PMI serta memperbaiki tata kelola pengiriman PMI ke luar negeri sejak dari pra pemberangkatan serta memperkuat perlindungan terhadap PMI dalam pemenuhan hak-haknya.