Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pemerintah Hapuskan Tenaga Honorer 2023, Wakil Ketua FPKS Ingatkan Potensi Ledakan Pengangguran

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (12/08) — Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani mengingatkan pemerintah akan potensi ledakan pengangguran apabila tenaga honorer dihapuskan dari instansi pemerintah berdasarkan Surat Menteri PAN-RB perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah nomor B/165/M.SM.02.03/2022.

“Penghapusan tenaga honorer setelah November 2023 akan menjadi beban negara karena serapan tenaga kerja menurun sehingga berpengaruh terhadap tingkat daya beli masyarakat. Padahal kita masih dalam upaya pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19,” kata Netty dalam keterangan medianya, Jumat (12/08).

Berdasarkan data Kemenpan RB, per Juni 2021, sebelum pelaksanaan CASN 2021, jumlah tenaga honorer (THK-II) Indonesia mencapai 410.010 orang.

“Banyaknya honorer yang berpotensi menjadi pengangguran ini bukan saja memengaruhi ekonomi, tapi juga akan memicu permasalahan sosial lainnya. Akibat daya beli turun, maka tidak menutup kemungkinan kriminalitas akan meningkat. Akibat daya beli turun, pangan bergizi akan sulit dipenuhi masyarakat. Dampaknya tentu akan berpengaruh pada upaya penurunan stunting dan masalah kesehatan lainnya,” katanya.

Oleh karena itu Netty meminta pemerintah membuat aturan turunan yang realistis, jelas dan berpihak kepada tenaga honorer.

“Sampai sekarang belum ada aturan turunan sebagai bukti nyata keberpihakan pemerintah terhadap permasalahan honorer. Artinya setelah November 2023 nanti, para honorer akan dihilangkan begitu saja, meskpiun ada yang sudah bekerja lebih dari sepuluh tahun,” kata Netty.

Politisi PKS ini berharap pemerintah mau mengakomodasi poin-poin tuntutan honorer yang disampaikan melalui unjuk rasa di Jawa Barat beberapa waktu yang lalu.

“Misalnya, tidak membuka tes ASN, CPNS, atau PPPK dari jalur umum dan mendahulukan mengangkat tenaga honorer yang sudah ada. Pemerintah pusat perlu mempertimbangkan adanya penambahan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pemda dengan nomenklatur defenitif, yaitu pembiayaan PPPK,” jelasnya.

Menurut Netty, adanya dana alokasi khusus defenitif tersebut penting mengingat pemerintah daerah akan kesulitan jika APBD dibebankan biaya alih status tenaga honorer.

“Selain itu, secara realitas di lapangan, pemda memang masih bergantung pada tenaga honorer dalam melakukan pelayanan pada masyarakat,” katanya.