Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Demi Penguatan BWI, Bukhori Minta Pemerintah Serius Kelola Wakaf dan Pemberdayaan Nazir

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (22/01) — Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori mengkritik struktur kelembagaan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang dinilai gemuk. Diisi oleh 25 anggota untuk kepengurusan 2021-2024 dan hanya diberikan anggaran Rp8 Miliar dari pemerintah, Bukhori mempertanyakan efektifitas kinerja lembaga tersebut.

“Saya pikir BWI ini terlalu besar di kepala sedangkan badannya kecil. Saya akui lembaga ini memiliki gagasan besar tentang wakaf, namun dari 25 orang ini berapa yang bekerja? Dengan model struktur kelembagaan seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah wakaf,” kritik Bukhori dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Kamis (21/1/2022).

Anggota DPR Fraksi PKS ini menilai pemerintah tidak serius dalam mengelola wakaf di Indonesia sehingga dirinya mengusulkan agar BWI dibubarkan. Dirinya juga mengkritik BWI yang dijadikan objek rangkap jabatan oleh pejabat di Kementerian Agama.

“Berkali-kali disampaikan, persoalan wakaf ada pada nazhirnya. Wakaf kita bisa berdaya, produktif, dan profesional karena kinerja nazhirnya. Di sisi lain, pemerintah melalui Kemenkeu pernah mengatakan bahwa wakaf tunai berpotensi untuk membantu pertumbuhan ekonomi, namun kenapa Kemenkeu enggan mengurus hal ini?” ujarnya.

Legislator Dapil Jateng 1 ini menambahkan, jika model badan wakaf seperti itu tetap dipertahankan, dirinya pesimis dengan proyeksi capaian kinerja pengelolaan wakaf yang telah dicanangkan BWI. Pasalnya, dengan struktur kelembagaan yang gemuk, ditambah anggaran dari pemerintah yang minim, hal tersebut dinilai akan membuat program strategis wakaf yang telah dicanangkan menjadi tidak realistis untuk diwujudkan.

Oleh karena itu, Bukhori mengusulkan kepada pemerintah supaya struktur kelembagaan BWI didesain secara rasional demi penguatan kelembagaan. Selain itu, dia juga meminta pemerintah serius dalam mengelola wakaf dan pemberdayaan nazir.

“Saya usulkan kepada pemerintah supaya rasional, terutama Kementerian Agama. Jangan jadikan BWI sebagai tempat duduk kedua. Semuanya dari sana, akhirnya yang kerja tidak ada. Saya pun pesimis melihat model badan wakaf seperti ini. Bayangkan dengan anggaran hanya Rp8 Miliar, diisi oleh 25 anggota, ditambah program dengan berbagai divisinya, lalu berapa kebagiannya? Untuk program literasi saja belum tentu ter-cover. Dengan demikian, bisa dikatakan lembaga ini diberi beban besar sehingga membuatnya tidak bisa bergerak,” paparnya.

Masih dalam kesempatan yang sama, Bukhori mempertanyakan perkembangan realisasi program sertifikasi tanah wakaf sebanyak 163.334 ribu bidang tanah yang dicanangkan oleh BWI pada 13 September 2021 silam. Sebab, Bukhori menerima sejumlah keluhan masyarakat yang belum merasakan manfaat dari kinerja BWI terkait program sertifikasi tanah wakaf.

“Masyarakat mengeluh. Mereka terpaksa melakukan sertifikasi tanah wakaf dengan uang pribadi. Padahal BWI dibentuk salah satunya untuk pecahkan masalah itu dan bisa memberi harapan untuk selesaikan persoalan umat Islam. Di luar itu, juga masih terdapat puluhan ribu wakaf pesantren maupun masjid yang belum disertifikasi. Lalu apabila terjadi sengketa, kemudian kalah, lantas siapa yang tanggung jawab?”

Bukhori juga mengusulkan supaya barang wakaf, seperti tanah wakaf, bisa dikecualikan dari pajak. Namun demikian, dirinya dapat menerima jika pengecualian tersebut tidak berlaku bagi unit bisnis yang berada di bawah naungan badan wakaf yang menghasilkan keuntungan. Walau demikian, dirinya menekankan agar nilai pajak dari unit bisnis itu dapat disesuaikan dan tidak disamaratakan dengan yang lain.

“Tanah wakaf semestinya tidak masuk dalam katagori barang keekonomian, misalnya tanah wakaf bisa dikecualikan dari pajak. Sebagai contoh, kita bisa melihat BPKH. Badan ini mengelola dana haji, dana umat. Awalnya, badan usaha mereka dikenakan pajak 15%. Namun setelah diperjuangkan, pajaknya bisa dibebaskan. Walhasil, BPKH bisa menghemat sekitar Rp1,3 Triliun yang sedianya untuk pajak, namun dikembalikan masyarakat dalam wujud dana kemaslahatan misalnya. Hal ini penting untuk dilihat dengan utuh oleh BWI dan saya harap bisa diperjuangkan,” pungkasnya.