Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Legislator PKS Usulkan RUU Tindak Pidana Kesusilaan Masuk Prolegnas Prioritas 2022

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (06/12) — Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf menyampaikan catatan Fraksi PKS dalam rapat kerja Badan Legislasi dengan pemerintah dan DPD RI terkait prolegnas prioritas tahun 2022 pada Senin, (06/12).

Mewakili Fraksi PKS, ada setidaknya 3 catatan yang disampaikan oleh Bukhori dalam kesempatan tersebut, pertama tentang keputusan MK terkait UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“UU cipta kerja ini memang membawa niat baik, namun karena pembahasannya dalam waktu yang singkat dan padat sehingga terkesan mengesampingkan hal-hal lain yang tidak dapat dipenuhi. Proses pembentukan produk undang-undang harus dilakukan berdasarkan asas penyusunan UU yang memperhatikan, mendengarkan dan berpihak pada rakyat.” Ujar Anggota Komisi VIII menegaskan bahwa asas pembentukan UU bukan hanya sekedar formalitas.

Kedua, Bukhori menyampaikan bahwa saat ini Indensia masih dalam kondisi prihatin di tengah pandemic Covid-19. Terlebih lagi munculnya isu varian baru, Omicron, yang semakin mengkhawatirkan.

“Di tengah kondisi ini, sudah sepatutnya semua potensi harus diutamakan untuk menyelamatkan anak-anak bangsa sembari memulihkan ekonomi negara. Sehingga, bila menimbang waktu, pembahasan RUU (Ibu Kota Negara) IKN dianggap tidak relevan karena ada hal mendesak lain yang perlu diperhatikan.” Sahut Anggota Baleg tersebut.

Catatan ketiga berisi tentang 29 RUU yang diusulkan oleh Fraksi PKS, dua RUU yang disampaikan oleh Bukhori dalam kesempatan tersebut adalah RUU tentang Bank Makanan dan RUU Tindak Pidana Kesusilaan. RUU Bank Makanan ini dimaksudkan untuk memayungi pendistribusian sisa makanan lembaga, LSM, dan filantropi untuk masyarakat yang membutuhkan.

“Kami mengusulkan RUU Tindak Pidana Kesusilaan sebagai komparasi terhadap RUU TPKS. Kami menilai RUU TPKS tidak menjangkau aspek kebebasan seksual (free sex) dan penyimpangan seksual (LGBT) sehingga perlu ada payung hukum yang lebih komprehensif.” Jelas Bukhori.

Lebih lanjut, putusan MK No. 46 pada Desember 2017 telah menyetujui tuntutan AILA terkait uji materi pasal-pasal kesusilaan terkait perzinaan dan LGBT. Di sisi lain, DPR sebagai legislator memang memiliki wewenang untuk menyusun UU.