
Jakarta (23/11) — Anggota DPR sekaligus Wakil Ketua MPR-RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa Pancasila merupakan ideologi dan dasar Negara Indonesia, yang disepakati oleh Bapak-Bapak Bangsa sebagai ikatan legal konstitusional yang juga mengesahkan kokoh kuatnya hubungan antara agama dan negara di Indonesia, sehingga upaya untuk menafikan-nya atau membenturkan diantara keduanya, sebagaimana dilontarkan oleh beberapa pihak yang berujung pada tuntutan untuk pembubaran MUI maupun Kementerian Agama, merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan konstitusi dan dengan kenegarawanan Bapak-Bapak Bangsa saat menyepakati Pancasila dengan Sila Pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai Dasar dan Ideologi Negara Indonesia Merdeka.
Sila pertama Pancasila, imbuh Hidayat, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa dinyatakan oleh Bung Hatta sebagai prinsip spiritual yang terus mengilhami dan menerangi sila kedua hingga kelima dengan kandungan nilai sosial-ekonomi-politiknya.
Baca juga: Nasir Djamil: Kalau Dugaan Menteri Terlibat Bisnis PCR Benar, Itu Mengkhianati Pancasila
“Konstruksi Pancasila yang dimulai dengan nilai Spiritual itu merupakan kesepakatan final Bapak-bapak Bangsa pada 18 Agustus 1945 yang terhimpun dalam PPKI yang anggotanya terdiri dari tokoh-tokoh Nasionalis Kebangsaan seperti Bung Karno, Bung Hatta, Prof Soepomo, maupun Nasionalis Keagamaan, baik Muslim seperti Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim, Mr Kasman Singodimejo, Mr Teuku Muhammad Hasan, maupun non Muslim seperti J Latuharhari, GSJ Sam Ratulangi, I Goesti Ketoet Poedja,” jelas pria yang akrab disapa HNW ini.
Bahkan, kata HNW, kesepakatan itu tidak hanya diletakkan di Pancasila, namun juga pada batang tubuh UUD NRI 1945 yakni Bab XI pasal 29 ayat 1 bahwa; Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Bukti nyata lainnya terkait diterimanya hubungan agama dan negara adalah penggunaan kata serapan dari bahasa arab yaitu bahasa yang dipergunakan dalam rujukan Agama Islam, itu ada dalam Pancasila sila ke-2 (adil, adab), sila ke-4 (rakyat, hikmat, musyawarat, wakil), dan ke-5 (adil, rakyat). Dalam alinea ke tiga pembukaan UUD 1945 juga ada ungkapan ‘berkat, rahmat, Allah, rakyat’, itu semua serapan dari bahasa Arab,” ujar HNW.
Baca juga: Bertemu Konstituen, Teddy Ingatkan Pentingnya Norma Agama dalam Meneguhkan Pancasila
Memang, lanjut HNW, bukan berarti Negara Indonesia berdasarkan Agama tertentu, tetapi pasti Republik Indonesia juga bukan negara Sekuler apalagi Atheis/Komunis yang anti Agama.
“Bahkan dalam alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 jelas disebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah ‘atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa’. Suatu ungkapan yang sangat religius pada dokumen politik yang memposisikan Indonesia Merdeka bukanlah dengan semangat sekularisme, liberalisme, apalagi ateisme, komunisme, dan anti Agama. Dan menurut Dr Radjiman Wedjodiningrat, Ketua BPUPK, pernyataan dalam alinea ke 3 Piagam Jakarta yang menjadi Pembukaan UUD 1945 itu merupakan kesepakatan yang diterima oleh BPUPK pasca sidang mereka yang ke dua pada tanggal 14 Juli 1945,” terang HNW.
Maka, ungkapnya, menafikan bahkan melarang atau mengkriminalkan keterhubungan antara Beragama dan Bernegara, serta memojokkan (banyaknya) Bahasa Arab sebagai ciri terorisme maupun radikalisme, adalah laku melupakan bahkan memanipulasi sejarah, menebar saling curiga yang bisa jadi pintu besar yang meretakkan kesatu-paduan Bangsa, karena tidak merawat dan melaksanakan warisan kenegarawanan yang telah disepakati dan dipraktikkan oleh Bapak-Bapak Bangsa di Panitia Sembilan, BPUPK, dan PPKI. Yang justru dengan latar afiliasi politik dan beragama anggotanya yang beragam-ragam itu, mereka berkompromi menghadirkan NKRI dengan mengakui hubungan yang menyatu antara beragama dan bernegara,” ujar Hidayat saat memberikan sosialisasi 4 pilar MPR kepada keluarga besar PKS di Tanah Abang, Jakarta (22/11/2021).
Baca juga: HNW: Pemuda Harus Waspadai Pengaburan Sejarah, Bangun Soliditas Jaga NKRI dan Pancasila
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menegaskan, sekalipun terus ada upaya pemecah belahan hubungan antara beragama dan bernegara, tetapi melalui Pancasila dan UUD 1945 keterkaitan erat antara keduanya adalah bagian dari fakta historis jati diri/fitrahnya Bangsa dan Negara Indonesia, juga merupakan
bagian dari perjalanan kehidupan berkonstitusi di Indonesia. Begitu mendarah-dagingnya hubungan kuat antara beragama dan bernegara tersebut maka dalam setiap peristiwa besar terkait dasar Negara Republik Indonesia, selalu saja soal Ketuhanan YME dipentingkan dan tidak pernah ditinggalkan.
Itulah karenanya UUD RIS, UUDS 1950 juga menyebut Pancasila dengan Ketuhanan YME sebagai Dasar Negara. Dekrit Presiden Bung Karno 5/7/1959 juga menegaskan posisi konstitusional daripada Piagam Jakarta yang menjiwai dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Konstitusi (UUD 1945), dan dalam Piagam Jakarta (22 Juni 1945) itu Sila 1 dari Pancasila nya malah ‘Ketuhanan dengan Kewajiban Melaksanakan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya’.
Baca juga: HNW: Tolak Terorisme, Tolak Pembubaran MUI dan Dukung Eksistensinya
“Bahkan pada era Reformasi sekali pun, ketika UUD 45 diamandemen, tetap saja disepakati secara bulat bahwa Pembukaan UUD 45 tidak bisa dilakukan perubahan, dan di dalam Pembukaan itu ada Pancasila yang final disepakati oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, dengan sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.
HNW sapaan akrabnya mengingatkan, memisahkan antara agama dan negara apalagi mengkriminalkannya adalah ideologi asing yang tak diterima oleh Bapak-Bapak Bangsa, karenanya tidak mereka sepakati dalam konstitusi Indonesia. Menghadirkan permusuhan dan kontroversi antara urusan agama dan negara juga bukan laku kenegarawanan yang dicontohkan oleh para Bapak bangsa. Ketika para tokoh Nasionalis Keagamaan dari Umat Islam menyampaikan argumentasi dalam sidang BPUPKI maupun Panitia 9, terkait dasar negara yang bernuansa keislaman dan keagamaan, tidak ada tuduhan radikalisme maupun terorisme yang disematkan kepada mereka. Juga ketika para tokoh Nasionalis Kebangsaan menyampaikan gagasan dasar negara dengan nuansa kebangsaan, tidak ada tuduhan sebagai kafir atau tidak beragama. Justru di antara kedua kelompok ini saling berdiskusi dan berargumentasi dengan baik untuk akhirnya berkompromi, bersama-sama mencari solusi, merumuskan dan menyepakati dasar negara, dengan menghormati aspirasi dari seluruh pihak.
Baca juga: MA Kurangi Vonis Habib Rizieq, HNW: Belum Penuhi Rasa Keadilan, Dukung Pengajuan PK
“Karenanya, manuver sebagian pihak untuk mengkriminalkan pengaitan Agama dalam Bernegara, dan untuk memisahkan antara keduanya dengan menunggangi isu terorisme, bisa jadi membahayakan kokoh kuatnya kebersamaan menerima Pancasila dalam rumusan finalnya pada 18 Agustus 1945, dan bisa membahayakan keutuhan dan kebersamaan dalam menegakkan NKRI,” lanjutnya.
“Maka makin dipentingkan memahami sejarah dan konteks dari Pancasila dan UUD 1945, apalagi bagi partai-partai Politik, termasuk Partai Islam, agar semua pihak berkontribusi melanjutkan kenegarawanan Bapak-Bapak Bangsa, menghadirkan relasi yang positif konstruktif antara beragama dan bernegara, untuk menghentikan manuver seperti dorongan untuk tidak mencampurkan Agama ke dalam bernegara/politik sebagaimana dimunculkan kembali oleh sebagian pihak itu. Karena itu adalah manuver inkonstitusional dan ahistoris karena tidak sesuai dengan warisan keteladanan dan kenegarawanan yang diwariskan oleh Bapak dan Ibu Bangsa. Gerakan mencurigai dan menegatifkan relasi Agama dan Negara di Indonesia yang mayoritas mutlaknya beragama Islam, juga tidak membantu menguatkan NKRI, dan malah bisa menguatkan gerakan yang anti Agama dengan mengadu domba antara Umat beragama Islam dengan Negara dan sebaliknya, yang bisa melemahkan NKRI, dan menguatkan separatisme. Di saat Bangsa ini, akibat dampak-dampak dari covid-19, justru memerlukan hal-hal yang bisa menyemangati dan menguatkan kesatu-paduan mereka sebagai Bangsa yang merdeka, yang beragama baik danmasih mempunyai harapan berkat dan rahmat Allah untuk mengatasi tantangan bangsa dari penjajahan gaya baru yaitu pandemi covid-19 dengan segala dampaknya,” pungkasnya.
Baca juga: Lomba Biografi Tokoh Nasional, HNW : PKS Beri Aksi Konkrit Cinta Negara