Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

HNW Serap Aspirasi Pimpinan Aisyiyah Jakarta Pusat, Mengapresiasi PKS agar Lanjutkan Perjuangan Tolak UU Cipta Kerja

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (16/10) — Dalam rangka reses, Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Hidayat Nur Wahid, bertemu langsung dengan konstituennya, antara lain, dengan kegiatan temu “serap aspirasi” Pimpinan Daerah Aisyiyah Jakarta Pusat, sekalipun secara virtual.

Salah satu aspirasi yang disampaikan oleh Warga ternyata adalah mereka mengapresiasi dan karenanya agar Hidayat dan PKS terus menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, produk perundangan yang mereka nilai bermasalah dan merugikan rakyat dan Umat tersebut.

Salah seorang Pimpinan Daerah Aisyiyah Jakarta Pusat Syamsidar Siregar mengapresiasi dan menyatakan via virtual.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada Fraksi PKS yang telah menolak Omnibus Law RUU Ciptaker di DPR,” ujarnya dalam kegiatan serap aspirasi secara daring di Jakarta, Rabu(14/10/2020).

Syamsidar berharap agar selain menolak Omnibus Law RUU Ciptaker, HNW bersama FPKS juga ikut mengawal keberatan dan penolakan sejumlah kalangan selain Aisyiyah dan Muhammadiyah seperti mahasiswa dan buruh, yang disampaikan melalui demonstrasi secara damai.

Ia juga berharap tidak ada lagi kekerasan yang terjadi saat penyampaian aspirasi melalui demonstrasi penolakan RUU Ciptaker itu, dan meminta agar segera diusut tuntas oknum yang melakukan kekerasan.

Selanjutnya, Tina dari Pimpinan Cabang Aisyiyah Gambir (Jakpus), dan pimpinan yang lain juga sampaikan apresiasi dan aspirasi, antara lain, agar bantuan operasional (BOP) dari Kemenag untuk Madrasah/TPQ dan Pesantren bisa berlanjut tanpa potongan apapun, juga agar program sertifikasi wakaf baik untuk madrasah/masjid/musholla supaya sepenuhnya dibiayai oleh Pemerintah.

Mereka juga mendukung perjuangan PKS agar Kementerian PPPA dikuatkan fungsi dan anggarannya, agar bisa melaksanakan program memberdayakan perempuan dan melindungi anak-anak, yakni dua komunitas yang sangat penting dan merupakan mayoritas WNI. Namun anggaran untuk mereka bahkan kalah oleh anggaran satu Dirjen (Dayasos) di Kementerian Sosial.

Merespons aspirasi-aspirasi yang disampaikan oleh Warga/Pimpinan Aisyiyah di Jakarta Pusat, HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid menyampaikan terima kasih atas kepercayaan Pimpinan Aisyiyah Jakarta Pusat kepada sikap dan perjuangan PKS menolak RUU Ciptakerja.

HNW memohon doa dan menyanggupi untuk melaksanakan aspirasi warga dengan tetap istiqamah dan mengawal UU tersebut, yang juga sesuai dengan aspirasi para Buruh, profesional dan Ormas-Ormas keAgamaan.

HNW menjelaskan bahwa pihaknya menolak RUU Ciptaker karena dalam konsep awalnya RUU itu lebih banyak mudharatnya, dan hingga akhirnya ternyata masih mengandung banyak mudharat.

HNW menuturkan bahwa pada draft awal, ada banyak konten yang bertentangan dengan UUD NRI 1945 seperti ketentuan Pasal 170, atau ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan Putusan MK, sekalipun ada yang bisa dikoreksi, tetapi tetap saja banyak masalah dalam RUU tersebut, termasuk kondisi ketidakpastian hukum akibat banyaknya pasal yang menyerahkan sepenuhnya pengaturan kepada aturan turunan, seperti Peraturan Pemerintah (PP), sehingga menimbulkan masalah hierarki, dan aturan itu sampai sekarang tidak jelas bagaimana bunyinya.

“Dengan demikian maka tujuan awal untuk menyederhanakan aturan perundangan malah menjadi rumit dan malah hadirkan ketidaksederhanaan aturan hukum”, pungkasnya.

Belum lagi, lanjut HNW, pembahasan dan pengesahannya yang terburu-buru dikhawatirkan banyak ketentuan yang diputuskan dengan cara yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat maupun kesesuaian dengan aturan hukum yang ada.

“Proses pengesahannya pun menimbulkan tanda tanya besar karena tidak sesuai dengan Tatib DPR, sejak di tingkat I dengan tidak dibacakannya draft akhir yang disepakati dan diparaf pada setiap lembarnya, dan juga dalam proses persetujuan RUU itu di tingkat II atau rapat paripurna,” jelasnya.

HNW juga melihat beberapa persoalan lain, seperti dari sisi peng-agendaan rapatp paripurna yang awalnya diagendakan pada (08/10/2020), lalu dimajukan menjadi pada 5 Oktober 2020.

Lalu, lanjutnya, ada perubahan jumlah halaman final RUU setelah persetujuan di rapat paripurna, dari 905 halaman menjadi 812 halaman, dengan berbagai penambahan frasa dan ketentuan hukum baru.

“Jadi sangat wajar, UU yang kontroversial ini perlu terus dikritisi, bahkan karena banyaknya masalah dan penolakan publik, agar dimintakan kepada Presiden Jokowi untuk terbitkan Perppu guna cabut UU Ciptater tersebut,” ujarnya.

Ia menambahkan penolakan terhadap RUU Ciptaker itu sejatinya juga sebagai bentuk dari meneruskan aspirasi dari umat yang telah disampaikan oleh ormas-ormas Islam, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah (dan tentunya Aisyiyah), Nahdlatul Ulama, Konggres Umat Islam ke VII, Serikat-Serikat Pekerja dan lain-lain.

“Ini sesungguhnya juga aspirasi perjuangan banyak Ormas, yang kami sampaikan dan perjuangkan di DPR,” tukasnya.

Selain itu, HNW juga sepakat dengan aspirasi mereka soal perlu adanya pengusutan tuntas kekerasan yang terjadi dalam demonstrasi penolakan RUU Ciptaker itu.

“Beragam tindakan anarkis dan kekerasan, termasuk yang dialami oleh tenaga medis Muhammadiyah dan juga penangkapan sejumlah aktivis itu memang harus dikritisi, dikoreksi, dan tak boleh diulangi lagi. Dan pengusutan terhadap mereka yang lakukan tindakan anarkis dengan pelemparan batu, pembakaran fasilitas-fasilitas umum, perlu juga diusut tegas dan tuntas,” tukasnya.

HNW juga menyampaikan bahwa aspirasi mereka terkait dengan BOP, itu sudah menjadi sikap FPKS dan akan terus diperjuangkan. “Demikian juga soal penggratisan biaya sertifikasi wakaf,” tutup Wakil Ketua MPR RI ini.