Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Pandangan Fraksi PKS DPR RI Terhadap Keterangan Pemerintah Mengenai Rancangan UU Tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2019

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Disampaikan Oleh : H. Rofik Hananto, S.E.
No. Anggota : A-443
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pimpinan dan Anggota DPR RI, Saudara Menteri beserta jajaran, serta hadirin yang kami hormati.

Pertama-tama, mari kita bersama-sama mengucapkan rasa syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT karena hari-hari ini kita semua diberikan kesempatan untuk bisa merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75 dalam kondisi sehat wal afiat. Semoga Allah SWT terus melindungi dan mencurahkan kasih sayangnya untuk Negara kita tercinta. Kedua, mari kita haturkan doa untuk para pahlawan para pendiri bangsa yang telah berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Selain itu, mari kita juga berdo’a untuk para tenaga medis yang berjuang keras, juga untuk rakyat yang menjadi korban Pandemi COVID-19. Mereka adalah para pahlawan masa kini yang terus-menerus tiada henti berjuang membantu rakyat di masa pandemi. Semoga jasa-jasa dan pengorbanan mereka semua mendapat balasan yang terbaik dari Allah SWT.

Selanjutnya, dalam menyikapi Keterangan Pemerintah Mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pertangungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2019, yang telah disampaikan Pemerintah kepada DPR pada Rapat Paripurna DPR-RI, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memandang perlu memberikan beberapa catatan penting.

Secara umum, Fraksi PKS menilai bahwa kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan APBN Tahun 2019 masih kurang memuaskan, sehingga berdampak tidak optimalnya pembangunan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23 Ayat 1. Selain itu terkait dengan kualitas akuntabilitas keuangan Negara, Fraksi PKS juga mendesak Pemerintah untuk meningkatkan penyajian dua Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) yang belum memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), serta memberikan perhatian serius atas satu LKKL yang mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP/Disclaimer).

Hadirin yang Kami Muliakan,
Fraksi PKS memberikan catatan secara lebih khusus sebagai berikut:

1. Fraksi PKS memandang pemerintah belum mampu memenuhi target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan dalam APBN 2019 sebesar 5,3 persen. Pada 2019 realisasi pertumbuhan ekonomi hanya 5,02 persen. Fraksi PKS mencermati kandasnya pencapaian target pertumbuhan yang ditetapkan pada APBN sudah terjadi sejak 2015 dan terus terjadi hingga akhir periode pemerintahan. Kegagalan tersebut menyebabkan upaya menekan angka kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan semakin lamban. Fraksi PKS juga menilai tidak tercapainya sebagian besar target-target RPJMN 2015-2019 menjadi catatan buruk kinerja pemerintah. Kondisi tersebut menunjukkan pemerintah tidak sepenuhnya mampu memenuhi harapan rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan.

2. Fraksi PKS mencatat ketidakberhasilan target pertumbuhan ekonomi karena struktur ekonomi nasional terus bergantung pada sektor konsumsi. Porsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB pada 2019 mencapai 56,62 persen; meningkat dari 55,76 persen pada 2018. Hal ini menunjukkan ekonomi nasional semakin rapuh karena bergantung pada konsumsi. Peranan belanja pemerintah hanya 8,75 persen. Angka ini sangat rendah untuk mendukung ekspansi pemerintah. Sementara itu, menurut angka realisasi LKPP tahun 2019, realisasi belanja negara mencapai Rp2.309 triliun. Kontribusi APBN terhadap PDB tahun 2019 turun dibandingkan tahun 2018. Pada 2019 angkanya hanya mencapai 14,58 persen dari PDB. Dengan memerhatikan angka tersebut, terlihat bahwa kualitas dan efektifitas belanja pemerintah cukup buruk. Gap antara potensi ideal dengan realisasi sekitar 6 persen.

3. Fraksi PKS mengkhawatirkan perlambatan pertumbuhan investasi di Indonesia. Pada 2019, total investasi hanya tumbuh 12 persen saja. Penyerapan tenaga kerja mencapai 1,03 juta orang sepanjang 2019; meningkat dari 960 ribu orang pada 2018; namun lebih rendah dari tahun 2017, 1,34 juta orang. Bagian lain yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah semakin kecilnya realisasi investasi pada sektor sekunder atau industri. Pada 2019, porsi realisasi investasi pada sektor sekunder hanya 26,7 persen. Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia karena berdampak signifikan terhadap iklim investasi dan perekonomian secara keseluruhan. Pada 2019, peringkat indeks persepsi korupsi Indonesia berada pada level 85 dari 180 negara. Di Asia Tenggara indeks persepsi korupsi Indonesia masih dibawah Singapura, Brunei dan Malaysia.

4. Fraksi PKS memandang ketidakberhasilan pemerintah mencapai target inflasi berdampak pada menurunnya daya beli rakyat. Inflasi umum pada 2019 mencapai 2,72 persen; namun inflasi bahan pangan (volatile food inflation) justru melambung hingga 4,3 persen. Inflasi bahan pangan lebih tinggi dibandingkan kenaikan upah harian buruh tani, hanya 3,19 persen. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa ekonomi rumah tangga menengah ke bawah terus tergerus karena lemahnya Pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan. Nilai Tukar Petani (NTP) pada 2019 mencapai 104,46. Angka tersebut hanya naik sedikit 1,9 poin dari tahun sebelumnya, dan belum mampu menyamai level 117,34 pada tahun 2004.

5. Fraksi PKS menilai bahwa ketimpangan angka kemiskinan di Indonesia masih besar. Angka kemiskinan di perdesaan mencapai 12,6 persen dan di perkotaan 6,56 persen. Angka kemiskinan menurut pulau pun cukup mengkhawatirkan. Hanya Jawa (8,29 persen) dan Kalimantan (5,81 persen) yang memiliki angka kemiskinan di bawah nasional. Kemiskinan di perdesaan cukup tinggi. Misalnya, di Maluku dan Papua, kemiskinan di perdesaan mencapai 28,28 persen; sedangkan di Bali dan Nusa Tenggara mencapai 17,5 persen. Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk fokus pada penurunan angka kemiskinan pada 16 provinsi yang merupakan kantong-kantong kemiskinan di Indonesia.

6. Fraksi PKS mendesak Pemerintah untuk meningkatkan efektivitas program-program penciptaan lapangan kerja. Sepanjang Agustus 2019, jumlah pengangguran di Indonesia naik menjadi 7,05 juta orang; sedangkan pada Agustus 2018 sebanyak 7 juta. Selama periode tersebut jumlah penganguran naik 0,71 persen. Fraksi PKS mencermati masih tingginya tenaga kerja informal per Agustus 2019, mencapai 55,72 persen dari total tenaga kerja Indonesia atau mencapai 70,49 juta jiwa. Sementara itu penyerapan tenaga kerja sektor padat karya terus menurun. Pada Agustus 2019, sektor tersebut hanya menyerap 43,42 persen dari tenaga kerja nasional. Fraksi PKS juga mendesak pemerintah untuk mengejar pertumbuhan inklusif agar ketimpangan pendapatan dan ketimpangan penguasaan asset dapat ditekan lebih cepat. Hingga Maret 2019, gini ratio masih tinggi mencapai 0,38. Gini rasio di perkotaan mencapai 0,391 dan di perdesaan 0,315. Lonjakan gini ratio menunjukkan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi bias ke golongan atas. Demikian pula terjadi pelambatan pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), salah satunya adalah dimensi pengetahuan, yang mencakup dua komponen yaitu Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Perlambatan pada dimensi pengetahuan harus segera diantisipasi dan diselesaikan secara tuntas.

7. Fraksi PKS mencermati rendahnya realisasi Pendapatan Negara yang hanya sebesar 90,6 persen dari target. Hal ini diperburuk dengan realisasi penerimaan perpajakan yang hanya mencapai 86,55 persen. Rendahnya realisasi penerimaan perpajakan menyebabkan defisit semakin melebar, sehingga mendorong Pemerintah menerbitkan utang publik baru, yang pada akhirnya menambah beban bunga pada APBN.

8. Fraksi PKS menilai kebijakan insentif perpajakan yang telah menelan biaya lebih dari Rp 600 triliun belum memperlihatkan hasil. Belanja perpajakan Indonesia terus meningkat, akan tetapi investasi untuk sektor-sektor industri prioritas masih jalan di tempat. Pada tahun 2019, realisasi investasi pada industri yang mendapat fasilitas perpajakan seperti logam dasar dan pertambangan hanya mencapai 15 persen dari total realisasi investasi, kalah jauh dari sektor jasa (total 57,5 persen) yang justru minim mendapatkan fasilitas insentif perpajakan. Fraksi PKS menilai bahwa tanpa adanya reformasi dalam administrasi perpajakan, maka sejumlah insentif perpajakan yang diberikan tidak akan menciptakan hasil yang diinginkan. Fraksi PKS juga berpandangan diperlukan kebijakan perpajakan untuk menggerakan konsumsi di masa pandemi bagi masyarakat berpenghasilan sampai dengan Rp8 juta.

9. Fraksi PKS memandang Pemerintah tidak berhasil mendorong peningkatan tax ratio Indonesia yang selama lima tahun ini justru mengalami penurunan, dari 10,85 persen (2014) menjadi hanya 9,76 persen (2019). Fraksi PKS mendesak Pemerintah untuk meningkatkan tax ratio Indonesia dengan memperluas basis perpajakan, terutama kepada Wajib Pajak (WP) yang berada di luar negeri dan memiliki aktifitas ekonomi di Dalam Negeri, mendorong kepatuhan wajib pajak dan kepastian hukum perpajakan. Fraksi PKS berpendapat, langkah lain yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan efisiensi mekanisme restitusi dan audit PPN yang belum optimal untuk mendorong penerimaan PPN, serta mendorong partisipasi publik dalam hal pengawasan. Untuk mendorong tercapainya target tax ratio Fraksi PKS mendesak Pemerintah untuk terus menggali potensi perpajakan dari sejumlah sektor yang kontribusi pungutan pajaknya masih under-potential atau lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi PDB-nya.

10. Fraksi PKS memandang Pemerintah tidak optimal mendorong Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal ini terlihat dari rasio PNBP terhadap PDB nasional terus mengalami penurunan setiap tahunnya, dari 3,8 persen (2014) menjadi hanya sekitar 2,5 persen (2019). Pasca disahkan UU No. 9 Tahun 2018 tentang PNBP, Pemerintah seharusnya dapat melakukan langkah-langkah strategis, terutama dalam perbaikan administrasi dan birokrasi, sehingga dapat mendorong pertumbuhan PNBP nasional.

11. Fraksi PKS terus mendorong Pemerintah untuk memberikan alokasi anggaran sektor yang lebih produktif dan berbasis kinerja dan value for money dengan perencanaan yang baik dari setiap rupiah yang dibelanjakan oleh negara. Jika perencanaan kurang baik, uang akan menumpuk, akan ada cost untuk idle money yang seharusnya tidak terjadi. Fraksi PKS mengkritisi terkait dengan realisasi anggaran belanja modal sebagai belanja yang relatif produktif, mengalami susut 3,41 persen atau Rp6,28 triliun jika dibandingkan dengan realisasi Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp184,13 triliun menjadi Rp177,84 triliun pada Tahun Anggaran 2019. Selain realisasi belanja modal, Fraksi PKS berpandangan berdasarkan sejumlah penelitian, bahwa belanja modal Pemerintah dapat mendorong terciptanya kesenjangan. Oleh sebab itu, pos belanja untuk pengentasan ketimpangan dan kemiskinan menjadi penting.

12. Fraksi PKS prihatin terkait dengan peningkatan beban bunga utang dari tahun ke tahun. Realisasi beban bunga utang pada APBN 2018 sebesar Rp257,95 triliun meningkat menjadi Rp275,52 triliun pada APBN 2019, atau melonjak 6,81 persen. Fraksi PKS mengingatkan Pemerintah agar utang yang dilakukan Pemerintah digunakan sesuai dengan peruntukannya secara efektif dan efisien. Pemerintah masih perlu mengurangi kegiatan seperti paket-paket rapat, belanja perjalanan maupun perjalanan dinas dalam maupun luar negeri. Fraksi PKS mencatat realisasi Belanja Perjalanan Dinas Dalam Negeri dan Luar Negeri mengalami peningkatan pada tahun 2019.

13. Fraksi PKS mencermati bahwa realiasi Belanja Subsidi pada tahun 2019 juga mengalami penurunan 6,95 persen jika dibandingkan pada tahun 2018 yaitu sebesar Rp216,88 triliun menjadi Rp201,80 triliun berturut-turut. Fraksi PKS mendesak Pemerintah agar penurunan realisasi ini sesuai dengan keadaan riil di masyarakat, bahwa yang menerima subsidi adalah warga negara yang berhak. Dengan kata lain jumlah belanja subsidi yang turun harus selaras dengan turunnya jumlah rakyat yang miskin. Fraksi PKS memperhatikan bahwa belanja subsidi solar, subsidi minyak tanah, subsidi elpiji, subsidi listrik mengalami penurunan, padahal subsidi-subsidi tersebut sangat dirasakannya pengaruhnya bagi masyarakat miskin baik untuk keperluan sehari-hari bahkan untuk berusaha. Untuk meringankan beban masyarakat miskin Fraksi PKS mengusulkan pada masa mendatang Pemerintah mengecualikan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Roda Dua atau pembayarannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

14. Fraksi PKS juga mencermati realisasi belanja Pemerintah Pusat pada tahun 2019, dimana Belanja Barang dan Belanja Pembayaran Bunga Utang menduduki proporsi terbesar ke-2 dan ke-3 dalam Belanja Pemerintah Pusat dengan persentasi 22,35 persen, dan 18,41 persen. Hal ini memberikan indikasi bahwa Belanja yang memiliki nilai strategis serta belanja untuk kesejahteraan rakyat pada Belanja Pemerintah Pusat belum menjadi prioritas. Fraksi PKS mendorong agar peningkatan belanja bantuan sosial tidak hanya pada masa tahun PEMILU serta memastikan agar tepat sasaran. Pemerintah juga harus mendahulukan yang prioritas seperti kesejahteraan guru termasuk guru non ASN. Fraksi PKS juga mencermati realisasi Dana Tunjangan Guru PNSD (Pegawai Negeri Sipil Daerah), Dana Tunjangan Khusus Guru PNSD, Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD tahun 2019 lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

15. Fraksi PKS menilai bahwa Pemerintah tidak mampu mengendalikan defisit anggaran yang setiap tahunnya semakin meningkat. Defisit anggaran 2019 terealisasi sebesar Rp348,65 triliun atau lebih tinggi dibandingkan dengan target defisit dalam APBN sebesar Rp296 triliun. Rendahnya kinerja pendapatan menjadi alasan tingginya realisasi defisit yang mencapai 117,79 persen dari anggaran. Nilai tersebut menggambarkan adanya penurunan kinerja Pemerintah dibanding 2018.

16. Realisasi utang 2019 yang melebihi angka pagu anggaran sebesar Rp78,29 triliun atau melebar 21,79 persen, Fraksi PKS memandang bahwa hal tersebut merupakan kegagalan pemerintah dalam menjaga pembiayaan agar tetap sesuai dengan perencanaan dalam APBN. Tingginya realisasi utang memberikan konsekuensi makin beratnya beban APBN pada tahun-tahun mendatang. Di samping itu, meningkatnya jumlah utang yang tidak terkendali akan mengancam ketahanan fiskal kedepan. Masalah besar kita saat ini adalah terus berlanjutnya keseimbangan primer negatif. Dampaknya pemerintah saat ini telah mewariskan utang sebesar Rp 20 juta per jiwa Rakyat Indonesia.

17. Fraksi PKS menilai belum adanya perbaikan proses perencanaan dan realisasi program yang dilakukan oleh Pemerintah. Hal tersebut dbuktikan dengan terus meningkatnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Pada tahun 2014, SiLPA mencapai Rp19 triliun dan meningkat menjadi Rp24,61 triliun pada tahun 2015. Silpa tahun 2016 dan 2017 masing-masing Rp26,16 triliun dan Rp25,65 triliun. Pada 2018 Silpa mencapai Rp36,2 triliun, dan 2019 dibukukan sebesar Rp53,39 triliun yang menjadi nilai tertinggi selama 5 tahun terakhir. Kondisi tersebut ironis dengan lonjakan utang yang terus meningkat setiap tahunnya yang artinya bahwa Pemerintah tidak mampu mengoptimalkan pembiayaan melalui utang yang memiliki dampak beban bunga pada anggaran tahun-tahun berikutnya.

18. Fraksi PKS memandang Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2019 adalah sebesar Rp812,97 triliun harus terus ditingkatkan. Pengalokasian Dana Desa merupakan amanat dari UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pada Tahun 2019, Dana Desa dialokasikan pada 74.953 desa. Fraksi PKS mengingatkan peningkatan efektivitas penyerapan Dana Desa melalui upaya percepatan penyaluran Dana Desa serta upaya meningkatkan kesadaran pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal penyampaian persyaratan penyaluran secara lengkap dan tepat waktu. Fraksi PKS juga mendesak pemerintah segera mengambil langkah preventif terkait banyaknya aduan masyarakat terkait penyelewengan Dana Desa. Fraksi PKS mendesak pemerintah meningkatkan tata kelola dan tata hukum terhadap pengelolaan dana desa karena potensi penyelewengannya cukup tinggi.

19. Fraksi PKS prihatin dengan terjadinya peningkatan temuan oleh BPK berdasarkan LHP atas LKPP Tahun Anggaran 2019. Pada tahun sebelumnya LHP atas LKPP Tahun 2018 temuan kelemahan SPI adalah sebanyak 19 temuan dan enam temuan permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan. Namun, LHP atas LKPP tahun 2019 meningkat menjadi 26 temuan kelemahan SPI dan lima temuan permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan. Fraksi PKS mendesak pemerintah agar menindaklanjuti seluruh rekomendasi BPK untuk menyelesaikan pelbagai hasil temuan berdasarkan LHP atas LKPP Tahun 2019.
20. Fraksi PKS menilai bahwa pemerintah belum melaksanakan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab rekomendasi perbaikan SPI yang telah disampaikan oleh BPK dan menjadi perhatian serta penekanan oleh Fraksi PKS atas LKPP Tahun 2018. Sehingga dari 26 temuan SPI di tahun 2019 merupakan jenis permasalahan yang relatif sama pernah terjadi di tahun 2018 sebanyak 19 temuan permasalahan SPI.

Hadirin yang Kami Muliakan,
Fraksi PKS juga memberikan beberapa catatan lebih lengkap yang tidak dibacakan dan menjadi dokumen yang tidak terpisahkan dan akan langsung diserahkan kepada Pemerintah.
Demikian pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI agar dapat menjadi perhatian dan dapat ditindaklanjuti dalam pembahasan selanjutnya. Atas perhatian dan kesabaran Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Wallahu muwafiq ila aqwamith thoriq, billahi taufiq wal hidayah,
Wassalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 28 Dzulhijah 1441 H
18 Agustus 2020 M

PIMPINAN FRAKSI
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DPR-RI

Ketua                                                                                                                        Sekretaris

 

DR. H. Jazuli Juwaini, Lc., M.A.                                                                    Hj. Ledia Hanifa Amaliah, S.Si., M.PSi.T.
No. Anggota: A-449                                                                                    No. Anggota: A-427

Silakan diunduh dari tautan berikut:

3. Draft Naskah Pidato Pandangan FPKS P2 APBN 2019-rev2