Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Cost Sharing Mampu Selesaikan Defisit BPJS

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Jakarta (12/11) — Carut Marut permasalahan BPJS yang terguncang akibat cash flow yang buruk secara jangka pendek, akan mampu diselesaikan dengan metode cost sharing bagi pengguna fasilitas, sebagaimana disampaikan anggota komisi IX DPR, Adang Sudrajat.

Politisi PKS ini mengatakan, bahwa kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah dengan menaikan iuran BPJS hingga 100% yang berlaku awal 2020 mendatang akan membuat kekacauan masal karena akan menimbulkan alokasi pengeluaran anggaran baru bagi seluruh rumah tangga Indonesia. Meski ada kesepakatan bersama antara DPR dan Pemerintah untuk tidak menaikkan peserta BPJS kelas 3, namun untuk kelas II dan kelas I akan terjadi kekacauan rumah tangga yang jumlah pesertanya cukup besar.

“BPJS ini defisit sebesar sekitar 32 triliun. Sedangkan peserta BPJS bisa diasumsikan sekitar 100 juta jiwa. Bila selisih bayar 19 ribu rupiah per kepala dengan asumsi kenaikan dari 23 ribu rupiah menjadi 42 ribu rupiah, maka potensi penerimaan peserta bpjs adalah 1,9 Triliun. Artinya diperlukan 16 bulan untuk menghabiskan defisit lama, padahal akan ada komponen biaya baru yang menambah defisit BPJS”, urai Adang.

Legislator asal Bandung ini mengatakan, pemerintah perlu meninjau kembali Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Jokowi pada 24 Oktober 2019. Ia berkeyakinan, tujuan pemerintah dengan aturan tersebut akan meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan akan sulit dicapai. Penyesuaian beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan memang perlu dilakukan, namun caranya jangan dengan cara instan menaikan iuran BPJS.

“Saya terus – menerus mendapat keluhan dari beberapa keluarga di komplek perumahan dengan perekonomian menengah, bahwa iuran mandiri kelas I yang tadinya sekeluarga 4 anak bayar Rp. 492.000,- rupiah, nanti tahun 2020 bakalan bayar hampir 1 juta rupiah, sebesar 984 ribu rupiah. Ini terjadi akibat pada peserta iuran BPJS kelas I, kenaikannya 100% dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Ini berlaku per 1 janurai 2020”, kata Adang.

Anggota FPKS ini mengusulkan pada pemerintah, kebijakan tanpa menaikkan semua peserta BPJS baik kelas I, II maupun III dapat dilakukan dengan cara cost sharing pada tagihan pasien. Misal tagihan pasien adalah 10jt rupiah, maka dapat di bagi 30% ditanggung pasien, 70% ditanggung BPJS. Kebijakan cost sharing ini hanya berlaku pada peserta kelas I dan II saja. Sedangkan kelas III dibayar 100% oleh BPJS.

Kebijakan cost sharing ini, lanjut Adang, akan memicu masyarakat yang akan berobat ke rumah sakit lebih selektif. Akan ada manajemen mengukur diri sendiri pada masyarakat, sampai sejauh mana perlu berobat lanjut ke rumah sakit. Penggunaan alat diagnostik yang mahal akan berkurang, karena pasen tidak akan berani meminta dan akan berdasarkan indikasi yang kuat saja. Pada kasus fraud, akan jauh menurun karena pasien akan melakukan self verification atas biaya yang terjadi.

Adang mengusulkan kepada pemerintah, bahwa dari pada menarik iuran yang memberatkan masyarakat akibat kenaikan BPJS, lebih baik pemerintah mendorong alokasi iuran di arahkan pada upaya mandiri masyarakat untuk promotif dan preventif. Mayarakat difasilitasi untuk bergabung pada klub-klub kebugaran dan jalan sehat atau sepeda sehat yang intinya untuk menjaga kesehatan. Karena boleh jadi, masyarakat yang mampu bayar iuran kelas I ada yang terdiri dari mereka yang mampu secara ekonomi dan berada pada kelas menengah dalam strata sosialnya.

“Pemerintah bisa menguji usulan saya ini dengan berbagai simulasi. Simulasi apapun dapat dilakukan, asal jangan menaikkan iuran BPJS di kelas manapun. Akan terjadi keadilan yang lebih baik pada kebijakan cost sharing ini, karena yang terbebani 30% biaya hanya yang menggunakan fasilitas saja”, tutup dokter Adang.