Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Kritisi IPO Pertamina Hulu Energi, Aleg PKS: Jangan Sampai Hilangkan Kendali Negara

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (11/05) — Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak mengkritisi rencana penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) Pertamina Hulu Energi (PHE) yang akan dilakukan Juni 2023 mendatang.

Subholding PT Pertamina itu, kata Amin, menargetkan bisa menghimpun dana setidaknya Rp 20 triliun atau setara US$ 1,36 miliar.

Menurut Amin, IPO PHE harus bisa menjamin tidak hilang atau berkurangnya kendali negara atau perusahaan yang memiliki peran dan nilai strategis bagi ketahanan energi bangsa tersebut.

Menurut Amin, pelepasan kepemilikan saham PHE kepada swasta terutama asing, dikhawatirkan akan mempengaruhi pengendalian utama dan strategis oleh negara terhadap PHE yang pada akhirnya berdampak pada pemenuhan kepentingan rakyat di sektor energi.

PHE, lanjut Amin, saat ini merupakan anak usaha Pertamina yang yang bertanggung jawab mengelola dan mengurus aset-aset hulu (eksplorasi hingga produksi), dengan produksi migas sekitar 50% dari produksi migas nasional.

Sehingga, lanjut Amin, keberadaannya sangat penting bagi pemenuhan hajat hidup rakyat banyak di sektor energi. PHE juga penting dan strategis bagi upaya membangun ketahanan energi nasional.
PHE juga merupakan anak usaha Pertamina yang selama ini menjalankan tugas pelayanan publik (public service obligation) yang dibebankan pemerintah seperti penyediaan bahan bakar minyak bersubsidi maupun LPG hingga ke pelosok Republik Indonesia.

“Dengan posisinya yang strategis tersebut bagi pemenuhan energi bagi rakyat, maka negara harus menjadi pengendali utama bagi seluruh kebijakan dan orientasi usaha PHE,” tegas Amin.

Politisi PKS itu pun mengkhawatirkan hilang ataupun berkurangnya kendali negara atas PHE, akan berdampak pada kebijakan tarif energi. Pencabutan subsidi ataupun kenaikan tarif energi akan menambah beban rakyat dan bisa memunculkan kelompok kemiskinan baru akibat multiplier effect yang timbul akibat kenaikan tarif energi.

“Hal itu juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33 ayat 3; ‘Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’, ” tegas Amin.

Di sisi lain, kata Amin, rencana IPO dengan menawarkan 10% hingga 15% saham diperkirakan belum cukup untuk menutup utang senilai Rp 70 triliun dan mencukupi belanja modal sekitar US$ 4 miliar hingga US$ 6 miliar atau setara Rp 60 triliun hingga Rp 90 triliun per tahun. Kerugian sebesar Rp.70 triliun yang diderita PHE seharusnya dievaluasi secara menyeluruh, karena boleh jadi itu diakibatkan oleh tata kelola bisnis yang bermasalah.

“Sementara itu, terkait upaya PHE untuk meningkatkan skala bisnis baik dalam eksplorasi sumber-sumber baru migas, pengembangan eksploitasi migas, dan teknologi pengolahan migas bisa dilakukan melalui kerjasama dari sisi keahlian dan teknologi dengan pihak swasta domestik maupun asing tetap dimungkinkan sepanjang pengendalian utama dan strategis ada pada pihak pemerintah Indonesia,” pungkasnya.