Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Catatan Redaksi : Kebijakan Yang Tidak Bijak

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Kebijakan lahir dari proses perumusan yang panjang dan seksama, meski pada akhirnya merespon tentang situasi yang terkini. Dalam kebijakan bukan sekedar keputusan dan perintah, di dalamnya ada kebijaksanaan serta berorientasi pada menciptakan manfaat bagi publik. Rumitnya hari-hari ini pembuat kebijakan seperti mengabaikan prosedur normal cara kerja tersebut, karena lebih sering menghasilkan sesuatu yang kontraproduktif dengan apa yang dibutuhkan.

Belum lama ini gaduh kembali bergemuruh, kala polymerase chain reaction (PCR) jadi beban karena kontraproduktif dengan kebijakan vaksinasi dan kebijakan transportasi. Saat Pandemi mengganas, PCR tidak menjadi kewajiban yang diterapkan secara massif. Terbukti kala itu upaya 3T atau tindakan melakukan tes COVID-19 (testing) tidak maksimal, padahal penelusuran kontak erat (tracing), dan tindak lanjut berupa perawatan pada pasien COVID-19 (treatment) adalah salah satu upaya utama penanganan COVID-19.

Tapi anehnya kini kala pandemi agak ‘mereda’ kebijakan PCR diterapkan pada seluruh moda transportasi, padahal seharusnya mendorong kebijakan vaksinasi yang lebih massif. Tentu saja ini mengandung tanya dan praduga, bahwa kegiatan PCR ini lebih pada orientasi bisnis semata, daripada kebijakan kesehatan yang didasarkan pada kajian yang memadai. Sampai pada akhirnya Presiden Jokowi berkeluh kesah atas kondisi tersebut “Bagaimana membuat kebijakan tapi tidak dipublikasikan dengan baik. Harga tinggi, kasus rendah,”.

Tentu kita semua ingin tetap selamat dan sehat dalam mengarungi pandemi ini. kita juga sadar bahwa pandemi ini belum berakhir dan tidak menutup kemungkinan ‘bergolak dan menggeliat’ kembali seperti yang terjadi di beberapa negara. Namun kebijakan PCR yang tidak terkoneksi dengan sistem kesehatan, sesungguhnya hanya akan melahirkan kesia-siaan karena semua berangkat dari motif dan proses yang tidak sejalan. Data terpapar disampaikan Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mencatat nilai impor alat tes PCR hingga 23 Oktober 2021 mencapai Rp2,27 triliun melonjak drastis dibandingkan dengan bulan Juni senilai Rp 523 miliar.

Pembuat kebijakan memberikan penjelasan syarat tes PCR untuk semua konsumen pesawat bertujuan mencegah penularan pada libur Natal dan tahun baru. Diperkirakan ada lonjakan mobilitas pada masa liburan itu. kita cukup terperangah dan heran, ternyata kebijakan PCR transportasi lahir dari pada kepentingan pragmatis taktis bukan strategis komprehensif. Setelah ada tekanan yang tinggi dari publik pada akhirnya kemudian PCR ditiadakan, terbukti bahwa ini rupa dan jiwa tidak sejalan.

Kita benar-benar prihatin dan sedih para pengambil kebijakan mengambil keuntungan di tengah pandemi. Dikala banyak keluarga kehilangan nyawa dan orang tua mereka mengatur strategi mencari sedikit cara menangguk laba. Di Hulu merumuskan peraturan, di hilir mencari peruntungan.

Publik bukan enggan menunaikan keputusan dari kebijakan, namun jika ‘janggal dan ganjil’ tentu ada sejuta tanya yang berkecamuk. Terlebih aktivitas tersebut menyangkut angka dan terikat dengan data yang tidak transparan, maka menjadi wajar publik mengernyitkan dahi dan menaruh curiga. proses perumusan kebijakan yang kacau balau seperti ini bukan sekali dua kali, berkali-kali dan berulang kali dalam kurun waktu yang panjang. Kita benar-benar khawatir dengan cara mengambil keputusan seperti ini…