Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Catatan Redaksi : Alpa dan Lalai Dalam Urusan Negara

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Keriuhan datang silih berganti, bersamaan dengan kebijakan yang tidak teliti. Dari mulai pangkal, ranting, hingga akar. Sebuah kerja administrasi yang seharusnya tidak terjadi untuk institusi bernama negara. Karena di dalamnya ada birokrasi, koalisi hingga kumpulan ahli.

Ada beberapa catatan, legalisasi miras menyembul di tiga pasal lampiran sebuah perpres tentang investasi. Jika publik tidak awas dan cermat, hampir saja negeri ini masuk ke jurang kerugian yang paripurna. Jangan tengok UU asal mula perpres itu muncul, lebih punya masalah lagi karena revisi dan edisinya saja berubah dalam dua pekan sebanyak lima kali pasca disahkan di parlemen.

Kita pikir semua akan selesai, perbaikan dilakukan dan evaluasi menyeluruh ditunaikan. Namun ternyata proses copy, paste dan cut terjadi dalam banyak bahan dan produk. Tengok saja kala hilangnya frasa ‘agama’ dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional. Padahal “blue print” itu sudah sepantasnya merujuk kepada ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, poin pertama Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Sikdisnas yang menjelaskan secara eksplisit agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional.

Tidak cukup sampai disitu, Pancasila dan Bahasa Indonesia sempat raib dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Yang terkini KH Hasyim Asy’ari tidak termuat dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I.

Beragam alasan diumbar dari mulai alpa, hingga berdalih bukan terbitan resmi. Ironis dan anehnya tokoh-tokoh kontroversial dan yang tidak senapas dengan falsafah bangsa bermunculan di buku yang katanya belum dicetak resmi itu. Nampak arah pendidikan tidak ketimur dan tidak ke barat. Hilang kendali menanggalkan nilai-nilai luhur negeri.

jika sekali alpa kita bisa bilang wajar, jika kemudian berulang kali dan tercecer dibanyak bukti rasanya kita patut khawatir. Jangan-jangan cara kerja yang dilakukan tergesa-gesa dan tuna narasi.

“The Devil is in the details” adalah peribahasa yang menggambarkan bahwa detail yang terlihat kecil dan sederhana bisa sangat berpengaruh terhadap hal yang lebih besar. Detail bisa menjadi sesuatu sangat penting. Terlebih di dunia pendidikan yang mengajarkan tata aturan menulis dan membaca.

Kita bersyukur masih banyak komponen negara dan elemen bangsa yang menaruh perhatian lebih (well inform) terhadap berbagai kebijakan yang dihasilkan. Kecermatan dan daya kritis mereka sungguh menjadi teman dalam mengkoreksi kerja-kerja pemerintah yang tidak rapih. Kadang bukan berarti oposisi, bisa jadi di dia datang dari teman koalisi. Sesungguhnya jika itu terjadi maka demokrasi yang partisipatif dan saling menjaga sedang kita lakukan. Kita benar-benar khawatir jika yang terjadi adalah sebaliknya yaitu bersemangat memberikan pembenaran atas kesalahan dan mendukung kecerobohan. Nalar harus tetap berjalan agar arah bangsa tidak terbelokkan oleh sesuatu yang fana dan bersifat pragmatis.