Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Mustafa Kamal: Kita Harus Bersyukur Pancasila Mampu Menyatukan Indonesia dalam Keberagaman

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

 

Palembang (17/01) — Anggota DPR dari Fraksi PKS Dapil Sumatera Selatan I, Mustafa Kamal menjadi pembicara utama dalam kegiatan Spesial Webinar Kebangsaan dengan tema “Pancasila diantara Ideologi Besar Dunia” yang diselenggarakan oleh Bidang Kaderisasi DPD PKS Palembang.

Acara dilaksanakan dalam rangka mengokohkan pemahaman kebangsaan bagi para kader PKS dan masyarakat umum.

Dalam diskusi tersebut, Mustafa menyampaikan bangsa Indonesia harus bersyukur bahwa founding fathers kita telah merumuskan Pancasila yang mampu membuat negara kita menjadi bersatu dalam keberagaman.

“Kita bersyukur bahwa founding fathers kita bisa melakukan satu proses perenungan yang mendalam, menggali nilai-nilai tradisional yang ada, mengangkat khasanah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Membuka wawasan dengan perkembangan dunia internasional saat itu, terutama pemikiran dari ideologi-ideologi besar sehingga akhirnya bisa mencapai satu rumusan dalam bentuk Pancasila dengan 5 sila yang merupakan satu kesimpulan yang membuat negara kita menjadi bersatu dalam keberagaman luar biasa,” jelas Mustafa.

Lebih lanjut, Mustafa yang juga merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia ini memberikan penjelasan bahwa setelah Indonesia merdeka, bangsa Indonesia memiliki identitas yang jelas, tidak mengambil dari salah satu ideologi besar dunia, yaitu Pancasila itu sendiri.

“Di tengah pengaruh ideologi besar saat itu (liberalisme, komunisme, fasisme, kapitalisme, sosialisme), dimana negara-negara baru merdeka setelah Perang Dunia II kebanyakan mengambil salah satu dari ideologi besar ini. Kita bersyukur bangsa Indonesia merdeka dengan identitas yang jelas, tidak mengambil salah satu dari ideologi besar itu, dan memiliki ideologi sendiri, yaitu Pancasila. Inilah pencapaian dakwah Islam, pencapaian para Ulama kita di Indonesia yang luar biasa, menjadikan negara kita negara Pancasila. Bukan negara liberal yang sekuler, bukan pula negara kapitalis yang ‘dzalim’ secara ekonomi, apalagi negara komunis,” lanjut Mustafa.

Mustafa juga mengajak peserta diskusi untuk mendudukkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bukan hanya sebagai hafalan, tapi menjadi nilai-nilai yang mengikat kita dalam perilaku.

“Kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebagai dasar dan ideologi negara. Bukan hanya sekadar menjadi hafalan, tetapi menjadi nilai-nilai yang mengikat kita dalam perilaku. Maka kita perlu menguatkan komitmen bersama ini’, ajak Mustafa.

Terakhir, Mustafa juga menyoroti adanya perdebatan kembali mengenai Pancasila baru-baru ini. Ia menyampaikan bahwa kita sudah sampai pada konsensus final Pancasila hasil rumusan 18 Agustus 1945.

“Rangkaian dokumen sejarah perumusan Pancasila yang bermula dari 1 Juni 1945, 22 Juni 1945, hingga teks final 18 Agustus 1945 dapat dimaknai sebagai satu kesatuan dalam proses kelahiran Pancasila sebagai dasar negara. Semuanya sebagai khasanah sejarah, merupakan satu kesatuan yang saling menjiwai. Jadi tidak perlu ada perdebatan lagi, apalagi sampai mengutak-atik dan mengungkit-ungkit, kita sudah sampai pada konsensus final Pancasila yaitu Pancasila 18 Agustus 1945”, pungkas Mustafa.