Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Soal Pemblokiran Rekening FPI serta Keluarga HRS dan Afiliasinya, HNW: Harus Berbasis Hukum dan Keadilan

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (Foto: Gilang/ Humas Fraksi PKS DPR RI)

Jakarta (13/01) — Anggota DPR yang juga Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, meminta agar pemblokiran rekening Front Pembela Islam (FPI) dan keluarga HRS sejumlah pihak terafiliasi dengan FPI tidak dilakukan secara serampangan, dan tetap mengedepankan bahwa Indonesia sebagai negara hukum yang mengedepankan keadilan.

“Konstitusi menjamin bahwa Indonesia adalah negara hukum, dan juga menjamin hak asasi terkait hak mempertahankan kehidupan dan pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana disebut dalam Pasal 28A dan Pasal 28C,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (12/01/2021).

Baca juga : Aboe Bakar Siap Jadi Penjamin Penangguhan Penahanan HRS

HNW sapaan akrabnya menuturkan bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, maka sudah semestinya bahwa setiap tindakan Pemerintah, termasuk memblokir suatu organisasi atau seseorang, tidak dilakukan seenaknya tanpa mekanisme yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

“Kita juga sudah memiliki beberapa instrumen hukum terkait pemblokiran rekening yang harus dipegang bersama-sama,” ujarnya.

Aturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Baca juga : Mardani: Saya Kecewa Penangkapan MRS

“Dua aturan ini yang dijadikan dasar bagi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melakukan pemblokiran rekening,” ujarnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mempertanyakan apakah mekanisme pemblokiran sudah melewati proses yang dibenarkan melalui penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sebagaimana disebutkan oleh UU No. 9 Tahun 2013.

“Hal tersebut merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi agar pemblokiran tidak dilakukan secara sewenang-wenang,” pungkasnya.

HNW mengutip ketentuan Pasal 23 ayat (2) yang berbunyi ‘Pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan oleh PPATK, penyidik, penuntut umum atau hakim dengan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk meminta atau memerintahkan PJK atau instansi berwenang untuk melakukan pemblokiran.

Baca juga : Investigasi Komnas HAM Soal Tewasnya Laskar FPI, HNW: Kok, Bukan Pelanggaran HAM Berat ?

Selain itu, lanjut HNW, tidak semua dana yang ada di rekening dapat diblokir. Ketentuan Pasal 34 memuat sejumlah pengecualian dana yang tidak boleh diblokir, yakni dana untuk pemenuhan kebutuhan orang atau korporasi yang meliputi, antara lain, pengeluaran untuk keperluan makan sehari-hari, biaya pengobatan atau perawatan medis orang yang tercantum beserta keluarganya, biaya penyediaan jasa hukum dan lain sebagainya.

“Apalagi diantara yang rekeningnya diblokir adalah anak-anak MRS, juga Munarman selaku Sekretaris Umum FPI, padahal yang bersangkutan sudah menyebutkan bahwa dana di rekening itu untuk pengobatan ibunya dan tidak terkait dengan FPI. Itu seharusnya termasuk yang dikecualikan dari pemblokiran,” tuturnya.

Lebih lanjut, menurut HNW, yang paling krusial adalah dasar pemblokiran rekening dengan menggunakan UU No.8 Tahun 2010 TPPU patut dipertanyakan. HNW menjelaskan secara teoritik hukum adalah dalam penanganan tindak pidana pencucian uang, yang seharusnya dibuktikan terlebih dahulu adalah kejahatan asal atau predicate crime-nya.

Baca juga : Fraksi PKS Minta Aparat Profesional dan Proporsional, Jangan Ciderai Rasa Keadilan Rakyat

“Yang dicuci dalam penyucian uang itu adalah uang ‘hasil dari tindak pidana’. Dalam kasus ini, memang tindak pidana apa yang sudah dilakukan oleh HRS dan Keluarga, serta FPI dan afiliasinya. Dan apakah sudah ada putusan pengadilannya?” tukasnya lagi.

HNW menuturkan bahwa adanya pemblokiran rekening yang mengesankan tidak menerapkan proses hukum di pengadilan tersebut, serta adanya ketidakadilan, karena banyaknya kasus pencucian uang atau korupsi yang sudah ditetapkan oleh pengadilan, tapi rekening mereka tidak dilakukan pemblokiran, maka langkah FPI dan afiliasinya menempuh jalur hukum dengan mengajukan keberatan merupakan langkah yang tepat.

“Langkah FPI yang mengikuti aturan hukum dan taat terhadap konstitusi, terutama prinsip negara hukum yang hormati HAM, hendaknya dibalas oleh PPATK dan Pengadilan juga dengan sepenuhnya mengikuti aturan hukum dan keadilan dalam penetapan terkait dengan pemblokiran. Yang bila tidak sesuai dengan aturan hukum, agar demi keadilan dan kebenaran hukum, segeralah pemblokiran itu dicabut,” pungkasnya.