PENDAPAT MINI
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (FPKS)
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2019 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH
============================================================
Disampaikan oleh : Riyono, S.Kel., M.Si.
Nomor Anggota : A-475
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Salam Sejahtera untuk kita semua
Yang kami hormati:
– Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR RI;
– Rekan-rekan wartawan serta hadirin yang kami muliakan.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, sehingga sampai saat ini kita masih dapat hadir dalam Rapat Badan Legislasi DPR RI hari ini. Shalawat dan salam tak lupa kita sampaikan pada Rasulullah Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, insan yang telah mengajarkan kepada kita tentang hakikat keadilan yang harus ditegakkan demi membangun masyarakat yang sejahtera.
Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi serta hadirin yang kami hormati,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) dalam Pasal 29 ayat (2) mengamanatkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Selanjutnya Pasal 28E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 juga mempertegas hak konstitusional tersebut, setiap warga negara diperbolehkan untuk melaksanakan kewajiban yang disyariatkan menurut agama dan kepercayaannya serta negara memberikan perlindungan bagi warga negara dalam menjalankan ibadahnya. Selain itu, Pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1945 juga memerhatikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara.
Penyelenggaraan ibadah haji dan umrah merupakan tugas negara yang sangat kompleks, melibatkan jutaan jemaah setiap tahun serta lintas yurisdiksi antara Indonesia dan Arab Saudi. Saat ini, regulasi yang mengatur penyelenggaraan tersebut tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2019. Namun, modernisasi, kemajuan teknologi, dan dinamika peraturan yang terjadi di Arab Saudi, menjadikan urgensi pembaruan regulasi tentang Penyelenggaran Ibadah Haji dan Umrah.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU PIHU) merupakan momen strategis dalam memperkuat tata kelola pelayanan ibadah yang setiap tahun melibatkan jutaan umat Islam. Fraksi PKS menegaskan bahwa negara harus hadir secara utuh dalam memberikan perlindungan, pelayanan, dan kepastian hukum bagi jamaah. RUU ini diharapkan menjadi jawaban atas dinamika regulasi internasional, tantangan domestik, serta harapan masyarakat terhadap kualitas layanan. Fraksi PKS memandang bahwa penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah tidak cukup dilihat sebagai urusan administratif, melainkan amanat konstitusional yang terkait dengan hak beragama dan keadilan sosial. Oleh karena itu, prinsip keadilan, transparansi, dan profesionalitas harus menjadi landasan dalam seluruh proses, mulai dari pendaftaran hingga kepulangan jamaah.
Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi serta hadirin yang kami hormati,
Beberapa hal yang ingin kami sampaikan terkait dengan Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah:
Pertama, Fraksi PKS mendukung pendirian Badan Penyelenggara Haji oleh Presiden. Namun demikian, agar lembaga baru tersebut dapat memenuhi harapan Presiden dan umat Islam di Indonesia, Fraksi PKS mengusulkan agar status kelembagaan ditingkatkan menjadi Kementerian Penyelenggara Haji dan Umrah. Peningkatan status ini penting untuk memastikan lembaga tersebut memiliki struktur birokrasi yang kuat dan menjangkau hingga tingkat daerah, sebagaimana halnya kementerian teknis lainnya. Selain itu, kementerian juga berfungsi sebagai saluran diplomasi luar negeri, yang sangat dibutuhkan dalam urusan kuota dan layanan haji internasional.
Kedua, Fraksi PKS menyoroti semakin panjangnya daftar antrean dan masa tunggu jemaah haji Indonesia, yang di sejumlah daerah bahkan mencapai 30 hingga 40 tahun. Kondisi ini menunjukkan perlunya pengaturan yang tegas untuk memastikan terpenuhinya kuota haji minimal 1:1.000 dari jumlah penduduk Muslim Indonesia sesuai kesepakatan internasional. Fraksi PKS juga mengusulkan agar dalam Rancangan Undang-Undang ini dimuat pasal yang mengakomodasi upaya diplomasi untuk peningkatan kuota haji menjadi 2:1.000.
Ketiga, Fraksi PKS mendorong diplomasi dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) agar pemerintah Indonesia dapat membuka ruang kerja sama bilateral dengan negara-negara lain dalam rangka pemanfaatan sisa kuota haji yang tidak terpakai untuk memenuhi kuota haji reguler dan khusus sesuai dengan porsi Undang – undang.
Keempat, Fraksi PKS menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus menjaga batas kuota Haji Khusus maksimal sebesar 8% dari total keseluruhan jemaah haji Indonesia. Hal ini sebagai bentuk keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam. Fraksi PKS juga berpandangan bahwa salah satu aspek terpenting dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah adalah kehadiran negara dalam memberikan jaminan keselamatan, kenyamanan, dan perlindungan menyeluruh bagi seluruh jamaah. Kementerian Haji dan Umrah bertanggung jawab penuh sejak jamaah terdaftar, berangkat dari tanah air, selama di Tanah Suci, hingga kembali ke tanah air. Bentuk tanggung jawab tersebut mencakup lima aspek utama, yakni: kesehatan fisik dan mental jamaah, keamanan dan keselamatan perjalanan, kenyamanan akomodasi dan layanan ibadah, penanganan darurat dan risiko bencana, serta perlindungan hukum dan administratif baik di dalam maupun luar negeri.
Kelima, Fraksi PKS berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus memperhatikan fenomena haji dan umrah mandiri. Haji mandiri atau non kuota perlu mendapatkan perhatian dan pengaturan khusus karena pada prinsipnya kewajiban haji adalah bagi yang mampu, tetapi kemampuannya bisa saja terbatas karena persoalan kuota. Selain itu, perjalanan melaksanakan umrah sesungguhnya sama dengan perjalanan keluar negeri yang kebebasannya dijamin oleh negara. Pemberian kebebasan untuk melaksanakan umrah mandiri juga bagian dari pelayanan negara bagi rakyatnya untuk mengekspresikan kebebasan beragama dengan aman dan nyaman.
Keenam, Fraksi PKS berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus memperhatikan pembinaan Kesehatan. Pembinaan Kesehatan jemaah haji merupakan aspek krusial yang harus dilakukan secara terintegrasi sebelum, selama, dan setelah pelaksanaan ibadah Haji. Fraksi PKS mengusulkan agar pembinaan haji dan umrah yang dilakukan oleh menteri bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan. Fraksi PKS juga berpandangan bahwa aspek keselamatan jemaah harus diprioritaskan. Fraksi PKS menegaskan bahwa pemerintah harus menyediakan transportasi darat dan udara yang memadai. Transportasi udara haruslah berupa pesawat layak pakai dengan usia tertinggi dua puluh tahun.
Ketujuh, Fraksi PKS berpendapat bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah perlu memperkuat aspek legalitas administrasi jemaah, khususnya terkait paspor, visa dan perizinan perjalanan ibadah. Untuk itu, Fraksi PKS mengusulkan agar pelaksanaan pembinaan, advokasi, dan fasilitasi legalitas dokumen perjalanan jemaah haji dan umrah bekerja sama dengan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan guna memastikan kepatuhan hukum dan kelancaran proses keimigrasian jemaah secara menyeluruh.
Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi serta hadirin yang kami hormati,
Menimbang beberapa hal yang sudah kami paparkan di atas, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim menyatakan menyetujui hasil harmonisasi Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk dibahas pada tahapan selanjutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Demikian pendapat mini Fraksi PKS ini kami sampaikan, sebagai ikhtiar dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh Warga Negara Indonesia. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan kekuatan kepada kita untuk memberikan kerja terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia. Atas perhatian Pimpinan dan Anggota Badan Legislasi DPR RI serta hadirin semua kami ucapkan terima kasih.
Billahi taufiq wal hidayah,
Wassalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 11 Muharam 1447 H
7 Juli 2025 M
PIMPINAN FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
|
|
Ketua,
Dr.H. Abdul Kharis A., S.E., M.Si. A-466 |
Sekretaris,
Hj. Ledia Hanifa, A, S.Si., M.PSi. A-452 |