Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Anggota DPR Soroti Perbedaan Target Pertumbuhan Ekonomi RI di 2026 antara Kemenkeu dan Bappenas

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (08/07) — Anggota Komisi XI DPR RI, Amin AK, menyoroti adanya perbedaan dalam penetapan target pertumbuhan ekonomi 2026 antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

“Saya melihat ada perbedaan titik tolak dalam menetapkan angka pertumbuhan ekonomi antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas,” ujar Amin saat dihubungi, Senin (7/7/2025).

Sedangkan, Kemenkeu bertolak dari realisasi pertumbuhan ekonomi pada Semester I 2025 yang hanya tumbuh 4,87 persen dan proyeksi Semester II 2025 berkisar 4,7 persen–5 persen.

Atas dasar realitas tersebut, maka Kemenkeu menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2026 berkisar 4,7 persen–5 persen.

Sementara itu, lanjut Amin, Bappenas bertolak dari perencanaan pembangunan yang telah mereka susun, dan menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 5,8 persen–6,3 persen.

“Argumen Kepala Bappenas yang disampaikan kepada kami adalah bahwa pertumbuhan sebesar itu antara lain akan disumbang oleh proyek Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan mengalami percepatan signifikan pada Semester II tahun ini,” jelasnya.

Amin menyebut, Kepala Bappenas menyampaikan bahwa hingga akhir 2025, realisasi anggaran MBG akan mencapai Rp71 triliun dan diperkirakan menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 0,86 persen. Namun, Amin mengingatkan pentingnya pembuktian terhadap efektivitas program tersebut.

“Apakah benar MBG akan mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar itu tentu masih perlu diuji. Alat ujinya apa? Secara sederhana, apakah MBG sudah didesain dengan baik—baik penetapan target secara tepat maupun monitoringnya secara ketat,” tutur Amin.

Kemudian apakah benar MBG didanai secara berkelanjutan tanpa mengganggu stabilitas fiskal. Dan terakhir, apakah program MBG di lapangan diintegrasikan dengan program lain, seperti sektor pendidikan, kesehatan, serta penguatan dan pemberdayaan UMKM.

Menurutnya, meskipun ada contoh sukses seperti Program Makanan Sekolah di Brasil dan Midday Meal Scheme di India, namun jika implementasi MBG gagal memenuhi tiga hal tadi, “saya khawatir justru bisa menjadi beban,” kata Amin.

Terkait ambisi pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, Amin Ak menilai hal itu mungkin saja tercapai dengan sejumlah syarat penting. Target 8 persen bisa dicapai jika pemerintah melakukan empat hal yakni, mempercepat reformasi birokrasi dan deregulasi, mendorong investasi swasta/BUMN melalui insentif dan kepastian hukum.

“Fokus pada proyek strategis berbasis teknologi dan hilirisasi, serta memitigasi risiko global dengan memperkuat pasar domestik dan ketahanan pangan-energi,” ujarnya.

Stabilitas makroekonomi juga dinilai krusial. Lalu, yang tak kalah penting adalah terjaganya stabilitas makroekonomi, yang bisa dilakukan antara lain dengan adanya koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang pro-pertumbuhan.

“Termasuk pengendalian inflasi dan suku bunga. Juga pemanfaatan instrumen green bond dan carbon trading untuk pendanaan berkelanjutan,” katanya.

Namun, Amin juga menyoroti sejumlah tantangan besar. Pertama, ketidakpastian global akibat konflik geopolitik dan perlambatan ekonomi dunia.

Kedua, iklim investasi yang belum optimal karena birokrasi yang rumit dan ketidakpastian hukum.

Ketiga, keterbatasan anggaran pemerintah yang membuat investasi swasta dan BUMN harus menjadi tulang punggung pembiayaan proyek.

Keempat, tantangan transisi energi dan ketahanan pangan, serta kelima, kesenjangan wilayah yang membuat kawasan Indonesia Timur masih tertinggal.

Amin juga menilai program-program besar pemerintah saat ini belum sepenuhnya memberikan kontribusi optimal terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Jika melihat dari sejumlah indikator yang ada seperti pertumbuhan Q1 dan Q2 2025, di mana pada Q1 2025: 5,1–5,3 persen (y-o-y), didorong konsumsi Ramadan dan investasi infrastruktur. Kemudian Q2 2025: proyeksi 5,0–5,2 persen (y-o-y), melambat akibat faktor eksternal (resesi global, harga komoditas).

Maka pertumbuhan ekonomi saat ini lebih banyak dari sumbangan konsumsi rumah tangga, sekitar 54 persen dari PDB. Sedangkan investasi dan belanja pemerintah masih sangat kecil.

“Artinya, pemerintah masih harus bekerja keras agar program-program pemerintah benar-benar bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi, di sisa waktu yang ada pada tahun 2025 ini,” pungkas Amin.