Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Anggota FPKS Rofik Hananto Soroti Pelanggaran Berat Keselamatan dalam Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (06/07) — Anggota DPR RI Komisi V dari Fraksi PKS, Rofik Hananto, menyampaikan pendapatnya terkait tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, yang dikabarkan mengalami hilang kontak dengan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) dan kemudian dikonfirmasi tenggelam di Selat Bali pada hari Rabu pukul 23.35 WIB.

Ia menilai insiden ini tidak hanya merupakan bencana transportasi laut biasa, melainkan sebuah indikasi nyata dari kegagalan sistem pengawasan keselamatan pelayaran nasional.

Diketahui, ditemukan bahwa tragedi berlangsung sangat cepat, dan nyaris tanpa prosedur keselamatan yang layak. Tidak ada pengarahan keselamatan (safety induction), tidak ada penjelasan mengenai lokasi jaket pelampung, jalur evakuasi darurat, atau sekoci. Sebagian besar korban selamat hanya karena menemukan jaket pelampung yang tercecer di dek kapal.

“Hal ini jelas melanggar Pasal 117 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang masih berlaku meski sudah mengalami sebagian revisi melalui UU No. 66 Tahun 2024. Keselamatan adalah harga mati dalam setiap angkutan penyeberangan,” ujar Rofik.

Rofik mengatakan bahwa fakta sejumlah korban tidak tercatat dalam manifes resmi penumpang. Pelanggaran ini dinilai serius, karena tidak hanya mempersulit proses identifikasi dan evakuasi, namun juga menyiratkan adanya kelebihan muatan serta ketidakpatuhan pada regulasi pencatatan.

“Ini adalah pelanggaran mutlak terhadap Pasal 137 UU No. 17 Tahun 2008, yang menegaskan bahwa hanya penumpang yang terdaftar dalam manifes yang sah untuk diangkut. Jika penumpang tidak terdaftar, dan terjadi kecelakaan, maka operator wajib bertanggung jawab secara hukum dan memberikan ganti rugi,” ujar Rofik.

Rofik juga menyampaikan bahwa kejadian serupa telah berulang, seperti pada tragedi KMP Yunicee tahun 2021, di mana ditemukan kelebihan muatan, manifes tidak akurat, serta hanya satu sekoci karet yang berfungsi.

“Ini bukan yang pertama, dan jika tidak ada perbaikan sistemik, ini juga berpotensi bukan yang terakhir. Pengawasan yang lemah, birokrasi yang permisif, dan operator yang abai telah menciptakan rantai kelalaian yang berujung pada jatuhnya korban jiwa,” ungkap Rofik.

Rofik mendesak agar adanya investigasi menyeluruh dilakukan oleh KNKT dan Kementerian Perhubungan untuk mengetahui penyebab teknis tenggelamnya kapal, termasuk kemungkinan kerusakan struktural atau kelebihan beban juga audit nasional seluruh moda transportasi penyeberangan, termasuk digitalisasi dan integrasi manifes penumpang dengan sistem identitas nasional.

“Kejadian seperti ini perlu adanya penegakan hukum tanpa kompromi terhadap pihak-pihak yang lalai, termasuk syahbandar, nahkoda, operator kapal dan juga merevisi aturan teknis turunan UU No. 66 Tahun 2024, agar safety induction menjadi kewajiban standar yang diawasi langsung sebelum kapal diberangkatkan,” tutup Rofik.