
Jakarta (06/07) — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Junaidi Auly menyampaikan dukungannya terhadap langkah pemerintah untuk mengoptimalkan sektor energi nasional secara adaptif dan berkelanjutan, khususnya dalam proses penyusunan asumsi dasar ekonomi makro RAPBN 2026.
Di tengah dinamika geopolitik global dan percepatan transisi energi dunia, optimalisasi energi menjadi pilar penting bagi stabilitas fiskal dan ketahanan nasional.
“Sejatinya, dukungan ini diberikan atas langkah Kementerian ESDM dalam mendorong lifting migas—khususnya gas—sebagai bagian dari strategi jangka menengah menuju energi yang lebih bersih dan efisien. Namun kita juga mendorong perhitungan yang realistis dan antisipatif dalam RAPBN 2026,” ujar Junaidi Anggota Komisi XII DPR RI.
Menurutnya, lifting migas tetap menjadi indikator penting, namun perlu diposisikan secara proporsional dan tidak menjadi satu-satunya tumpuan dalam perhitungan penerimaan negara.
“Kita perlu menjaga kredibilitas fiskal nasional dengan mengantisipasi fluktuasi harga minyak dan memastikan bahwa target lifting selaras dengan kemampuan produksi serta ekosistem investasi yang mendukung,” lanjut Junaidi.
Peran aktif Kementerian Investasi/BKPM menjadi sangat strategis, terutama dalam mempercepat realisasi investasi migas dan energi baru di berbagai wilayah potensial Indonesia, termasuk kawasan timur dan frontier area.
“Kita mendorong insentif fiskal yang terukur dan perizinan yang efisien agar target produksi migas bisa dicapai tanpa membebani fiskal negara. Ini bagian dari adaptasi kebijakan energi yang kita butuhkan,” tegas Junaidi.
Selain itu, Junaidi menambahkan pentingnya diversifikasi sumber penerimaan negara sebagai pelengkap kebijakan fiskal berbasis lifting migas. Di antaranya dengan mendorong optimalisasi penerimaan pajak sektor ekonomi digital, industri hilirisasi, serta pengembangan instrumen pembiayaan hijau yang terintegrasi dengan agenda transisi energi.
Optimalisasi energi nasional harus disusun dengan pendekatan keberlanjutan fiskal. Kita dukung lifting migas tetap masuk dalam asumsi RAPBN, tapi harus dibarengi dengan strategi mitigasi risiko dan arah transisi energi yang jelas.
“RAPBN 2026 harus mencerminkan arah kebijakan yang prudent, adaptif terhadap ketidakpastian global, dan responsif terhadap kebutuhan nasional,” tutupnya