
Jakarta (06/07) — Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati prihatin dengan hasil laporan Research Integrity Index (RI²) yang menyatakan 13 perguruan tinggi di Indonesia masuk dalam zona risiko integritas penelitian.
Kurniasih menyebut, ini seperti sejalan dengan laporan penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti luar negeri yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-2 terbawah dalam kejujuran akademik.
“Kita semua berharap ini menjadi bahan evaluasi serius bagi pemerintah maupun perguruan tinggi terkait dengan penelitian dan penulisan akademik di perguruan tinggi,” ujar Kurniasih dalam keterangannya.
Menurut Kurniasih, pemerintah perlu berani untuk melakukan evaluasi terhadap sistem yang berlaku saat ini misalnya untuk penetapan Guru Besar ataupun mengejar pemeringkatan perguruan tinggi. Berlomba untuk mengejar predikat Guru Besar namun mengabaikan integritas dalam membuat karya ilmiah.
“Demikian juga dengan berusaha mengejar banyak lulusan magister dan doktor tetapi kurang memperhatikan kualitas thesis dan disertasi yang dibuat terutama dari sisi integritas dan plagiarisme,” urainya.
Apalagi, papar dia, ada tuntutan bahwa thesis atau disertasi yang dihasilkan juga didukung dengan penerbitan dalam jurnal. Sehingga bukan hanya integritas akademik yang diabaikan, namun pengiriman dalam jurnal ini juga mengabaikan kualitas jurnal, hanya mengejar diterbitkan dalam jurnal.
“Padahal harusnya integritas dalam penulisan karya ilmiah ini dijunjung tinggi dalam dunia akademik,” urainya.
Kebijakan riset nasional yang terlalu menekankan kuantifikasi dan akhirnya cenderung mengarah pencitraan jumlah publikasi scopus, paten, kenaikan jabatan akademik cepat, serta ranking internasional juga berpengaruh terdapat penurunan integritas akademik ini.
“Dosen dan perguruan tinggi merasa terdorong untuk mengejar angka, dengan segala cara. Etika akademik pun menjadi kurang diperhatikan dan sangat mungkin dikorbankan,” kata Kurniasih.
Kebijakan riset nasional dan perguruan tinggi juga perlu dikembalikan dan diarahkan ke penilaian proses, dampak sosial, dan integritas ilmiah. Jika perlu, pemerintah bisa melakukan moratorium program seperti percepatan akademik untuk meraih gelar doktor atau pemberian gelar guru besar luar biasa atau program serupa yang berpotensi mengabaikan integritas akademik demi mengejar citra.
Sebaliknya, ujarnya, kampus perlu didorong untuk melakukan program pelatihan dan kampanye integritas akademik berkelanjutan bagi dosen, pejabat kampus, dan asesor dan jangan hanya sekadar program formalitas.