
Jakarta (18/06) — Menyikapi gelombang kebangkrutan yang melanda sejumlah perusahaan energi terbarukan di Amerika Serikat, termasuk Sunnova Energy International dan Solar Mosaic, Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Jalal Abdul Nasir, mengingatkan agar Indonesia tidak hanya bersemangat dalam mengejar target transisi energi, tetapi juga memastikan adanya fondasi kebijakan yang kuat, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan nasional jangka panjang.
Menurut Haji Jalal, kasus bangkrutnya Sunnova — yang sebelumnya merupakan salah satu pemain utama panel surya residensial di AS — menyampaikan pesan penting bahwa industri energi terbarukan pun sangat rentan jika tidak ditopang oleh kebijakan yang konsisten, insentif fiskal yang adil, dan dukungan pembiayaan yang realistis.
“Transisi energi bukan sekadar mengganti sumber energi fosil dengan terbarukan, tapi juga soal kesiapan ekosistem industrinya, ketegasan roadmap regulasi, dan kejelasan komitmen negara dalam jangka panjang,” ujar Haji Jalal di Jakarta, Selasa (17/06/2025).
Ia menambahkan bahwa Indonesia harus cermat dalam menata kerangka pendanaan dan insentif bagi proyek-proyek energi bersih agar tidak mengalami nasib serupa.
“Tanpa kepastian regulasi dan arah jangka panjang yang stabil, baik investor, pelaku industri, maupun masyarakat akan kehilangan kepercayaan dan keberlanjutan industri bisa terganggu,” ujarnya.
Haji Jalal juga menyoroti pentingnya sinkronisasi antara kebijakan energi dan kebijakan fiskal. Menurutnya, jika insentif atau subsidi berubah-ubah, proyek energi bersih bisa menjadi sangat berisiko. Dalam konteks Indonesia, ini mencakup kejelasan mekanisme transisi batu bara, tarif energi baru terbarukan (EBT), dan perlindungan terhadap pelaku lokal industri energi hijau.
“Kita harus belajar dari kegagalan negara lain. Jangan sampai semangat net zero hanya berhenti di dokumen strategi tanpa kesiapan infrastruktur, pendanaan, dan kepastian hukum,” tambahnya.
Ia mendorong agar Pemerintah Indonesia — melalui Kementerian ESDM, Bappenas, dan OJK — menyusun roadmap transisi energi nasional yang realistis, berbasis evaluasi fiskal dan teknis, serta dilindungi dari fluktuasi politik jangka pendek.
Tak kalah penting, Haji Jalal juga meminta agar seluruh pelaku sektor tambang yang menjadi penopang energi konvensional turut diarahkan dalam kerangka energi berkeadilan.
“Kita ingin energi terbarukan tumbuh, tapi tidak boleh tumbuh di atas ketidakpastian. Kita ingin investasi datang, tapi bukan untuk kemudian roboh karena regulasi lemah,” pungkasnya.
Sebagai legislator yang membidangi sektor energi, Jalal menegaskan komitmennya untuk terus mengawal penguatan kebijakan transisi energi nasional.
“Saya meyakini bahwa masa depan energi Indonesia bisa bersih dan mandiri — jika dirancang dengan kehati-hatian dan keberpihakan pada ketahanan ekonomi serta lingkungan,” tutup Jalal.