Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Hadapi Problem Klasik Hingga Digitalisasi, Fikri Faqih Desak Reformasi Fundamental Tata Kelola Haji Indonesia

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Makkah (04/06) — Persoalan klasik hingga tantangan digitalisasi dalam penyelenggaraan ibadah haji Indonesia kembali menuai, mendorong desakan untuk reformasi fundamental dalam tata kelolanya.

Suara kritis ini mengemuka dari Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Abdul Fikri Faqih, dalam rapat evaluasi pelaksanaan haji 2025 di Alqimma Hall, Makkah, Arab Saudi, Senin (02/06/2025).

Rapat yang turut dihadiri Kementerian Agama, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan instansi terkait lainnya itu memang bertujuan mengevaluasi berbagai aspek krusial.

Ketua Timwas Haji DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, secara umum menyoroti masalah mendasar seperti layanan pemondokan, keterlambatan distribusi kartu Nusuk, kesiapan Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina), serta standar layanan konsumsi, transportasi, dan kesehatan.

Sementara, Anggota Timwas Haji DPR Dr. Abdul Fikri Faqih, M.M. membedah akar masalah dan menawarkan solusi komprehensif.

Legislator Komisi VIII DPR RI ini memetakan tiga persoalan utama yang menurutnya memerlukan penanganan serius dan perubahan mendasar.

Pertama, problem visa yang bersifat global namun berdampak signifikan bagi jemaah. Menurut pria yang akrab disapa Fikri ini, penanganan visa tidak bisa lagi hanya dibebankan kepada Kementerian Agama.

“Isu visa memang global, tapi ini harusnya menjadi concern bersama. Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham dan Kementerian Luar Negeri juga harus ikut mengelola bab ini,” tegasnya.

Dia juga mencontohkan kasus deportasi jemaah akibat sanksi hukum di Arab Saudi yang belum tuntas, menunjukkan perlunya koordinasi lintas kementerian yang lebih solid.

Kedua, dominasi syarikah (perusahaan swasta Arab Saudi) dalam penyelenggaraan teknis haji.

“Pengelolaan layanan jemaah haji di Arab Saudi, mulai dari pemondokan, katering, transportasi, hingga layanan di Armuzna, semua dikelola oleh syarikah. Ini adalah sektor privat,” papar legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Untuk itu, dia mengusulkan model hubungan Business to Business (B2B), seperti pada haji furoda, agar menjadi opsi resmi dalam Undang-Undang Haji.

“Ini memungkinkan penyelenggaraan haji dan umrah yang lebih mandiri dan profesional,” imbuh legislator dari daerah pemilihan (Dapil) IX Jawa Tengah (Kabupaten Tegal, Kota Tegal dan Kabupaten Brebes) ini.

Ketiga, tantangan digitalisasi melalui platform Nusuk yang diterapkan Arab Saudi. Menurut Fikri, Kerajaan Arab Saudi sedang melakukan proses digitalisasi haji dan umrah untuk semua warga dunia melalui Nusuk sebagai single system.

“Ini mencakup pengaturan durasi tinggal dan sinkronisasi program. Semua harus diinput via aplikasi Nusuk,”ujarnya.

Untuk menjawab berbagai tantangan kompleks tersebut, Dr. Fikri Faqih mendorong tiga langkah strategis.

“Perlu adanya reformasi atau reformulasi kebijakan pelaksanaan haji dan umrah secara menyeluruh,” ujarnya.

Selanjutnya, dia menekankan pentingnya redefinisi fungsi-fungsi sektor publik (pemerintah) terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Selain itu, perlunya rekonstruksi kelembagaan pemerintah Indonesia yang menangani haji dan umrah juga dikemukakan oleh Fikri.

“Mengingat besarnya skala, celah fiskal yang ada, maupun kompleksitas problematika, opsi pembentukan kementerian menjadi relevan untuk dipertimbangkan,”pungkasnya.