
Jakarta (28/05) — Anggota Badan Anggaran DPR RI sekaligus Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, Saadiah Uluputty, memberikan catatan kritis atas pidato Menteri Keuangan dalam penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2026 yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Ia menilai pemerintah lebih menekankan pada disrupsi eksternal daripada memperlihatkan langkah konkret untuk menjawab persoalan struktural dalam negeri yang justru kian mendesak.
Menurut Saadiah, meski pidato menyampaikan semangat kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi, namun agenda-agenda tersebut mesti di tunjukkan secara jelas kerangka kebijakan yang terintegrasi, partisipatif, dan menjangkau akar persoalan.
Politisi PKS ini mencontohkan misalnya, dalam hal ketahanan pangan, pemerintah memang menyebut kenaikan produksi beras dan penyederhanaan regulasi pupuk, tetapi tidak menyentuh problem klasik seperti distribusi yang timpang, minimnya kepastian harga bagi petani, serta lemahnya kelembagaan pangan yang berpihak pada produsen lokal.
“Kedaulatan pangan itu bukan sekadar angka produksi naik, tetapi tentang bagaimana petani dan nelayan benar-benar disejahterakan. Dalam KEM-PPKF ini, peran Bulog hanya disebut sekilas tanpa evaluasi menyeluruh, padahal kita tahu tata kelola pangan masih rawan dikendalikan oleh kepentingan korporasi besar,” tegasnya.
Lebih lanjut, Saadiah juga menyoroti rencana penguatan BUMN melalui pembentukan superholding Danantara. Baginya, inisiatif ini patut diwaspadai karena berpotensi memperluas ruang pengambilan keputusan yang tidak transparan dan minim pengawasan parlemen.
“Membentuk satu entitas besar tanpa jaminan transparansi dan partisipasi rakyat, justru bisa menjauhkan BUMN dari misi utamanya: melayani kepentingan publik,” ujarnya.
Sebagai anggota Komisi IV, Saadiah juga menilai anggaran ketahanan pangan dan perlindungan petani serta nelayan belum menjadi prioritas fiskal yang nyata. Ia menekankan pentingnya pendekatan keadilan ekologis dan ekonomi kerakyatan dalam setiap kebijakan fiskal yang disusun.
Legilator Maluku ini mengatakan, Fraksi PKS, melalui Badan Anggaran, akan terus mengawal agar RAPBN 2026 tidak sekadar menjadi dokumen makro yang elitis, tetapi benar-benar menyentuh kebutuhan riil masyarakat di lapangan, khususnya kelompok paling rentan.
“Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada narasi pertumbuhan. Kita butuh arah pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan mengakar pada kekuatan rakyat,” pungkasnya.