Jakarta (27/05) — Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Dr. Sukamta, menilai pujian Presiden Prabowo terhadap China yang konsisten membela Palestina bukan sekadar sanjungan diplomatik, melainkan sinyal strategis Indonesia untuk memperluas kerja sama dengan kekuatan non-Barat dalam memperjuangkan keadilan global.
“Pujian Pak Presiden Prabowo ini mencerminkan pengakuan bahwa di dalam landscape diplomasi global yang hari ini cenderung didominasi oleh negara-negara Barat yang pro-Israel, China tampil sebagai kekuatan besar yang mengambil posisi berbeda,” ujar Sukamta.
Menurut Sukamta, sikap China yang konsisten dalam forum-forum multilateral, termasuk kecaman terhadap serangan Israel di Gaza dan dukungannya pada two-state solution, memperlihatkan adanya potensi pembentukan kekuatan diplomatik multipolar yang lebih adil.
“Ini memperkuat narasi bahwa Indonesia tidak terjebak di dalam kutub geopolitik Barat, dan membuka jalan menuju kerja sama multipolar yang lebih fair,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti peran China dalam sejumlah inisiatif diplomatik yang belum banyak diketahui publik, seperti memediasi rekonsiliasi antara Iran dan Arab Saudi, serta memfasilitasi pertemuan antara Hamas dan Fatah di Beijing. Menurutnya, ini menjadi indikasi bahwa Beijing serius berperan aktif dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah.
Meski begitu, Sukamta mengakui bahwa dorongan Indonesia kepada China untuk mengambil langkah lebih tegas terhadap Israel tidak dapat segera membuahkan hasil. Namun ia menilai bahwa keterlibatan aktif China di Dewan Keamanan PBB tetap menjadi alat tawar strategis.
“China belum menggunakan hak veto untuk Palestina, tetapi paling tidak bisa menahan dominasi narasi Amerika,” ujar Sukamta.
Ia juga menyambut baik pernyataan Ketua DPR RI Puan Maharani yang meminta China menghentikan genosida di Gaza dengan cara memutus hubungan dagang. Meski tidak mudah, Sukamta menyebut langkah itu bisa menjadi kartu truf penting yang dimiliki China.
“Kartu truf China masih banyak yang belum digunakan. Mudah-mudahan cepat atau lambat, Israel mau mendengarkan China, Indonesia, dan negara-negara yang dikonsolidasikan oleh dua negara besar ini,” tutupnya.