
Jakarta (26/05) — Program swasembada pangan yang berbasis ketahanan pangan harus mencakup pangan darat dan laut. Memang saat ini baru di perkuat dan kembali diraih swasembada pangan berbasis darat, namun momen perubahan RUU ini bisa menjembatani hadirnya paradigma baru soal pangan biru khususnya swasembada ikan.
“Ada potensi sumber pangan laut yang berjumlah jutaan ton, perikanan budidaya 6.75 jt ton/ton, tangkap 6.19 juta ton/tahun. Kebutuhan ikan kita tiap tahun sekitar 20 juta ton/tahun. Produksi kita kurang lebih 12 juta ton/tahun,” papar Riyono ‘Caping’ Aleg Komisi IV DPR FPKS
Data diatas memberikan gambaran bahwa kebutuhan protein bersumber dari pangan laut ternyata masih kurang, walaupun sebenarnya potensi kita masih bisa di optimalkan.
Menurut Riyono pangan biru yang di hasilkan oleh laut kita harus diseimbangkan, RUU Pangan harus menjangkau pangan berbasis perikanan juga. Mindset bahwa pangan adalah darat dan beras ini perlahan dan terus di berikan warna baru dalam khasanah pangan di masyarakat kita.
“Pangan biru berbasis protein laut yang berasal dari ikan harus terus di gencarkan, perluasan produksi serta distribusi ke masyarakat menjadi pilihan tepat mencetak generasi emas 2045,” tambah Riyono ‘Caping’.
Data potensi pangan biru dari perikanan tangkap yang loss dalam arti belum terlaporkan bisa mencapai 300 T setiap tahunnya, angka yang cukup untuk membuat pangan biru bisa swasembada.
“Swasembada ikan ini harus kita upayakan sama dengan swasembada beras, mulai dari anggaran, pelaku usahanya, programnya mulai pusat sampai daerah harus kuat” tambah Riyono.
Swasembada ikan harus diwujudkan dari hulu ke hilir seperti swasembada pangan. Sistem pangan kita akan semakin kokoh jika swasembada ikan kuat, nelayan akan sejahtera..