
Jakarta (19/05) — Menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan Menteri ATR/BPN menarik kembali lahan-lahan terlantar untuk menjadi aset negara, Anggota DPR – RI Fraksi PKS Ateng Sutisna menegaskan pentingnya langkah tegas dan terstruktur dalam menertibkan kepemilikan lahan yang tidak produktif.
“Demi keadilan agraria dan kedaulatan rakyat, penarikan kembali seluruh lahan terlantar—baik yang dikuasai BUMN, konsesi swasta, maupun keluarga perorangan—harus dilakukan segera. Ini penting untuk memerangi praktik penimbunan tanah oleh segelintir entitas,” ujar Ateng .
Anggota Komisi II ini mendorong agar lahan-lahan hasil revoke tersebut diprioritaskan untuk keperluan pertanian oleh entitas komunal yang memiliki rencana pembangunan nyata, seperti koperasi petani, gabungan kelompok tani (gapoktan), bumdes, dan entitas lokal lainnya yang telah terverifikasi.
Selain itu, Ateng menekankan agar lahan-lahan tersebut juga dimanfaatkan untuk pembangunan rumah murah dan infrastruktur publik, guna menekan biaya proyek negara seperti jalan tol.
“Terlalu banyak HGB dan HGU yang hanya dijadikan agunan bank tanpa realisasi pembangunan. Kasus seperti PT Subur Setiadi di Sumedang perlu diaudit tuntas. Lahan jadi stranded asset, tapi pemiliknya berbisnis di tempat lain. Ini manipulatif dan merugikan negara,” tegasnya.
Ia juga mendorong evaluasi ketat terhadap permohonan perpanjangan HGB dan HGU. Permohonan seharusnya ditolak bila selama masa konsesi pertama lahan tersebut hanya dibangun di bawah 25%. Sebaliknya, perpanjangan dapat diberikan bila 75% lahan telah dimanfaatkan dan disertai redistribusi 20% lahan kepada petani sekitar.
Sebagai langkah jangka panjang, Ateng mengusulkan dibentuknya Bank Tanah Nasional sebagai lembaga negara yang mengelola lahan siap pakai.
“Bank Tanah ini akan menjadi tempat pengajuan pinjaman lahan berdasarkan proposal dan agunan yang jelas, bukan spekulasi,” pungkasnya.