
Malang (17/05) — Pangan adalah hajat hidup orang banyak, bahkan pangan menjadi 80% kebutuhan rakyat kita. Sembilan pangan pokok menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional, konsumsi di tengah rakyat menghasilkan perputaran uang ratusan triliun di desa dan pesisir secara nasional.
Market share pangan saat ini masih betul – betul berjalan sendiri dan banyak yang mengarah kepada oligarki pangan. Indonesia pernah jadi Raja Gula dunia, saat ini kita masih impor lebih dari 1 juta ton per tahun. Bahkan beras pernah kita juga importir besar selama 10 tahun terakhir, di tutup oleh Presiden Prabowo 2025 ini.
“Pangan menjadi hal strategis dan penting untuk diatur dan dikendalikan oleh negara, jangan sampai negara “kalah” oleh korporasi dan seolah menjadi subsistem rantai pasok pangan yang akan membebani rakyat,” papar Riyono Aleg Komisi IV DPR FPKS
Rantai pasok dan tata niaga pangan yang masih belum tertata membuat banyak investor untuk menguasai dan bahkan mendikte serta mengendalikan harga pangan. Momen hari besar dan keagamaan kadang para pengendali pangan ini membuat repot negara, mereka yang untung rakyat terkena imbas harga pangan yang tinggi.
“Tata niaga pangan khususnya sembilan bahan pokok harus di ‘kuasai’ sepenuhnya oleh negara. Amanat UUD 1945 pasal 33 menyebut bumi air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasi oleh negara dan digunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat,” tambah Riyono.
Badan pangan nasional dan Bulog serta BUMN pangan harus mampu memerankan urusan strategis ini, negara harus hadir dalam dapur dan meja makan rakyat kita. Pangan bergizi serta terjangkau dan aman menjadi prioritas lahirnya sumber saya handal menuju 2045.
“Pangan tidak bisa diurus oleh swasta yang hanya berorientasi kepada profit, negara harus atur pola tata niaga dan manajemen pangan agar win – win solution. Rakyat mendapatkan pangan yang terjangkau dan swasta bisa mendapat untung yang bagus” kata Riyono Caping