
Jakarta (16/05) — Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Achmad Ru’yat, mengklarifikasi pernyataannya dalam rapat kerja bersama Kementerian Kesehatan pada Rabu (14/5/2025) dengan agenda terkait Perkembangan Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK), termasuk sinkronisasi dengan RPJMN 2025-2029 dan perumusan transformasi sistem kesehatan nasional. Juga, Evaluasi Pelaksanaan Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis
Menurut Achmad Ru’yat, pernyataan tersebut perlu diluruskan agar tidak menimbulkan persepsi keliru di tengah masyarakat.
Achmad Ru’yat mengatakan, dirinya tidak dalam posisi mendorong uji coba vaksin TBC yang disebut dalam konteks kerja sama dengan Bill Gates Foundation, melainkan justru menganalisis urgensi dan penjelasan ilmiah dari pemerintah terkait vaksin tersebut.
“Saya banyak ditanya masyarakat, karena TBC ini disebabkan oleh bakteri, bukan virus. Maka saya minta penjelasan mengenai rencana uji klinis vaksin TBC yang disebut oleh Pak Menteri dan Bill Gates,” kata Achmad Ru’yat saat dikonfirmasi, Kamis (15/05/2025).
Dalam rapat Komisi IX tersebut, Achmad Ru’yat menyampaikan atas tingginya angka infeksi dan kematian akibat TBC di Indonesia. Ia mencatat, berdasarkan data terakhir, lebih dari satu juta orang terinfeksi setiap tahun dan sebanyak 134.000 orang meninggal dunia pada tahun 2023 akibat penyakit tersebut.
Namun, ia menilai bahwa informasi mengenai pengembangan atau uji coba vaksin TBC harus disampaikan secara transparan dan lengkap kepada publik. Apalagi, menurut dia, masih banyak pertanyaan di masyarakat mengenai perbedaan antara vaksin untuk virus dan vaksin untuk bakteri.
“Saya tidak dalam posisi menyetujui atau menolak, tetapi meminta penjelasan yang terbuka agar masyarakat dapat memahami. DPR menjalankan fungsi pengawasan agar semua proses kebijakan berjalan dengan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas,” ujarnya.
Achmad Ru’yat menambahkan, Fraksi PKS secara umum mendukung upaya pemerintah dalam penanggulangan TBC. Namun, ia menekankan bahwa dukungan tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ilmiah dan keterlibatan publik dalam proses pengambilan kebijakan.
“Informasi kesehatan adalah hak publik. Ketika ada kerja sama internasional, termasuk soal vaksin, maka pemerintah berkewajiban menjelaskan secara terbuka, termasuk dasar ilmiahnya dan siapa saja pihak yang terlibat,” kata dia.
Achmad Ru’yat juga menyatakan bahwa klarifikasi ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat menimbulkan disinformasi di masyarakat, terutama di tengah meningkatnya perhatian masyarakat terhadap isu vaksin.