
Karawang (09/05) — Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Ateng Sutisna, menyoroti dampak pembangunan terhadap berkurangnya kawasan hutan dan lahan pertanian di Kabupaten Karawang.
Hal ini disampaikan dalam kunjungan kerjanya ke Pemerintah Kabupaten Karawang dalam rangka pembahasan Dana Alokasi Daerah (DAD) dan persoalan pertanahan.
Dalam pertemuan tersebut, Ateng mengungkapkan keprihatinannya terhadap masifnya konversi lahan hutan menjadi kawasan non-hutan. Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Pemkab Karawang, luas hutan di daerah ini dahulu mencapai 40.000 hektar dalam satu hamparan, namun kini hanya tersisa sekitar 6% dari total luas wilayah Karawang yang mencapai 1.753,27 Km2 atau 175.327 Hektar.
“Ini berarti luas hutan yang tersisa hanya sekitar 10.519 hektar, yang menunjukkan bahwa lebih dari 73% atau sekitar 29.481 hektar kawasan hutan di Karawang telah dikonversi menjadi lahan non-hutan, termasuk kawasan industri, pemukiman, dan infrastruktur lainnya,” ungkapnya.
Penurunan drastis ini, lanjut Ateng, menunjukkan adanya perubahan fungsi kawasan hutan yang masif.
“Padahal, keberadaan hutan di suatu daerah sangat penting, tidak hanya sebagai penyangga tanah dan sumber air, tetapi juga sebagai langkah mitigasi perubahan iklim,” ujar Ateng.
Ateng juga mengingatkan bahwa dari 6% luas hutan yang tersisa, masih terjadi konflik penggunaan lahan oleh masyarakat, sehingga luas hutan yang benar-benar berfungsi bisa jadi lebih kecil lagi. Untuk itu, ia mendesak pemerintah daerah dan pusat agar lebih serius dalam menjaga sisa kawasan hutan yang ada.
Selain kawasan hutan, Ateng juga menyoroti penurunan luas lahan pertanian di Karawang. Berdasarkan data yang ia himpun, pada tahun 2000 luas lahan pertanian masih sekitar 116.000-120.000 hektar, kemudian turun menjadi 103.000 hektar pada 2013, dan terus menyusut menjadi 97.000 hektar pada 2023. Bahkan, data terbaru saat ini menunjukkan bahwa lahan pertanian yang secara resmi ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) kini hanya tersisa sekitar 87.000 hektar.
“Sebagai daerah yang dikenal sebagai ‘Lumbung Padi Nasional’, penurunan luas lahan pertanian ini sangat mengkhawatirkan. Jika dibiarkan, ketahanan pangan nasional bisa terancam. Oleh karena itu, saya mendorong agar kebijakan pembangunan di Karawang, baik industri maupun perumahan, lebih mengedepankan konsep vertikal daripada horizontal, agar tidak terus menggerus lahan pertanian,” tegasnya.
Ateng juga menekankan pentingnya penyelesaian konflik pertanahan dan penertiban penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukan. Ia berharap, Pemkab Karawang dan pemerintah pusat dapat mengambil langkah strategis untuk menyeimbangkan kebutuhan pembangunan dengan keberlanjutan lingkungan dan ketahanan pangan.