Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Saadiah Uluputty Soroti Disparitas Data Kemiskinan dan Tantangan Sektor Pertanian, Perikanan, serta Kehutanan

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (06/05) — Anggota DPR RI Komisi IV sekaligus Anggota Badan Anggaran DPR RI, Saadiah Uluputty, menyoroti ketimpangan tajam antara data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dan laporan World Bank terkait tingkat kemiskinan di Indonesia.

Ia menegaskan bahwa perbedaan metodologis yang ekstrem harus menjadi bahan evaluasi serius, terutama dalam konteks kerja Komisi IV yang membidangi sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan yang merupakan tumpuan ekonomi mayoritas penduduk miskin di daerah pedesaan, pesisir, dan kepulauan.

Politisi PKS ini menguraikan, bahawa BPS mencatat angka kemiskinan nasional per September 2024 sebesar 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa. Namun World Bank dalam laporan ‘Macro Poverty Outlook’ April 2025 mengungkapkan bahwa berdasarkan ambang batas negara berpendapatan menengah atas (US\$6,85 PPP), 60,3% penduduk Indonesia tergolong miskin.

“Ini bukan hanya soal statistik, tapi menyangkut keberpihakan negara terhadap rakyat kecil. Saat rakyat kita belum mampu memenuhi standar hidup layak global, itu berarti ada masalah struktural yang harus diselesaikan secara serius,” ujar Saadiah.

Wakil Rakyat Maluku ini menyoroti bahwa sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan merupakan wajah dari kemiskinan Indonesia yang tersembunyi di balik angka makroekonomi yang tampak membaik. Meskipun sektor pertanian tumbuh signifikan sebesar 10,52% (y-on-y) pada triwulan I-2025 menurut BPS, pertumbuhan ini belum sepenuhnya dirasakan oleh petani kecil.

“Harga jual komoditas yang fluktuatif, akses pupuk yang masih terbatas, dan distribusi program bantuan yang belum merata membuat petani tetap berada di lingkar kemiskinan,” tegasnya.

Pada sektor perikanan, Saadiah menyoroti masih rendahnya keberpihakan terhadap nelayan kecil, terutama dalam konteks penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur dan pembangunan kampung nelayan yang belum merata di kawasan timur Indonesia.

Sementara di sektor kehutanan, program rehabilitasi lahan kritis dan pemberdayaan masyarakat adat masih belum mendapat porsi anggaran yang memadai.

Ia juga menyinggung rasio penerimaan negara terhadap PDB yang hanya 12,8%, terendah di antara negara-negara ASEAN. Hal ini mempersempit ruang fiskal untuk memperkuat layanan dasar di sektor-sektor esensial seperti pertanian, perikanan, dan kehutanan.

“Pemerintah harus mulai menyusun ulang arah pembangunan nasional berbasis data kemiskinan yang lebih realistis dan mengangkat martabat sektor-sektor rakyat seperti tani, nelayan, dan masyarakat hutan. Tanpa keberpihakan yang nyata, angka pertumbuhan hanyalah ilusi,” tutup Saadiah Uluputty.