Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Hari Pendidikan Nasional: Menggugah Hati, Menggagas Masa Depan Pendidikan Maluku

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Oleh: Saadiah Uluputty (Anggota DPR RI Dapil Maluku dari Fraksi PKS)

Hari Pendidikan Nasional sering kali menjadi kontemplasi. Sebagai renungan untuk menengok ke dalam dan bertanya: sudahkah pendidikan di negeri kepulauan ini menjadi jembatan keadilan sosial? Sudahkah anak-anak Maluku, dari pesisir hingga gunung, merasakan hangatnya cahaya ilmu?

Sebagai daerah yang secara geografis tersebar dalam ribuan pulau, Maluku menyimpan tantangan luar biasa dalam dunia pendidikan. Transportasi laut yang terbatas, infrastruktur yang belum merata, dan distribusi guru yang tidak seimbang, semuanya menjadi simpul persoalan yang terus menjerat.

Namun di balik tantangan itu, ada semangat. Semangat anak-anak yang menyeberang laut demi sekolah, semangat guru yang berjalan kaki puluhan kilometer, dan semangat orang tua yang bekerja keras agar anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi daripada mereka dulu. Semangat inilah yang harus dijaga dan diperjuangkan.

Data dari BPS Provinsi Maluku tahun 2024 menunjukkan bahwa Angka Melek Huruf (AMH) penduduk usia 15 tahun ke atas di Maluku mencapai 99,32 persen, sebuah capaian yang patut disyukuri. Namun, kita tidak boleh berhenti pada angka. Sebab realitas di lapangan menunjukkan bahwa pemerataan akses dan kualitas pendidikan masih jauh dari ideal.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) anak usia 7–12 tahun memang tinggi, mencapai 99,49 persen, tetapi semakin menurun pada kelompok usia lebih tua: hanya 97,83 persen untuk usia 13–15 tahun, dan turun tajam menjadi 77,70 persen untuk usia 16–18 tahun. Ini menandakan bahwa banyak anak-anak Maluku yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas, bukan karena kurang semangat, melainkan karena terbentur keterbatasan biaya, fasilitas, dan jarak sekolah.

Lebih memprihatinkan lagi, Angka Partisipasi Murni (APM) untuk SMA/SMK hanya sebesar 69,61 persen. Artinya, lebih dari 3 dari 10 anak usia sekolah menengah atas tidak bersekolah. Ini adalah sinyal bahaya yang harus kita tanggapi dengan serius.

Kondisi sarana pendidikan pun menjadi catatan penting. Masih terdapat sekolah-sekolah dengan ruang kelas yang tidak layak, sanitasi yang minim, dan sumber air yang tidak memadai. Rasio guru-murid yang timpang di beberapa wilayah, serta jumlah guru berkualifikasi yang belum merata, makin menambah beban sistem pendidikan kita.

Sebagai anggota Komisi IV DPR RI, saya melihat bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kesejahteraan keluarga nelayan, petani, dan masyarakat desa hutan yang menjadi basis utama perekonomian Maluku. Ketika pendapatan keluarga nelayan rendah, maka anak-anak mereka pun akan sulit melanjutkan pendidikan. Di sinilah kita harus menempatkan pendidikan sebagai pilar pembangunan lintas sektor — bahwa pembangunan sektor kelautan, pertanian, dan kehutanan juga harus memberi dampak langsung pada pendidikan keluarga-keluarga di daerah terpencil.

Kita juga tidak boleh melupakan pendidikan anak usia dini. Dalam data BPS disebutkan bahwa 75,63 persen anak usia 0–6 tahun di Maluku tidak mengikuti pendidikan pra sekolah. Ini adalah masa emas perkembangan anak yang hilang, yang akan berdampak panjang pada kualitas generasi mendatang.

Pemerintah daerah harus lebih agresif membangun unit layanan PAUD, memperkuat tenaga pendidik anak usia dini, dan menyediakan insentif bagi guru di daerah terpencil. Pusat pun harus hadir dengan dukungan anggaran afirmatif untuk daerah kepulauan seperti Maluku. Kita butuh strategi pendidikan berbasis wilayah kepulauan, bukan kebijakan seragam yang gagal membaca keragaman geografi.

Di Hari Pendidikan Nasional ini, saya mengajak kita semua untuk kembali memaknai filosofi pendidikan sebagai alat pembebasan. Pendidikan seharusnya membebaskan anak-anak Maluku dari kemiskinan, dari kebodohan, dan dari keterpinggiran. Ini hanya bisa dicapai bila negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, menjadikan pendidikan sebagai prioritas nyata, bukan sekadar slogan.

Fraksi PKS di DPR RI akan terus mendorong kebijakan anggaran yang berpihak pada pendidikan di wilayah tertinggal, terluar, dan terisolir. Kami juga menegaskan pentingnya data pendidikan yang diperbarui dan terintegrasi lintas sektor untuk memudahkan perencanaan pembangunan yang lebih efektif.

Mari kita jadikan Hari Pendidikan Nasional sebagai momentum menyalakan harapan dan membumikan keadilan pendidikan. Sebab masa depan Maluku — dan Indonesia — terletak pada keberhasilan kita mencetak generasi berilmu, berakhlak, dan berdaya saing.