
Jakarta (02/05) — Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Muhammad Kholid, menyatakan dukungan penuh terhadap percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sebagai langkah strategis dalam memperkuat komitmen nasional memberantas korupsi dan menyelamatkan keuangan negara.
Ia menegaskan bahwa visi Presiden Prabowo Subianto dalam agenda anti-korupsi harus dijawab dengan keberanian politik, ketegasan moral, dan kematangan legislasi.
“RUU Perampasan Aset adalah terobosan hukum dalam agenda pemberantasan korupsi, ia adalah tonggak sejarah dalam perjuangan kita dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” ujar Kholid.
RUU ini memungkinkan negara merampas aset yang diduga berasal dari kejahatan tanpa harus menunggu putusan pidana, yakni melalui jalur perdata yang diawasi oleh pengadilan.
“Mekanisme ini dikenal secara global sebagai non-conviction based asset forfeiture. Artinya, meski pelaku sudah melarikan diri, meninggal dunia, atau bersembunyi di balik jaringan pencucian uang, negara tetap bisa bertindak mengambil aset hasil tindak pidana kejahatan tersebut,” ungkapnya.
Kholid menegaskan bahwa pendekatan ini bukan gagasan baru, melainkan standar internasional yang telah terbukti berhasil di banyak negara seperti Amerika Serikat, Irlandia, Inggris dan beberapa negara lainnya.
“Hal ini menunjukan bahwa perampasan atau pengembalian aset tanpa menunggu putusan pidana adalah instrumen yang cukup efektif mengembalikan kerugian uang negara akibat tindak kejahatan keuangan termasuk korupsi di dalamnya,” tegasnya.
Ia menambahkan, selama ini kelemahan sistem hukum Indonesia terletak pada fokus yang berlebihan pada pelaku, namun lemah dalam mengejar aset atau kekayaan hasil kejahatan.
“Kita harus membalik logika itu. Kejahatan bukan hanya harus dihukum, tapi harus dibuat tidak menguntungkan sehingga tidak ada insentif ekonomi dalam melakukan kejahatan. Inilah roh dari RUU ini,” kata Kholid.
Lebih jauh, RUU ini memuat mekanisme pembuktian terbalik—di mana individu, khususnya pejabat publik, yang memiliki kekayaan sangat tidak wajar (unexplained wealth) dapat diminta membuktikan legalitas dan kewajaran harta miliknya.
“Sebagai contoh, jika seorang pejabat memiliki penghasilan Rp30 juta per bulan tapi punya rumah Rp30 miliar, kendaraan 20 milyar, penegak hukum berhak bertanya dan menyelidiki. Dari mana aset sebesar itu? Kalau tidak bisa dijelaskan asal usul kekayaan itu, maka negara bisa memprosesnya secara perdata dan negara berhak mengambilnya sebagai milik negara sampai ada pembuktian dari pejabat tersebut.,” ujar Kholid.
Sebagai anggota DPR RI, Kholid menegaskan bahwa keberpihakannya pada rakyat bukan hanya slogan, tetapi diwujudkan dalam kerja legislasi yang tajam dan berpihak.
“RUU ini bukan soal teknis hukum semata, tapi soal keberanian moral kita bahwa pemerintahan yang bersih dan berwibawa asalah syarat mutlak majunya sebuah bangsa.” tegasnya.
Kholid juga menekankan pentingnya pengawasan dan akuntabilitas agar RUU ini tidak disalahgunakan.
“RUU ini harus adil, transparan, akuntabel dan proporsional tidak boleh jadi alat politik l. Jangan sampai ketakutan akan penyalahgunaan membuat kita gagal menyelamatkan uang rakyat. Kuncinya adalah niat yang bersih dan mekanisme kontrol yang kuat.”
“Presiden sudah menegaskan komitmen dukungannya terhadap RUU perampasan aset. Kini saatnya DPR menyambut ajakan tersebut. Kita ingin Indonesia menjadi negara yang berdaya saing, efisien dan bebas dari korupsi. Dan untuk itu, kita harus berani mengambil terobosan regulasi bahwa tidak ada tempat yang aman untuk menyembunyikan hasil kejahatan di negeri ini.” tutupnya.