
Jakarta (01/05) — Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Johan Rosihan, menyoroti masalah struktural dalam industri perunggasan nasional yang dinilainya belum terselesaikan meskipun telah berganti kebijakan dan pejabat.
Johan menyambut baik langkah Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) yang baru, Agung Suganda, yang menerbitkan surat imbauan baru terkait pengendalian produksi DOC Final Stock (FS).
Namun, menurut Johan, langkah tersebut belum cukup menyentuh akar permasalahan yang telah menyebabkan kerugian besar bagi peternak rakyat.
“Kebijakan imbauan semata tidak akan cukup jika tidak disertai pembenahan struktural. Kita butuh perubahan mendasar dalam tata niaga unggas, mulai dari distribusi DOC, pengaturan pakan, sampai akses peternak terhadap pasar hilir,” tegas Johan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (01/05).
Johan mencatat bahwa selama periode 2016–2023, pengendalian produksi DOC melalui Surat Edaran Dirjen PKH tidak membawa hasil signifikan. Harga live bird (LB) di tingkat peternak rakyat terus jatuh di bawah biaya produksi, sehingga banyak peternak gulung tikar.
“Masalah utamanya bukan hanya pada produksi, tetapi karena rantai pasok yang timpang dan relasi usaha yang tidak adil. Peternak kecil tidak bisa bersaing dengan integrator besar karena struktur pasarnya tidak berpihak,” jelasnya.
Data dari Pinsar Indonesia (Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia) menunjukkan bahwa pada 2024 lalu, harga LB di beberapa wilayah Jawa dan NTB sempat menyentuh Rp14.000 per kg, jauh di bawah harga pokok produksi yang berkisar Rp19.000–Rp20.000 per kg.
Johan menyoroti bahwa dominasi feedmill dan integrator dalam distribusi DOC, tanpa diikuti kebijakan bundling dengan pakan atau jaminan pasar, telah menciptakan ketimpangan yang sistemik.
Ia juga menilai kehadiran BUMN PT Berdikari sejak 2018 belum maksimal karena terbatasnya modal dan strategi intervensi pasar yang tidak terintegrasi.
“Kita punya BUMN peternakan, tetapi tidak diberi cukup amunisi. Tanpa dukungan investasi dan model bisnis baru, sulit berharap banyak dari PT Berdikari,” ucapnya.
Sebagai solusi, Johan mendorong pemerintah untuk membangun Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) dan cold storage (CS) di sentra produksi. Menurutnya, hilirisasi adalah kunci utama agar peternak mandiri tidak bergantung pada pasar live bird yang sangat fluktuatif dan bersifat musiman.
“Konsumsi daging ayam masyarakat kita sangat musiman. Setiap tahun pasti ada overproduksi. Jika tidak diserap dengan cold storage atau diversifikasi produk, harga pasti jatuh lagi,” ungkap anggota DPR dari daerah pemilihan NTB I itu.
Ia juga mendesak Badan Pangan Nasional untuk segera merealisasikan Closed Loop Ecosystem yang sudah dirancang, namun belum berjalan optimal hingga saat ini.
“Model Closed Loop dari Badan Pangan Nasional itu sudah bagus di atas kertas. Tapi kenapa belum dijalankan secara masif? Ini perlu kita kawal bersama,” tambahnya.
Johan menyatakan bahwa Komisi IV DPR RI akan mengusulkan penguatan untuk pembangunan infrastruktur hilir perunggasan rakyat dan meminta audit menyeluruh atas regulasi berbagi DOC serta praktik kemitraan industri.
“Tujuannya jelas: agar peternak rakyat bisa bangkit, tidak terus dirugikan oleh sistem yang timpang. Kita harus hadir untuk membela yang lemah,” pungkasnya.