
Pontianak (10/04) — Isu pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) terhadap keluarga pasien di Bandung semakin memanaskan perdebatan mengenai etika dan standar operasional prosedur (SOP) dalam praktik kedokteran di Indonesia.
Kasus ini mengungkapkan lemahnya pengawasan terhadap perilaku medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan serta perlunya penegakan hukum dan aturan yang lebih tegas di sektor ini.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Dapil Kalimantan Barat 1, Alifudin menyatakan keprihatinannya atas peristiwa tersebut serta meminta penguatan dalam pelaksanaan prosedur para dokter serta penanganan kasus perundungan yang masih marak di dunia pendidikan kedokteran.
Menurut Alifudin, tindakan yang dilakukan oleh dokter PPDS tersebut jelas merupakan pelanggaran serius terhadap etika profesi medis yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan pasien.
“Tindak pelecehan semacam ini menunjukkan adanya kegagalan dalam pengawasan terhadap perilaku tenaga medis, yang seharusnya mengutamakan martabat pasien dan keluarganya. Ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap dunia kedokteran,” ujar Alifudin.
Alifudin menekankan pentingnya penguatan pelaksanaan SOP yang ketat bagi dokter dalam melakukan tindakan medis terhadap pasien dan etika dengan keluarga pasien.
“SOP yang jelas dan terukur sangat penting agar setiap tindakan medis yang dilakukan selalu sesuai dengan kaidah medis yang berlaku. Hal ini tidak hanya berlaku pada tindakan medis kepada pasien, tetapi juga dalam interaksi dengan keluarga pasien,” tegasnya.
SOP yang kuat akan mengurangi risiko penyalahgunaan kekuasaan yang dapat terjadi, sekaligus memberikan perlindungan bagi pasien dan keluarga dari potensi pelecehan.
Selain itu, Alifudin juga menyoroti kasus perundungan dokter junior oleh seniornya beberapa waktu lalu. Alifudin meminta agar pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera mengambil langkah tegas terkait perundungan yang terjadi terhadap dokter junior di lingkungan rumah sakit.
“Fenomena perundungan atau bullying yang dialami oleh dokter junior dari para seniornya juga perlu segera dituntaskan. Sebab, selain berbahaya bagi psikologis para tenaga medis muda, hal ini juga menciptakan budaya kerja yang tidak sehat, yang berujung pada kinerja yang buruk dan bahkan dapat memengaruhi keselamatan pasien,” ungkap Alifudin.
Alifudin juga menekankan perlunya pengawasan dan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap segala bentuk pelanggaran dalam dunia kedokteran.
“Kami mendesak pihak kepolisian dan lembaga terkait untuk segera memproses kasus ini hingga tuntas baik aksi pelecehan ataupun perundungan, serta memastikan agar tidak ada lagi tindakan serupa yang terjadi di masa depan. Kepercayaan publik terhadap profesi medis hanya bisa dipulihkan jika ada kepastian hukum yang jelas dan tegas,” tegasnya.
Alifudin mengusulkan pembentukan sistem pelaporan yang lebih efektif dan aman bagi pasien, keluarganya, dan tenaga medis yang melanggar aturan, atau seperti tenaga medis yang terancam atau menjadi korban perundungan.
“Kami berharap agar Kemenkes dapat membentuk sistem pelaporan yang independen, di mana dokter dan tenaga medis lainnya dapat melaporkan setiap pelanggaran atau tindakan yang tidak sesuai dengan etika medis tanpa rasa takut. Hal ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan profesional bagi semua pihak,” tutup Alifudin.