
Makassar (10/04) — Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PKS Meity Rahmatia merespon kasus intimidasi dan pemukulan jurnalis yang meliput pada kegiatan Kapolri di Semarang baru-baru ini.
Kekerasan yang akhirnya viral di platform media sosial tersebut, imbuh Meity, dinilai sebagai bentuk ketidakdewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera tersebut menyampaikan rasa prihatin dengan berulangnya tindak kekerasan terhadap jurnalis.
Menurutnya, peristiwa semacam itu merupakan indikator bahwa kehidupan berdemokrasi belum berjalan maksimal di sebuah negara.
“Saya sebagai Anggota Komisi XIII cukup prihatin. Ya, jurnalis kan, memiliki peran besar dalam penegakan kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Mereka ujung tombak media massa sebagai elemen keempat demokrasi yang mengontrol kekuasaan dan pemerintah agar tidak menyalahgunakan kewenangannya,” ungkapnya.
Yang paling penting, lanjut Meity, jurnalis memiliki andil dalam memenuhi kebutuhan infomasi yang terkait publik atau hajat hidup orang banyak. Termasuk agenda-agenda pembangunan yang dilakukan pemerintah, kegiatan-kegiatan pejabat publik, dan lain-lain.
“Misalnya kegiatan Pak Kapolri. Masyarakat tentu saja perlu tahu kegiatan beliau sebagai pejabat publik yang dibiayai dari uang rakyat. Dan dalam konteks inilah jurnalis memiliki peran menyebarluaskannya dengan akuntabel, tanpa bias dan berimbang ke masyarakat secara luas.”
Posisi jurnalis dan media, kata Meity, sudah diatur dalam Undang-Undang Pers, No 40 tahun 1999. Harusnya bisa dipahami hingga pada tiap ada kegiatan, panitia atau keamanan dapat membangun komunikasi lebih awal tentang kegiatan, peliputan dan wawancara saat di lapangan dengan jurnalis dan media sehingga tidak perlu ada intimidasi dan kekerasan.
“Sudah tugas pejabat publik memberikan keterangan kepada media massa secara transparan terkait urusan publik yang memang dapat diekspose. Pada intinya kita saling menghargai dan menghormati,” sambungnya.
Insiden pemukulan terhadap jurnalis di Semarang dilakukan oleh pengawal keprotokoleran Kapolri. Kekerasan ini terjadi saat Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau arus balik di Stasiun Tawang Semarang, Sabtu 5 April 2025.
Menyusul kejadian ini, Kapolri menyampaikan permintaan maafnya melalui media ke publik. Sementara, pelaku, Ipda E juga telah menyampaikan maaf kepada korban pewarta poto dari Antara disaksikan Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto.