Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Nelayan Berdaulat, Laut Sejahtera: Jalan Perikanan Menuju Swasembada Pangan dan Ekonomi Biru 2045

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Oleh: Saadiah Uluputty, ST (Anggota DPR RI Komisi IV dari Fraksi PKS Dapil Maluku)

Tanggal 6 April setiap tahun kita peringati sebagai Hari Nelayan Nasional. Ini bukan sekadar peringatan tahunan, melainkan sebuah panggilan kebangsaan untuk kembali menegaskan peran sentral nelayan dalam mewujudkan kedaulatan bangsa, terutama di sektor pangan dan maritim.

Peringatan ini menjadi pengingat bagi seluruh bangsa akan jasa besar para nelayan yang setiap hari bertaruh nyawa di tengah gelombang demi memastikan pangan laut tersedia di meja makan rakyat.

Tema Hari Nelayan Nasional tahun ini, ‘Nelayan Tangguh, Laut Lestari, Indonesia Maju’, bukan hanya semboyan inspiratif, tetapi sekaligus cermin arah besar pembangunan sektor kelautan dan perikanan kita ke depan. Tema yang sejalan dengan semangat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) menuju Indonesia Emas 2045, yang menempatkan laut sebagai penopang penting ketahanan pangan, ekonomi, dan kedaulatan bangsa.

Di tengah tantangan perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan ketimpangan pembangunan, nelayan Indonesia tetap menunjukkan ketangguhannya. Dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud hingga Kepulauan Aru, nelayan terus bergerak. Mereka bukan hanya pencari ikan, tetapi penjaga ruang hidup laut, pewaris budaya maritim, dan penggerak ekonomi desa-desa pesisir.

Di Dapil saya, Maluku, lautan adalah nadi kehidupan. Wilayah kami 92 persen terdiri dari laut. Jutaan ton potensi lestari perikanan tersimpan di sana, namun belum seluruhnya dimanfaatkan secara adil dan lestari. Sayangnya, nelayan-nelayan kecil kami masih berjibaku dengan keterbatasan: alat tangkap sederhana, akses BBM terbatas, sarana pendingin minim, harga jual ikan yang tidak menentu, serta lemahnya posisi tawar terhadap pasar.

Kita tidak boleh terus membiarkan nelayan kita berjuang sendirian di tengah arus ketimpangan pembangunan. Negara harus hadir, bukan hanya sebagai pengatur, tetapi sebagai penggerak dan pelindung. Ketangguhan nelayan harus dibentuk melalui ekosistem dukungan yang kokoh: penyediaan alat tangkap ramah lingkungan, akses permodalan dan asuransi, penyuluhan yang berbasis teknologi, serta pendampingan dalam rantai nilai perikanan. Pendekatan ini harus menjadi bagian tak terpisahkan dari program-program strategis yang telah diluncurkan, seperti Kampung Nelayan Modern, Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT), revitalisasi pelabuhan perikanan, dan industrialisasi hasil tangkapan.

Namun lebih dari itu, kita harus berani menempatkan sektor kelautan dan perikanan sebagai prioritas nasional, bukan pelengkap pembangunan. Sudah saatnya sektor ini menjadi tulang punggung swasembada pangan berbasis laut. Konsumsi ikan per kapita nasional terus meningkat dan akan terus menjadi andalan pemenuhan protein hewani rakyat Indonesia. Maka produksi, distribusi, dan logistik perikanan harus diperkuat secara sistemik. Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Komisi IV DPR RI telah bekerja untuk mendorong peningkatan produktivitas dan kesejahteraan nelayan, tetapi ke depan dibutuhkan terobosan lebih progresif dan inklusif.

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, kelestarian laut menjadi hal yang tak bisa ditawar. Tidak akan ada nelayan tangguh jika laut rusak. Tidak akan ada Indonesia maju jika ruang hidup pesisir terus terancam. Oleh karena itu, ekonomi biru menjadi kerangka penting yang harus diadopsi secara menyeluruh. Konsep ini menuntut kita untuk membangun dari laut, tapi dengan cara yang bijak dan berkelanjutan. Ekonomi biru bukan semata soal meningkatkan produksi, melainkan tentang menjaga daya dukung ekosistem, memperkuat nilai tambah, serta memastikan pelibatan masyarakat lokal secara adil.

Dalam RPJPN 2025–2045, ekonomi biru disebut sebagai salah satu pilar untuk mencapai Indonesia sebagai negara maju yang berdaulat, adil, dan berkelanjutan. Untuk mewujudkannya, wilayah timur Indonesia seperti Maluku harus mendapatkan perhatian dan afirmasi khusus. Potensi besar kami di sektor perikanan tidak boleh lagi terpinggirkan oleh logika pembangunan yang berpusat di barat. Saya mendorong agar Maluku dijadikan koridor biru nasional—pusat industri perikanan terpadu berbasis potensi lokal, didukung oleh pelabuhan modern, konektivitas laut yang efisien, dan kawasan industri pengolahan hasil laut yang ramah lingkungan.

Nelayan-nelayan kami harus menjadi tuan di wilayahnya sendiri. Mereka harus memiliki kontrol terhadap proses produksi, distribusi, hingga pemasaran. Koperasi nelayan dan usaha bersama harus diperkuat sebagai tulang punggung ekonomi pesisir. Anak-anak muda harus diajak membangun sektor ini, dengan teknologi, inovasi, dan semangat kewirausahaan. Negara harus menjamin kepastian ruang tangkap tradisional, memberikan insentif bagi alat tangkap ramah lingkungan, dan menjamin harga hasil tangkapan yang adil melalui regulasi yang berpihak.

Hari Nelayan Nasional 2025 harus menjadi saat yang kuat untuk memperkuat komitmen kolektif kita terhadap para penjaga laut ini. Ketangguhan mereka bukan untuk dipuji semata, tetapi untuk dibalas dengan kebijakan yang adil dan perlindungan yang nyata. Laut yang lestari adalah tanggung jawab kita bersama, dan nelayan adalah ujung tombaknya. Di tangan mereka, masa depan ketahanan pangan dan kekuatan ekonomi laut Indonesia digantungkan.

Dari laut Maluku, dari suara nelayan kecil yang hidupnya terhubung erat dengan ombak dan angin, saya titipkan harapan besar untuk negeri ini. Mari kita jaga laut dengan cinta, kita dukung nelayan dengan kebijakan, dan kita majukan Indonesia dari pesisir hingga samudera. Indonesia Emas 2045 akan lahir dari keberanian kita mengangkat laut sebagai pusat peradaban. Dan itu hanya bisa dimulai jika kita sungguh-sungguh berdiri bersama nelayan—tangguh, lestari, dan berdaulat.