
Jakarta (11/03) — Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS, Yanuar Arif Wibowo, menghadiri Forum Legislasi yang diselenggarakan oleh Koordinator Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI, pada Selasa (11/3).
Diskusi yang bertema ‘Revisi RUU LLAJ Diharapkan Mengatur Status Hukum Pengemudi Transportasi Online hingga Tarif Layanan’ yang diadakan di Ruang PPIP Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (11/03).
Dalam kesempatan tersebut, Yanuar Arif Wibowo mengungkapkan pentingnya pengaturan yang jelas bagi pengemudi transportasi online (ojol) agar dapat memberikan kesejahteraan lebih baik bagi mereka. Yanuar menyampaikan bahwa revisi RUU LLAJ sangat relevan dengan dinamika saat ini.
“Anggota Komisi V sangat menyadari kebutuhan adanya payung hukum untuk pengemudi transportasi online. Mengingat jumlahnya yang terus meningkat, dengan lebih dari 1 juta pengemudi, sudah saatnya regulasi yang ada bisa memberikan perlindungan dan kejelasan,” ungkapnya.
Dalam forum tersebut, pengamat transportasi, Darmaningtyas, memberikan penjelasan terkait perkembangan regulasi transportasi online.
Ia menjelaskan, pada saat RUU LLAJ disusun pada tahun 2009, perdebatan mengenai apakah ojek harus diatur dalam undang-undang atau tidak sempat muncul, namun akhirnya keputusan diambil untuk tidak memasukkannya. Darmaningtyas menambahkan bahwa meski ojek tidak diatur dalam UU, pengemudi transportasi online telah beroperasi berdasarkan peraturan menteri yang keluar pada 2015 dan diperbaharui menjadi Permenhub 12/2019.
“Masalah utama bagi pengemudi adalah bukan legalitasnya, tetapi kesejahteraan mereka yang terus menurun,” ujar Darmaningtyas.
Menurut Darmaningtyas, isu kesejahteraan pengemudi menjadi semakin penting seiring dengan menurunnya pendapatan mereka, yang awalnya tinggi di tahun-tahun kejayaan, namun kini semakin menurun karena penurunan permintaan serta pengurangan tarif oleh aplikator.
“Saya memiliki data yang menunjukkan bahwa pendapatan pengemudi ojol mulai menurun setelah 2018, setelah mengalami lonjakan yang signifikan di tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.
Seiring dengan itu, Yanuar juga menyampaikan bahwa revisi ini perlu memperhatikan beberapa hal, termasuk pengaturan status pengemudi ojol sebagai angkutan umum berplat kuning.
“Revisi UU LLAJ ini akan mencakup banyak aspek, tidak hanya sekedar memasukkan sepeda motor sebagai angkutan penumpang, tetapi juga mengatur soal SIM khusus hingga standar pelayanan yang harus dipenuhi oleh pengemudi ojol. Ini semua butuh kajian mendalam dan masukan dari berbagai pihak,” jelasnya.
Terkait dengan isu kesejahteraan pengemudi, Darmaningtyas juga menyoroti pentingnya pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) untuk pengemudi.
“Aplikator pasti memperoleh keuntungan besar dari jumlah pengemudi dan pergerakan barang, jadi sudah semestinya mereka memberikan THR kepada pengemudi sebagai bentuk apresiasi terhadap kontribusi mereka,” tambahnya.
Forum ini juga membuka ruang tanya jawab, di mana para peserta mengungkapkan pendapat mereka tentang pengaturan ojol dalam UU LLAJ. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah mengenai potongan yang terlalu besar oleh aplikator yang mengurangi pendapatan pengemudi.
“Kami sangat memahami kekhawatiran pengemudi terkait pemotongan yang tinggi. Oleh karena itu, pengaturan terkait tarif dan pengaturan komisi harus dibahas dengan seksama.” pungkas Yanuar.
Revisi RUU LLAJ diharapkan kedepannya dapat menjadi solusi bagi masalah yang dihadapi pengemudi transportasi online.