
Tujuan bernegara kalau mau kita sederhanakan adalah “melayani rakyat”. Dimensi pelayanan publik (public services) ini penting karena merupakan alasan utama (raison d’ etre) lahirnya negara sebagai sebuah kontrak sosial antara penyelenggara negara dengan rakyat untuk mengatur dan mengurus hajat hidup mereka.
Tema pelayanan rakyat ini pula yang seharusnya menjadi fokus kerja politik dari partai politik manapun. Kita ingin terus mendorong dan menghadirkan negara yang benar-benar melayani rakyat. Apalagi kita sepakat membangun sistem demokrasi yang lebih substantif untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat. Demokrasi substantif adalah demokrasi yang bekerja untuk memenuhi keinginan dan aspirasi rakyat sebagai pemilik kekuasaan. Jadi, tugas utama negara yang dipersonifikasi oleh para pemimpin dan pejabat publik adalah melayani rakyat, bukan melayani elit, kelompok, dan partai pendukungnya.
Dalam konsep kepemerintahan ada dua kategori tata kelola pemerintahan: good governance dan bad governance. Ada sembilan prinsip good governance, yaitu partisipasi, ketaatan hukum (rule of law), transparansi, responsif, berorientasi solusi/konsensus, kesetaraan (equity), efektif dan efisien, akuntabilitas, dan visi strategis. Negara dan pemerintahan yang tidak mencerminkan prinsip-prinsip tersebut dengan sendirinya masuk dalam kategori bad governance.
Kita harus jujur mengakui bahwa negara kita belum benar-benar menerapkan good governance, sehingga perlu didorong terus upaya reformasi tata kelola negara dan pemerintahan. Praktek buruk yang masih kerap terjadi dalam pemerintahan berupa korupsi, politisasi birokrasi, maladministrasi, dan lain-lain.
Untuk itu setidaknya ada empat sasaran perbaikan dan penguatan. Pertama, kita harus serius membangun budaya melayani, bukan dilayani. Ubah paradigma pemerintahan sebagai pelayanan masyarakat. Istilah pejabat publik semestinya juga harus direvisi dengan pelayanan masyarakat sebagaimana dalam Islam, khalifah sering disebut sebagai qodimul ummah.
Kedua, kita harus serius membangun dan mengembangkan sistem meritokrasi dalam proses rekrutmen dan tata kelola SDM pemerintahan.
Ketiga, tidak ada pelayanan yang baik tanpa pertanggung jawaban publik. Maka kita harus serius membangun dan mengembangkan sistem akuntabilitas. Akuntabilitas pemerintahan meliputi kinerja pelayanan, keuangan, dan administrasi. Rumusnya sederhana: kewenangan tanpa akuntabilitas akan menghasilkan korupsi.
Keempat, untuk menegakkan prinsip akuntabilitas maka diperlukan satu sistem pengawasan yang kuat dan melekat, yang mencegah perilaku maladministrasi dan korupsi. Inilah penyakit birokrasi kita yang harus kita berantas tuntas. Stop korupsi dan maladministrasi
Kelima, penguatan sistem regulasi (perundang-undangan) yg komprehensif dan sinergis dari pusat hingga daerah yang mementingkan dimensi pelayanan publik. Undang-undang dan regulasi bertindak sebagai agen untuk melakukan perubahan dan rekayasa sosial sehingga proses pelembagaan birokrasi yang melayani semakin kuat.