
Jakarta (04/03) — Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, Riyono menerima audiensi dari Destructive Fishing Watch (DFW) terkait dugaan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan kapal asing.
Kasus ini diduga melibatkan KM Mitra Usaha Semesta (KM MUS) yang menyelundupkan Anak Buah Kapal (ABK) ke kapal berbendera Rusia, Run Zeng 03 dan 05, yang dioperasikan oleh Warga Negara (WN) China.
Perwakilan DFW, Siti, mengungkapkan bahwa kasus ini tidak hanya melibatkan TPPO, tetapi juga dugaan tindak pidana lainnya seperti alih muat (transhipment) di tengah laut, penyelundupan 150 ton Bahan Bakar Minyak (BBM), dan penyelundupan 100 ton ikan. Kasus ini dianggap sebagai salah satu yang terbesar setelah kasus perbudakan di Benjina beberapa tahun lalu.
Salah satu korban TPPO,
Sanusi menceritakan bahwa dirinya dan lebih dari 100 orang lainnya direkrut melalui media sosial dengan janji gaji yang bervariasi. Namun, setibanya di kapal, mereka tidak menerima sepeser pun.
“Kalau menolak atau batal, kami harus mengganti ongkos perjalanan. Kami dijanjikan gaji akan diterima di kapal yang katanya berbendera Indonesia. Nyatanya, kami dipindahkan ke kapal asing dan dipaksa bekerja dengan kondisi yang tidak manusiawi,” ungkapnya.
Menurut Sanusi, para ABK yang mencoba menolak justru diancam dan tidak diberi makan jika tidak bekerja.
“Kami hanya diberi satu nampan makanan untuk 30 orang dan minum air dari AC. Enam orang nekat melompat ke laut untuk melarikan diri, lima orang selamat, tapi satu ditemukan dalam kondisi tanpa kepala setelah beberapa hari,” tambahnya.
Menanggapi berbagai laporan ini, Anggota Komisi IV DPR RI F-PKS, Riyono menyatakan bahwa kasus eksploitasi ABK di kapal asing sudah menjadi perhatiannya sejak lama. Ia menegaskan bahwa Indonesia harus segera mengambil langkah konkret untuk mencegah kasus serupa terus berulang.
“Jika Indonesia tidak meratifikasi aturan internasional yang melindungi ABK, maka kejadian ini akan menjadi gunung es yang terus berulang. Dari 2020 hingga 2025, polanya tetap sama, bahkan bisa jadi pelakunya juga masih sama,” ujar Riyono.
Menurutnya, hampir 250.000 ABK ilegal dari Indonesia rawan menjadi korban perbudakan di kapal ikan milik asing, terutama kapal berbendera China.
Sebagai tindak lanjut, Riyono menyampaikan beberapa langkah yang akan diambil, seperti koordinasi dengan Komisi III dan XIII DPR RI dan menyisipkan pembahasan terkait ABK dalam pembahasan UU Migran di Badan Legislasi.
“Ini merupakan kasus yang besar, karena sudah lintas komisi dan menyangkut banyak pihak. Oleh karenanya perlu kami konsolidasikan dengan rekan-rekan di Komisi III dan XIII untuk menemukan menindaklanjuti hingga nanti penyelesaian.” pungkasnya