Logo Fraksi PKS

Website Resmi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Fraksi PKS Kreatif, Atraktif, Substantif

Komisi II FPKS Ateng Sutisna Dukung Perhutani Tolak Alih Fungsi Hutan Mangrove di PIK 2

 

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Jakarta (04/03) — Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Ateng Sutisna, menyatakan dukungan penuh terhadap keputusan Perum Perhutani Divisi Regional III Banten Jawa Barat yang menolak alih fungsi hutan mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang, Banten.

Ateng menegaskan bahwa hutan lindung mangrove memiliki peran ekologis yang sangat penting, dan pengalihfungsian lahan tersebut dapat berdampak buruk bagi lingkungan serta kehidupan masyarakat pesisir.

“Atas nama kepentingan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, saya mendukung sikap tegas Perhutani untuk menolak alih fungsi hutan lindung mangrove di kawasan pesisir utara Jakarta. Kita harus sadar kalau mangrove berperan sebagai benteng alami yang melindungi pesisir dari abrasi, tsunami, serta menjadi habitat bagi beberapa hewan,” ujar Ateng Sutisna.

Dukungan ini diberikan menyusul pernyataan resmi Perum Perhutani Banten yang tidak merekomendasikan usulan perubahan fungsi hutan lindung seluas 1.600 hektare di Kabupaten Tangerang. Usulan tersebut diajukan oleh mantan Pj Gubernur Banten, Al Muktabar, namun ditolak oleh Perhutani dengan alasan ekologis yang mendalam.

Ateng Sutisna menambahkan bahwa selain manfaat ekologisnya, hutan mangrove juga memiliki nilai ekonomi dan sosial yang besar bagi masyarakat pesisir. Ekosistem ini menjadi tempat pemijahan ikan dan biota laut lainnya, yang secara langsung menopang kehidupan nelayan dan komunitas pesisir.

“Jika hutan mangrove ini dialihfungsikan, kita bukan hanya kehilangan fungsi ekologisnya, tetapi juga mengancam keberlangsungan ekonomi masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada hasil laut,” tegas Ateng.

Dalam konteks lebih luas, Ateng juga mengkritisi klaim cadangan lahan (land bank) oleh PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) yang mencatatkan 1.617 hektare lahan di neraca keuangannya.

Berdasarkan temuan, lahan tersebut diduga merupakan pagar laut di perairan Tangerang yang kemudian diklaim sebagai lahan abrasi sawah. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai status kepemilikan lahan dan dampaknya terhadap lingkungan pesisir.

Ateng mendesak pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 yang menjadi dasar legalitas pengelolaan lahan di kawasan tersebut.

“Saya rasa regulasi ini perlu ditinjau ulang. Jangan sampai kebijakan yang ada justru melegitimasi praktik yang berpotensi merusak lingkungan dan merugikan masyarakat pesisir. Kita jangan mengorbankan ekosistem yang berharga hanya untuk kepentingan bisnis sesaat. Hutan mangrove itu sebuah warisan alam yang harus terus kita jaga,” pungkasnya.