
Jakarta (17/02) — Anggota Komisi XII DPR RI Meitri Citra Wardani mengapresiasi kinerja Presiden Prabowo yang melanjutkan upaya transisi menuju energi bersih dan mengurangi emisi karbon. Komitmen itu ditunjukan salah satunya dengan menjaga amanah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Meitri menjelaskan, mengacu pada Perpres tersebut pemerintah menempuh strategi dengan mendirikan PT Indonesia Battery Corporation (IBC), yaitu perusahaan patungan (joint venture) yang dibentuk oleh BUMN energi yaitu Pertamina, PLN, Aneka Tambang (Antam) dan Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
“Tujuannya untuk mengembangkan industri baterai agar Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam rantai pasok global baterai lithium-ion dengan memanfaatkan sumber daya alam melimpah seperti nikel,” terang Meitri usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR dengan PT IBC di Senayan, Senin (17/02/2025).
Kendati membawa misi strategis untuk mewujudkan energi bersih, Meitri menilai pembentukan PT IBC juga menyimpan potensi tantangan tersendiri dalam menjalankan bisnisnya menyusul keterlibatan PT Pertamina sebagai salah satu pemegang saham.
“Sebagai perusahaan yang core business-nya bergerak di sektor bahan bakar fosil, keterlibatan Pertamina dalam pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik berpotensi menimbulkan persepsi yang kontradiktif. Pasalnya, kendaraan listrik dan baterai yang dikembangkan IBC justru bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, yang merupakan core business Pertamina selama ini,” terang Meitri.
Meitri menambahkan, di satu sisi, Pertamina masih berinvestasi dalam bisnis eksplorasi dan produksi bahan bakar fosil, sementara di sisi lain dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham IBC, Pertamina juga dituntut berperan aktif dalam percepatan industri kendaraan listrik. Hal ini yang dikhawatirkan dapat menimbulkan dilema bagi perusahaan, terang Meitri.
Lebih lanjut, Anggota DPR Dapil Jawa Timur VIII ini meminta agar manajemen PT IBC melakukan segala hal yang diperlukan untuk menghindari risiko benturan konflik kepentingan antar pemegang saham yang berpotensi menghambat pengembangan industri baterai nasional.
“Kami memahami bahwa proses transisi menuju energi bersih tidak bisa dilakukan secara radikal dari fosil menuju non fosil, sehingga pada tahap ini peran Pertamina dinilai tetap relevan. Sementara di sisi lain, keterlibatan Pertamina dalam IBC ini juga perlu dimaknai positif sebagai upaya BUMN energi ini untuk secara serius mengembangkan bisnisnya pada sektor energi bersih,” jelasnya.
Meitri juga menyarankan agar dilakukan penguatan terkait regulasi atau batasan-batasan tertentu untuk menanggulangi risiko konflik antar pemegang saham. Dia berharap pengembangan industri baterai berjalan sesuai dengan visi transisi energi yang berkelanjutan, tanpa adanya konflik kepentingan yang dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan sektor ini.
“Perlu dipastikan inisiatif kebijakan yang diambil oleh perusahaan berdasarkan pada keputusan yang objektif, akuntabel, dan berorientasi pada pengembangan keberlanjutan hilirisasi sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah di Indonesia sesuai dengan mandat Asta Cita kelima,” pungkasnya.